Mungkin dari kejadian itulah, beberapa hari selanjutnya, bahkan hampir setiap pagi, Syaikhan senang sekali ketika saya ajak bermain bola. Alhamdulillah, Syaikhan bangun lebih pagi sehingga ada waktu untuk bermain selama beberapa menit.
Sabtu pagi, saya dan Syaikhan kembali bermain bola di lapangan bulu tangkis depan rumah. Kali ini kami menggunakan dua buah bola seperti keinginan Syaikhan. Hanya saja, ketika dimainkan, salah satu bola masuk ke saluran air dan tidak bisa diambil. Akhirnya saya dan Syaikhan bermain dengan satu bola.
Ketika asyik bermain, datanglah beberapa anak yang juga ingin bermain di lapangan. Salah satu di antara mereka membawa bola dengan ukuran lebih besar daripada bola yang kami mainkan. Mereka lalu bermain dengan bola mereka, sementara saya dan Syaikhan bermain dengan kami.
Di tengah permainan, tiba-tiba, salah satu anak meminjam bola yang sedang dimainkan oleh Syaikhan. Anak tersebut beserta anak lainnya kemudian bermain dengan bola Syaikhan.
“Syaikhan, ayo kejar!” Kira-kira itu yang saya ucapkan agar Syaikhan ikut bermain dengan yang lain.
Awalnya saya menduga bahwa Syaikhan tidak akan mau bermain. Tapi dugaan saya salah. Syaikhan langsung mengejar untuk merebut bolanya yang sedang ditendang oleh anak-anak.
Syaikhan berlari ke sana ke mari, ke mana pun bola itu ditendang. Syaikhan tidak peduli kalau anak-anak tersebut lebih besar daripada dirinya. Dia hanya mengejar dan mengejar meskipun hanya sekali mendapat kesempatan untuk menendang.
Melihat peristiwa tersebut, saya langsung merekamnya. Tak hanya aksi mengejar bola yang dilakukan Syaikhan, tetapi ada juga gaya Syaikhan yang mencoba meniru aksi ala sinetron Si Madun. Sayangnya, file video tersebut terhapus bersama file lainnya dalam satu folder. Hiks…
Sekitar pukul sepuluh, saya mengajak Syaikhan untuk bermain ke arena permainan yang biasa kami kunjungi di ITC Permata Hijau sekaligus mengirim paket buku “jejak-jejak yang terserak”. Ternyata, JNE di ITC Permata Hijau masih tutup ketika kami tiba. Akhirnya kami langsung menuju lantai empat.
Tiba di arena permainan, Syaikhan meminta naik kareta api sebanyak dua kali. Kemudian memainkan beberapa permainan di Amazone. Selanjutnya, Syaikhan meminta masuk ke arena permainan yang lain. Kali ini pun Syaikhan berhasil melewati arena jembatan yang tidak pernah dilaukan Syikhan sebelumnya karena masih takut.
Selesai bermain beberapa lama, Syaikhan merasa lapar dan meminta makan. Di tempat kami makan, terjadi tanya-jawab dengan dua orang perempuan yang sedang melakukan survey. Cerita selengkapnya bisa dibca di “Tiga Minuman dan Handuk Ungu.”
Selesai makan, saya lalu shalat Zhuhur. Selesai shalat, Syaikhan mengajak pulang. Tapi ternyata hujan turun cukup lebat. Akhirnya kami turun ke lantai dasar dan menunggu hujan reda sambil mengirim paket buku “jejak-jejak yang terserak” karena JNE sudah buka.
Setelah sekian lama menunggu, hujan tidak kunjung reda, sementara Syaikhan sudah terlihat bosan. Akhirnya, ketika hujan masih rintik-rintik, saya ajak Syaikhan untuk pulang sambil mandi hujan. Syaikhan setuju dan malah senang.
Kami pulang dibawah siraman gerimis. Syaikhan tertawa senang setiap kali motor yang saya kendarai melewati genangan air. Mungkin karena terjadi cipratan air ke samping kiri dan kanan ketika roda motor melalui genangan tersebut. Bahkan ketika di salah satu jalan terdapat genangan air yang cukup besar dan panjang, Syaikhan tertawa lagi dan berkata, “Bi, kalau nanti hujan lewat situ lagi yah!”
yahh.. kehapus..
maen bola aja, jangan demo, hihi…
apanya yang kehapus?perasaan nggak hapus apa2 *bingung
itu juga demo, mas…. demo kemampuan…. sayang banget videonya kehapus
itu satu folder itu
oh… iyah.satu folder tempat menyimpan file foto dan video di handphone
Diarynya jdkn buku aja mas, bt hadiah syaikhan π
sudah ada rencana, mbak π
Mau indie ato major mas?
Hahahaha… gileeeee, si syaikhan ketawa, yang bawa motor ketar ketir klo lewat genangan air…
sepertinya indie aja mbak, karena sifatnya personal sekali. jadi kurang menjual kecuali saya ubah cara penulisannya seperti menjadi novel π
genangannya sedikit koq… yang panjang itu juga nggak dalam… memang berupa genangan… bukan genangan bersi lain π
awas kejeblos kalo lewat genangan air, kalo ketutup air kan jadi gak kliatan jalan bolongnya… wik-en yang seru yaaa…. π
iya mbak. untungnya jalan kemaren itu memang yang saya lalui sehari2, jadi agak hapal di mana jalan yang berlubang dan mana yang nggak. alhamdulillah