
Siang itu adalah jadwal saya bekunjung ke rumah rumah orang tua saya di daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Saya berangkat dari rumah sekitar pukul sebelas siang. Rute jalan yang saya ambil adalah rute yang setiap hari saya lewati untuk menuju kantor.
Di pertigaan setelah ITC, saya belok kiri melalui Jalan Arif Rahman Hakim. Di ujung jalan, lampu lalu-lintas menyala merah. Saya dan pengendara lain menghentikan kendaraan. Saat berhenti itulah saya teringat akan apa yang saya lihat di samping lampu lalu-lintas hampir di setiap pagi. Ada seorang ibu dengan dua anaknya yang masih tertidur. Dalam perkiraan saya, anak yang besar mungkin berusia sekitar enam atau tujuh tahun, sedangkan sang adik mungkin di bawah tiga tahun.
Sejenak terlintas di dalam pikiran saya bahwa mereka termasuk ke dalam salah satu golongan yang berhak menerima penyaluran zakat dan berkeinginan untuk menyalurkan zakat dari penghasilan saya kepada mereka. Namun, sesaat kemudian ada lintasan keraguan berupa pertanyaan, “Siapa mereka? Apa benar mereka tunawisma? Apa mereka muslim?”
Dialog pun terjadi, hanya saja tak ada orang lain yang mendengar.
Jika benar mereka tidur di situ setiap malamnya, maka kemungkinan besar mereka memang tidak punya rumah. Sebab kalau mereka punya rumah meskipun kecil dan jelek, pastilah si ibu akan membawa anak-anaknya tidur di rumah daripada di pinggir jalan.
Ada sebuah pemikiran terlintas, seandainya zakat saya disalurkan untuk mereka, saya tidak akan memberikan dalam bentuk uang mentah, melainkan berupa barang modal, misalnya termos. Lalu saya belikan isinya berupa air mineral, minuman ringan, dan sebagainya, supaya ibu itu bisa berjualan. Siapa tahu, suatu saat bisa berkembang dan ibu itu beserta keluarganya bukan lagi menjadi mustahiq tapi akan berubah menjadi muzakki.
Jika demikian yang akan saya lakukan, maka diperlukan sebuah pengawasan agar modal yang sudah diberikan tidak disalahgunakan oleh mereka. Harus ada pihak yang bisa memastikan bahwa modal yang diberikan tidak lari ke mana-mana. Tidak digunakan untuk hal lain selain untuk berdagang.
Lantas siapa yang mengawasi? Saya sendiri tentu tidak bisa.
Pemikiran lain pun terlintas. Bagaimana jika zakat yang saya keluarkan disalurkan ke sebuah lembaga, lalu meminta mereka untuk mengelola dan menyerahkan zakat saya untuk ibu itu dan meminta mereka mengawasi. Mereka pasti lebih ahli di bidang itu.
Ide tersebut kemudian kembali terbantahkan.
Jika melalui lembaga, syarat-syaratnya sulit. Yang sudah pasti, harus ada KTP dan alamat rumah yang jelas. Sementara kondisi ibu itu, kalau memang tidak punya rumah sehingga tidur di pinggir jalan, tidak bisa diproses.
Depok, Agustus 2010
Tergesa-gesa saya keluar dari rumah pagi itu. Jam di handphone saya sudah menunjukkan pukul enam. Untuk mengejar waktu, saya pacu motor saya lebih kencang.
Tiba di pertigaan Jalan Arif Rahman Hakim, lampu lalu-lintas meyala merah. Saat berhenti, saya alihkan pandangan saya ke arah samping lampu merah. Kembali saya lihat seorang ibu yang tengah tidur dengan bersandar pada tembok bangunan fitness center. Di depannya, dua orang anak laki-laki tidur dengan nyenyaknya meski hanya beralas tikar dan berselimut kain lusuh.
Anak lelaki yang lebih kecili tiba-tiba menggeliat dan mengangkat kepalanya. Namun, sesaat kemudian, ia kembali tertidur. Mungkin suara mesin kendaraan motor yang lalu-lalang dirasakannya ibarat kidung nina bobo yang mengantarkannya kembali ke alam mimpi. Semoga mimpinya indah. Lebih indah dari kenyataan hidup yang sedang dijalaninya. Meski dirinya mungkin belum mengerti.
