
Tiba-tiba datang seorang perempuan yang kemudian duduk di sudut halte yang berseberangan dengan dirinya. Perempuan itu mengenakan jilbab kuning, blouse batik dengan warna dan corak senada dengan jilbab, serta rok hitam. Sesaat kemudian, perempuan itu mengeluarkan sebuah buku dari dalam tasnya. Buku itu berwarna biru dan bertuliskan “Jejak-jejak yang Terserak”
Cantik, pikir lelaki itu. Namun sesaat kemudian, penilaiannya itu langsung berubah. Manis, itulah yang ada di dalam benaknya sekarang. Dalam penilaiannya perempuan yang manis itu melebihi perempuan yang cantik. Secara sederhana, lelaki itu menilai perempuan yang cantik terkadang bisa membosankan, tapi perempuan yang manis tidak akan pernah membosankan.
Mungkin menyadari ada yang sedang memperhatikan dirinya, perempuan jilbab kuning tersebut menengok ke arah lelaki itu. Pandangan mata keduanya beradu beberapa saat. Namun keduanya tersadar, lalu memalingkan pandangan masing-masing. Si lelaki mengarahkan pandangan ke arah gedung berlantai dua puluh lima di seberang halte, sementara perempuan berjilbab kuning itu mengubah posisi duduknya agak miring ke kanan. Lalu dia melanjutkan membaca buku kembali.
Ada sesuatu yang dirasakan lelaki itu ketika melihat wajah perempuan berjilbab kuning di sampingnya. Dia merasa pernah melihat dan mengenal wajah itu. Memori di dalam otaknya langsung bekerja untuk menggali kenangan-kenangan di masa lalu terkait dengan wajah yang baru saja terlihat nyata di hadapannya.
“Mungkinkah dia itu Sali?” Sebuah nama muncul dalam pikiran lelaki itu.
Lelaki itu kemudian memberanikan diri untuk melihat kembali sosok perempuan berjilbab kuning. Meski tak bisa melihat wajah perempuan itu sejelas beberapa saat yang lalu karena posisi duduknya yang agak membelakanginya, lelaki itu mencoba membandingkan wajah nyata itu dengan wajah yang ada di dalam ingatannya.
“Benar! Itu Sali!” Teriak lelaki itu dalam hati.
Lelaki itu melangkah mendekati tempat duduk perempuan itu, kemudian memanggil nama yang sejak tadi bergelayut di dalam pikirannya, “Sali?”
Perempuan itu menoleh.
“Kamu Sali, kan? Salimah Qalbiyah?” Tanya lelaki itu kembali.
Meski merasa kaget, perempuan tersebut menjawab, “Iya.”
“Ternyata benar, kamu Sali,” lelaki itu merasa lega bahwa ingatannya tidak salah. “Masih ingat aku, nggak?” Tanyanya kemudian.
Yang ditanya tidak langsung menjawab. Perempuan itu mungkin mencoba mengingat-ingat siapa lelaki yang saat itu sedang bicara dengannya. Dia mengernyitkan dahinya seperti berpikir keras. Lalu berkata dengan nada bertanya, “Zul?”
“ Betul! Aku Zul. Zulham.” Jawab lelaki itu tersenyum. “Nggak nyangka bisa ketemu lagi. Aku hampir nggak ngenalin kamu dengan penampilan seperti ini. Beda dengan penampilan kamu waktu di SMA dulu,” sambungnya.
“Alhamdulillah, aku mendapat hidayah untuk memperbaiki penampilan dan cara berpakaian. Aku juga nggak langsung bisa ngenalin kamu. Soalnya sekarang tambah subur. Sepertinya hidupmu makmur,” timpal Sali.
“Bisa aja. Kok kamu ada di sini?” Tanya Zul kemudian.
“Kantorku pindah ke Gedung Kembar itu sekitar sebulan yang lalu. Kamu sendiri?”
“Oh ya? Sama kalau begitu. Perusahaan tempat aku bekerja juga di Gedung Kembar itu. Kantorku di Tirtaloka I lantai lima. Aku sudah bekerja di sana sekitar lima tahun.” Jawab Zul.
“Kalau aku di Tirtaloka II lantai tiga.” Imbuh Sali.
“Sekarang tinggal di mana?” Tanya Zul selanjutnya.
Dahulu, rumah orang tua Zul dan Sali berada dalam satu kelurahan. Mungkin kalau mengikuti definisi tetangga yang mengatakan bahwa jarak empat puluh rumah dari rumah seseorangh, baik di depan, di belakang, di samping kiri, dan disamping kanan adalah tetangga, maka keluarga Zul dan Sali adalah tetangga.
“Aku tinggal di daerah Tanah Abang. Kamu masih di Kebon Jeruk?”
“Masih.”
“Kamu tiap hari naik angkot?”
“Biasanya sih, Aku naik motor ke kantor. Tapi karena luka di pundak kiriku belum sembuh akibat kecelakaan sebulan yang lalu, Aku belum bisa naik motor.”
“Kecelakaan? Tabrakan?” Tanya Sali kaget.
“Bukan. Tapi Aku tertimpa pohon yang tumbang karena tertiup angin besar waktu itu.”
“Innaalillaahi wa innaa ilayhi raji’un.. Parah?” Tanya Sali penasaran.
“Awalnya sih Aku pikir cuma keseleo aja, tetapi ternyata ada tulang yang patah.”
