“Kemampuan menulis itu berbanding lurus dengan ketekunan kita membaca.” Begitulah kira-kira kalimat yang diucapkan teman yang belum lama saya kenal.
Teman saya ini, Mbak Atik Azizah namanya, mampu membaca buku yang tebalnya ratusan halaman dalam waktu satu malam saja. Koleksi bukunya pun tak tanggung-tanggung, sekitar tujuh ratusan buah buku yang dia miliki, dan sudah pasti sudah dia baca semua. Buku-buku itu ia kumpulkan sejak ia mulai bekerja dengan gaji ratusan ribu rupiah. Maka tak heran jika dia mampu menghasilkan tulisan-tulisan ringan, enak dibaca namun penuh hikmah.
Seorang penulis yang sering saya ‘ambil’ artikel di blognya, pernah menceritakan dalam salah satu tulisannya, bahwa ketika beliau pindah rumah, sebagian besar kardus yang dibawa penuh berisi dengan buku-buku. Maka tak heran jika beliau begitu produktif dalam membuat artikel-artikel penuh dengan nasihat-nasihat dan petuah-petuah bijak.
Membaca buku mungkin bukanlah yang sulit bagi saya dan Anda, toh kita sudah bisa membaca sejak lama. Sejak kita berada di sekolah dasar kita sudah mampu membaca buku pelajaran. Namun, untuk membaca apa yang tersirat dari setiap yang kita alami itu mungkin yang sulit. Padahal bila kita mau merenung sejenak, insya Allah kita bisa menemukan makna dari setiap peristiwa yang terjadi. Bukankah Allah dalam menciptakan sesuatu tidak dalam kesia-siaan?
Sebagai contoh, air yang tergenang, diam tak bergerak, akan menjadi tempat bersarangnya nyamuk yang akan menjadi sumber penyakit. Sedangkan air yang bergerak akan menjadi sumber kehidupan bagi tempat di mana terkena alirannya. Perumpamaan ini mungkin mengajarkan kepada kita bahwa kita harus aktif bergerak, terus berupaya untuk menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila kita diam dalam kebekuan, bukan diri yang akan merugi, orang lain mungkin akan merasa dirugikan, langsung maupun tidak langsung.
Pelangi di angkasa, yang muncul ketika hujan deras telah reda, mungkin mengajarkan kepada kita bahwa setelah kesulitan yang kita alami yang mungkin bertubi-tubi seakan tiada henti akan ada sebuah jalan keluar yang indah, yang mampu menghapus segala ingatan akan suramnya masa yang terlwat.
Mungkin itulah kemampuan yang dimiliki oleh kedua orang yang saya ceritakan di atas. Selain mampu membaca apa yang tersurat dari setiap buku yang dibaca, keduanya juga membaca apa yang tersirat di dalam setiap peristiwa. Mereka mampu menggunakan kedua mata mereka yang sehat dan afiat, serta mata hati mereka dalam memandang perjalanan hidup. Mereka pun mampu menggunakan telinga untuk menangkap irama kehidupan yang penuh dengan pelajaran.
Mereka pun mampu untuk membuat tulisan sebagai buah karya berharga. Menebar hikmah dalam goresan pena. Memberikan tausiyah dalam lembaran-lembaran artikel. Mengalirkan manfaat bagi diri serta bagi orang-orang yang membacanya.
Mudah-mudahan saya bisa seperti mereka.
saya juga ya Mas.Amin.
semoga kita bisa π
hhhmmm… sejuk sekali membacanya…. sudah saatnya membuka hati nih untuk melihat sekeliling kita. terima kasih tulisannya!
thanks tulisannya, bang jampang …
harapan yang indah ya…sebenarnya semua orang bisa …asal ada kemauan dan usaha, tapi itulah yang susah…
hmmm…. π
Setuju sekali.Semoga saya juga bisa…Eh..Bang, menurutku tulisan2mu bagus2 lo…Sederhana tetapi bermuatan positif :)TFS yap…
sy suka membaca, tapi kalo menuliss kok susah sekali yahhmungkin kurang banyak & tekun kali yahh ?
sama-sama mbak.
sama-sama
iya mbak… gampang nyerah neh
hmmm… juga
wah, idung saya jadi kembang-kempis neh…. hehehehesama-sama mbak
mengawalinya itu yang sulit mas.
bang jampang, ajarin dong cara nyaman dan cepat membaca buku, (kebiasa baca komik neh…^^”, )
Da Rudi, kalau saya biasanya menganggap buku itu makanan. Bisa dikatakan bacaan kita adalah makanan bagi jiwa kita. Jadi perlu jaminan mutu “Halal & Thayib”.Sebenarnya terinspirasi Bukunya pak Hernowo.Nah, seperti makanan, buku ada jenis2nya. Ada buku seperti makanan berat yang perlu dicerna dengan serius (dikunyah :D). Ada juga buku yang ringan, seperti cemilan yang barangkali hanya perlu di emut (kayak permen). Kalau kita ingin nyaman baca buku ya perlu dipertimbangkan proporsinya atau diselang-selingi antara yang berat dan yang ringan. Agar otak kita tetap rileks dan siap mencerna bacaan2 kita…
duh, maaf da. saya ini termasuk orang yang tidak suka membaca. karena gak hobi, saya gak pernah beli buku, karena enggak beli jadi enggak punya koleksi.waktu kecil saya hobi baca komik tatang s, waktu remaja sukanya baca wiro sableng :).selain buku pelajaran kayanya jarang buku yang saya baca.
nah mungkin tips dari uni yosi bisa dipake :).terimakasih uni atas tips nye
tenkyu Uni tipsnya….mudah2an bisa baca secepat makan makanan enak neh..; )
Wah bacaan waktu kecilnya sama neh…, si buta juga gak? ^_^…Itu dia euy, yang koleksi buku serius biasanya istri kalo saya mah kebagian blanja komik setelah popok…hehe…tenkyu sharingnya
kalau malas makan sendiri, kan bisa makan “bajamba” da… π
kalau sibuta seh ennggak, da.istri saya juga sama, punya buku-buku berkwalitas, lagi belajar baca lagi neh π
bajamba artinye ape mbak?
Bajamba itu makan bersama 1-7 orang di satu piring besar…yang begini mah asik euy…hehehe…yuk Uni, kita ‘bajamba’ di blog nya bang Rifki..hehehe π
ooo…kirain BAJAMBA itu BAreng JAMpang BAcanye π
boleh boleh…hehehe ;))