Melihat anak tersebut, saya teringat anak saya, Syaikhan. Alhamdulillah, kondisinya jauh lebih baik. Ada rumah tempatnya berlindung. Ada kasur empuk yang menjadi alas tidurnya. Semoga Allah memberkahi rizki yang diberikan kepada kami dan semoga kelak Syaikhan menjadi anak yang shalih dengan kehidupan yang lebih baik dari yang bisa diberikan kedua orangtuanya. Amin.
Ingin rasanya saya turun untuk menghampiri mereka. Terbersit dalam hati untuk membelikan mereka sarapan pagi. Tapi niat itu tak kuasa saya wujudkan. Karena Hari Senin adalah hari di mana jalan lebih macet daripada hari lain. Apalagi sterilisasi jalur busway akan mulai dilaksanakan. Kemungkinan macet pun bertambah.
Setelah lampu lalu-lintas berwarna hijau, saya langsung memacu motor saya menuju kantor.
Dalam hati saya berniat, suatu saat, jika saya bisa berangkat lebih awal, saya akan memberikan sesuatu untuk ibu dan kedua anaknya tersebut. Insya Allah. Meski saya sadar bahwa seharusnya niat baik tersebut jangan ditunda-tunda. Karena bisa jadi, akan ada orang lain yang mendahului saya yang dapat memberikan sesuatu yang jauh lebih baik dari saya.
Tulisan Terkait Lainnya :
- Para Lelaki Masbuq
- Jika Tentang Rasa
- Bisa Jadi…
- Antara Ikhlas dan Buang Air Besar
- Tiga Orang Anak yang Bersalaman Selepas Shalat
- Membalas VS Memaafkan
- Kisah Rasulullah yang Kental dalam Pesan Moral Namun Rapuh dalam Validitas
- Dua Sisi Digital Lifestyle
- Strategi Sedekah
- Dhuha dan Tilawah Para Pengemban Amanah
Iya mas, kalau berbuat baik jangan ditunda2…
“berbuat baik janganlah ditunda-tunda” syairnya lagu bimbo.mudah2an besok bisa berangkat lebih pagi dan ketemu ibu itu
klo di terowongan manggarai awalnya ada ibu buta sama bayinya, kayaknya di taruh disitu sorenya di jemput, cuma skrng nambah lagi ada ibu dengan bayi da ibu2 aja makin rame,tapi mereka adanya pagi aja,klo malam udah ga ada disitu
hm, kalo ada ‘trik’ kaya gini saya belum tahu deh… kayanya perlu investigasi lebih lanjut 🙂
Salam kenal, kirain saya sendiri doang yang dari multiply. Kebanyakan dari blogspot dan wordpress…
salam kenal juga. mungkin enggak lama lagi yang multiply juga ikut gabunga 🙂
sampe sekarang blum ada solusinya kah? selamat yah blog-nya dah masuk 10 besar
masih sering ngeliat ibu itu dan dua anaknya, mbakmakasih…
mudah2an menang ya bang… :)keren dah masuk 10 besar..
iyah, enggak nyangka juga seh bisa masuk 10 besar.Alhamdulillah
ahak ahak done tp abang udh masuk peringkat ketiga tuh
iya po’. makasih yah.n tetep semangat untu novelnya, seperti saya semangat cari dukunganxixixixixixi…
udah vote q…rebes! 😉
terima kasih, ty :)nunggu yang lain ikutan*ngarepdotcom*
hihi….mo yel2 kek di idol2 itu ahhh…”go qq go qq…gooo…”(sambil heboh pegang spanduk bertuliskan vote jampang)ketik reg spasi jampang kirim ke…(terserah d mau enknya no brp qeqeqeq)
ajak temen2 satu KPP wat ikutan vote yeh 🙂
ane dah vote..mg menang yach..
barakallahu fik…
terima kasih, aamiin.
terima kasih, banyak ….
bagus pak tulisannyasemoga menang
alhamdulillah….terima kasih doanya 🙂