Senyummu Mengalihkan Duniaku

Perjalanan pulang sore itu terasa tidak seperti biasanya. Meski tak ada kendaraan mengular yang bisa menghambat laju motor saya menuju rumah, tetapi pikiran yang bergelayut di kepala seolah-olah menutupi birunya lagit dengan kumpulan awan kelabu. Lewat tengah hari, saya merasakan di mana suasana hati dan pikiran tak mau berkompromi untuk melakukan sesuatu. Melakukan pekerjaan tanpa adanya konsentrasi, komunikasi di dunia nyata maupun maya tanpa kehadiran emosi, bahkan untuk menuangkan cerita dalam sebuah tulisan pun, saya tak dapat menemukan inspirasi.

Di atas motor, bibir saya yang sering tak diam, keduanya merapat. Pikiran yang biasanya fokus bersama ucapan yang keluar dari mulut saya, berkelana jauh. Ada dunia lain yang mengganggu ketenangan dan ketentraman hati. Dunia dari masa lalu yang masih menyisakan luka yang belum sembuh terobati.

Tiba saya di depan rumah.

“Abiiiiiii!”

Suara lelaki kecil itu menyambut kedatangan saya. Sebuah senyum manis menghiasi mulutnya yang mungil. Tak hanya itu, dia membukakan pintu pagar, membukakan pintu rumah, dan memberi aba-aba dengan meniru gaya seorang polisi mengatur lalu-lintas agar motor saya segera masuk ke dalam rumah. Salam, peluk, dan cium, segera mengalihkan dunia saya.

Saya lepaskan tas dan jaket, lalu menemani Syaikhan yang sedang duduk asyik bersama alat-alat tulisnya. Tak lama kemudian, Syaikhan langsung bercerita tentang apa yang dialaminya hari itu. Mulai dari membeli kue “laba-laba” hingga ketakutannya ketika rumah dikunjungi ondel-ondel.

Di tangan Syaikhan, selembar kertas tergambar ondel-ondel secara abstrak hasil coretannya dengan krayon. Hanya dia yang tahu bahwa itu adalah gambar ondel-ondel yang dilihatnya tadi siang. Sementara saya terhipnotis dengan senyum dan semangatnya ketika menceritakan semua itu sehingga saya mempercayainya bahwa itu adalah gambar ondel-ondel.

Hilang sudah pikiran yang menyebabkan mendung bergelayut di hati saya. Senyum Syaikhan mengalihkan dunia saya, dari mendung menjadi cerah. Celoteh dan cerita Syaikhan terhenti ketika kami berdua tiba di masjid untuk shalat Maghrib.

Di malam harinya, ketika kami bersiap untuk tidur, sebuah seyum dan tawa Syaikhan mengantarkan kami berdua ke alam mimpi. Sungguh suasana sebelum tidur yang paling indah yang pernah saya rasakan.

Sementara pagi ini, selepas shalat shubuh, saya membaca al-quran di samping Syaikhan yang masih tidur lelap. Air mata saya nyaris menetes menyadari bahwa kebersamaan kami tinggal dua hari lagi. Kami akan berpisah selama dua minggu sebelum kembali bertemu. Tak bisa membayangkan jika apa yang saya alami kemarin terjadi lagi tanpa kehadiran Syaikhan di samping saya.

*******

Sebelum berangkat ke kantor pagi ini, saya masih sempat bercanda dengan Syaikhan. Tawa geli karena tubuhnya saya kelitik menghiasi kamar beberapa kali. Saling peluk, cium, dan mengucap sayang sempat kami lakukan. Setelah saya berada di atas motor dan mengucap salam untuk pamit berangkat ke kantor, dari jendela kamar, Syaikhan menampakkan wajahnya sambil berpesan, “Hati-hati, ya Bi!”

Ya, Allah.
ampuni hamba jika sering mengeluarkan air mata bukan karena rasa bersalah lantaran meninggalkan perintahMu atau pun melakukan laranganMu, melainkan karena luka akibat makhlukMu.