“Sekarang gimana? Sudah baikan?”
“Alhamdulillah. Sudah agak baikan.”
Dan pembicaraan antara kedua orang yang dipertemukan kembali oleh perjalanan waktu itu pun berlanjut ke berbagai topik. Hingga akhirnya keduanya dipisahkan oleh kedatangan Metromini 604 jurusan Tanah Abang yang ditunggu oleh Sali.
Setelah kepergian Sali, Zul menunggu kembali di halte. Kali ini dia bisa menunggu sambil duduk. Tak ada orang lain selain dirinya di halte tersebut.
Zul merasakan sesuatu yang tak biasa di halte tersebut. Sejak tadi dia tidak mendapati orang yang menunggu di halte kecuali dirinya dan Sali. Sejak tadi pula dia belum melihat bis yang menuju Slipi yang akan ditumpanginya.
Zul berusaha menangkap sesuautu di balik ketidakbiasaan itu. Sambil berpikir, dia memperhatikan tempat yang dituju oleh orang-orang yang baru saja melewati halte di mana dia berada. Dia arahkan pandangannya ke arah jembatan penyeberangan. Di tengah-tengah jembatan penyeberangan tersebut terlihat sebuah halte yang lebih besar daripada halte di mana dia sedang duduk sekarang. Itu adalah halte busway.
Akhirnya Zul tersadar. Hari itu adalah hari dimulainya penghentian operasi beberapa bis yang melewati Jalan Gatot Subroto seiring dioperasikannya busway koridor IX.
Zul bangkit dari tempat duduknya dan melangkah menuju halte busway. Ada sedikit kekesalan dalam hatinya karena baru menyadari semuanya setelah hampir setengah jam menunggu di halte. Namun kemudian dia tersenyum karena akibat kesalahannya menunggu bis di tempat yang salah, dia bisa bertemu kembali dengan kawan lamanya semasa duduk di sekolah menengah atas, Salimah Qolbiyah.
*********
Tulisan di atas menjadi ide lahirnya novel “Perempuan Berjilbab Kuning”.
iklan dulu yah : klik untuk melihat promo buku “Jejak-jejak yang Terserak”
🙂
berjilbab kuning eung 😉
*senyum senyum sendiri
Blessing in Disguise 🙂
ehem, faksi kayaknya… 😀
jilbab kuning is back…
sepertrinya, pemeran Zulham adalah penulis jurnal ini, sekaligus penulis buku yg dibaca oleh Sali
Dihalte biasanya ada kios rokok dan minuman teh botol,cocacola,dll.kok disitu gak ada?
Perempuan manis tidak membosankan…Awww.
xixixixi
kebetulan hari itu pake jilbab kuning….. ceritanya
kenapa, mbak?
kira-kira begitulah, pak 🙂
iyah…. bukan kisah nyata 🙂
akan segera launching…… *kapan yah?
xixixixixixi…. diubah dari cerita aslinya demi kepentingan promosi, bu 🙂
karena haltenya bukan halte yang biasa….
ewww…… 🙂
halte
kuning uhuy 😀
Eng………ing………eng…….. :Episode Jilbab Kuning di Saku Juragan Syaikhan telah kembali! Saksikanlah beramai-ramai. Setiap hari mulai pukul satu siang hanya di : Jampang.multiply.com.
pelupa ya.. tapi ada berkahnya juga ketemu sali.. ehtapi pake iklan juga.. jadi si sali baca bukunya nih.. tapi ga tahu itu yang ngarang zul?
teteeup yeeh…iklan 😀
iya… halte
ceritanya kan kuning 🙂
sepertinya jatuh cinta pada pandangan yang dipalingkan … he he he …
jangan-jangan Sali cuma punya jilbab kuning & turunannya?
menampilkan…. fery fadli sebagai brama kumbaraeli ermawati sebagai mantiliitu mah saur sepuh yah…. xixixixixixi
cerita aslinya nggak begitu mbak. diubah untuk keperluan iklan aja 🙂
iya donk…. kan sekarang sudah tahap pemasaran :)dan akhir tahun lagi ada promo tuh…. year end sale… xixixixixixi
xixixixixi…. jarang-jarang yg kaya gitu mas 🙂
ups, jd ketahuan zamannya deh.
uhuuuuuuuyyyyyyyyyy
teteup ya, ada iklannya hahaha
mungkin begitu… mungkin tidak…. entahlah*halah
emang sengaja… diumumin tapi tidak secara vulgar.xixixixixixixi*apa coba
yyyuuuuuuuuhhu
emang itu tujuannya, mbak 🙂
sali dah nikah belon? 😀
nah….. jawaban itu yang harus dicari…. xixixixixi
Gpp, ga boleh ya numpang senyum disini 😀 Mosok fiksi sih? *ngga percaya
nyatanya emang fiksi. tapi kalau dianggap bukan fiksi, berarti bagus donk?*GR
Lanjutkan hehehe
:)mudah2an bisa dilanjutkan
Yaah, sayang sekali fiksi, coba kl beneran, seru *senyum senyum lg ǨίίίǨ::·. ǨίίίǨ::·. ǨίίίǨ::·.
ya kalau nyata berarti sudah kejadian donk 🙂
Kalo laki2, si mbak jilbab kuning, kira2 bakalan bernama ‘Qalbun saliim…’
xixixixixixi…. bisa… bisa….
ditunggu kisah selanjutnya. semoga tentang kisah cinta mereka 😉