Bukan Kisah Kasih Di Sekolah : Class Meeting

Semasa SMP, biasanya pada awal ajaran tahun baru, ketika para murid baru mengikuti masa orientasi pengenalan sekolah yang dulu istilahnya dikenal dengan sebutan OSPEK, murid-murid lama yang naik kelas II dan III mengikuti aneka perlombaan yang diadakan sekolah. Kegiatan tersebut dinamakan Class Meeting.

Pada saat naik ke kelas II, dalam acara class meeting, saya dan dua orang teman sekelas mengikuti lomba cerdas cermat. Karena di sekolah saya itu hanya ada dua kelas, maka masing-masing kelas menurunkan dua tim, satu tim laki-laki dan satu tim perempuan. Jadilah satu sesi perlombaan diikuti empat regu dan langsung babak final.

Seperti biasa, layaknya perlombaan cerdas cermat yang pernah ditayangkan di TVRI, perlombaan di awali dengan memilih amplop pertanyaan. Kemudian seluruh pertanyaan dalam amplop diberikan kepada regu yang memilih. Jika pertanyaan tidak dapat dijawab oleh regu pemilih, maka pertanyaan tersebut dialihkan kepada regu lain secara bergiliran.

Selesai babak pertama, selanjutnya adalah babak rebutan. Satu pertanyaan diperebutkan oleh semua regu. Karena tak ada bel, maka cara merebut pertanyaan adalah dengan mengacungkan tangan, baik oleh juru bicara regu maupun pendampingnya. Regu yang merebut dan dapat menjawab mendapat nilai seratus, sedang jika tidak bisa menjawab dikurangi seratus. Babak ini yang cukup menegangkan.

Di akhir babak rebutan, dua regu memiliki nilai yang sama, salah satunya adalah regu saya, dan satunya lagi adalah regu dari kelas lain. Untuk menentukan siapa pemenangnya, maka diberikan satu pertanyaan rebutan lagi. Yang memberi pertanyaan adalah kepa sekolah.

“Apa yang dimaksud dengan huruf?” itulah pertanyaan beliau.

Sesaat suasana hening. Saya perhatikan semua regu tidak ada yang mengacungkan tangan. Meski ragu, ingatan saya menerawang ke masa-masa SD. Pertanyaan tersebut adalah dari mata pelajaran Nahwu. Dan masih segar dalam ingatan saya definisi huruf tersebut dalam bahasa arab dari kitab Matan Jurmiyah yang menjadi salah satu kitab yang diajarkan di sekolah dasar tempat saya belajar dulu.

Segera saya acungkan tangan, dan setelah ditunjuk langsung saya jawab.

“Al huruufu ma laa yashluhu ma’ahu daliilul ismi wa laa daliilul fi’li,” jawab saya.

Pak kepala sekolah membenarkan jawaban saya. Nilai grup saya bertambah seratus dan keluar sebagai pemenang. Alhamdulillah.

Sebuah pembuktian dari syair sebuah lagu qasidah yang dulu sering saya dengar.
belajar di waktu kecil
bagai mengukir di atas batu
belajar ketika dewasa
bagai mengukir di atas air

Ketika naik ke kelas III, saya mengikuti lomba catur dalam acara yang sama. Namun karena tidak mahir, saya langsung ‘keok’ di babak awal.

Gambar diambil dari sini.

5 respons untuk ‘Bukan Kisah Kasih Di Sekolah : Class Meeting

  1. pecintahujan Juli 30, 2010 / 00:00

    hehehe..nostalgia masa lalu, apa kabar bang ?

  2. jampang Juli 30, 2010 / 00:00

    pecintahujan said: hehehe..nostalgia masa lalu, apa kabar bang ?

    yup, lagi menulis yang teringat di memori, udah beberapa diposting.alhamdulillah, kabat baik. mbak gimana kabarnya?

  3. niwanda Juli 30, 2010 / 00:00

    Dulu kebanyakan class meeetingnya olahraga sih, jadi nggak pernah dapat kesempatan mewakili :D. Kalaupun cerdas cermat, biasanya individual (bukan mewakili kelas).

  4. jampang Juli 31, 2010 / 00:00

    niwanda said: Dulu kebanyakan class meeetingnya olahraga sih, jadi nggak pernah dapat kesempatan mewakili :D. Kalaupun cerdas cermat, biasanya individual (bukan mewakili kelas).

    karena lapangannya terbatas, olahraganya cuma dua ata tiga aja. di SMA juga gitu, nanti posting class meeting di SMA ah !

Tinggalkan jejak anda di sini....

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s