
Menunggu di sebuah warung menjadi pilihan yang tepat ketika cuaca siang itu begitu panas menyengat. Tiba-tiba datang seorang perempuan mendekati seorang lelaki yang mungkin sejak beberapa waktu sudah menunggu. Dari raut wajah yang nampak, perempuan tersebut terlihat kesal.”Kenapa, kok mukanya ditekuk gitu?” Tanya lelaki yang menyambut perempuan itu sambil memindahkan sang anak yang semula berada di dalam gendongannya. Rupanya lelaki dan perempuan itu adalah sepasan suami istri.
“Itu tadi ada ibu-ibu ngomongnya nggak enakin banget,” jawab sang istri dengan nada kesal.
“Kenapa?”
“Tadi pas aku lewat di depannya sambil gendong Azam, ibu itu bilang : Panas, Bu! Kasihan anaknya!”
“Itu kan artinya ibu itu perhatian.” Timpal sang suami.
“Itu bukan perhatian namanya. Omongannya itu seolah-olah mengatakan kalau aku nggak sayang sama Azam karena menggendongnya di siang panas begini. Padahal, aku membawa Azam ke mana-mana karena aku sayang sama dia!”
“Ya sudah, anggap aja angin lalu. Mungkin si ibu itu nggak tahu bagaimana perasaanmu sebenarnya terhadap Azam,” lelaki itu mencoba untuk menenangkan istrinya.
*****
Setelah dua bulan melahirkan Najma dan harus kembali bekerja karena masa cuti melahirkanku habis, aku membawanya tiap hari ke kantor. Aku tidak bisa meninggalkannya sendiri di rumah, meski di rumah ada ibuku yang kuyakini bisa menjaganya.
Semuanya itu kulakukan agar aku bisa memenuhi haknya untuk menyusui. Alhamdulillah, suasana kantor tempatku bekerja sangat mendukung. Ketika Najma tertidur, aku diizinkan oleh atasanku untuk menggunakan ruangannya yang ber-AC sebagai ‘kamar’ Najma.
Hingga suatu ketika, Najma bercerita kepadaku bahwa dirinya ingat ketika aku membawanya ke kantor serta perjalanan yang kutempuh baik ketika berangkat maupun kembali ke rumah.
Ketika mendengarnya aku terharu. Semoga ketika Najma dewasa dan dirinya ingat tentang apa yang sudah kulakukan bersamanya, ia akan mengetahui bahwa apa yang semua kulakukan itu karena aku adalah ibu yang mencintai dan menyayanginya.
*****
“Aku mau cerita!” Ucap seorang perempuan itu tiba-tiba.
“Cerita apa?” Lelaki di hadapannya balik bertanya.
“Tadi aku melihat seorang ibu, mengendarai sepeda sambil membonceng dua orang anaknya. Anak yang besar dibonceng di belakang sementara anak kecilnya di depan dengan menggunakan tangan kirinya. Sementara tangan kanannya ia gunakan untuk mengendalikan sepedanya.”
“Lalu?”
“Ya kenapa sih anaknya yang kecil harus dibawa? Kasihan kan? Panas-panas. Malahan tadi kulihat ibu itu seperti kesusahan ketika mau berhenti. Gimana nanti kalau jatuh?”
“Kenapa kamu yang sewot? Ibu itu aja nggak masalah dengan apa yang dilakukannya?”
“Tapi kan kasihan!”
“Pasti ada alasan kenapa ibu itu mau membonceng anak-anaknya. Bisa jadi apa yang dilakukannya adalah wujud dari rasa sayang dan cintanya kepada anak-anaknya sehingga dia tidak mau meninggalkan anak-anaknya jauh dari dirinya. Kalau ibu itu mau, bisa saja dirinya menitipkan anaknya yang kecil kepada tetangganya atau orang lain di rumahnya. Tapi pilihan itu tidak diambilnya. Karena bisa jadi, ketika ibu itu melakukan hal itu dirinya justru merasa tidak tenang dan malah khawatir. Dirinya ada di mana-mana, tetapi pikirannya ada bersama si kecil. Bukankah itu malah justru lebih membahayakan perjalanannya?”
ilustrasi gambar nyomot dari sini
dasar cowok.. hihi.. ga ngerti amat..hahha
bagian pertama, dialog laki-laki dan perempuanbagian kedua, dialog perempuanbagian ketiga, dialog laki-laki dan permepuandi bagian mana yang si cowok nggak ngerti?
Cara mencintai memang tidak pernah sama ya ?
Padahal salah satu kuncinya adalah permakluman
Iiish, saya juga suka dikomentarin tuh bawa kedua anak saya kemana-mana. Daripada anak saya diperkosa. Mending saya bawa deh. Aman.
terakhir.. hehe
iya, mbak
sekali lagi…. betul 🙂
cuekin aja mbak. yang penting kan nggak mengganggu orang lain. toh kalau naik angkot… anak juga bayar…. xixixixixixi
yang bercerita itu adalah perempuan, sedangkan yang memberi pengertian adalah laki-laki.jadi yang diomongin laki-laki di situ salah yah?
😀 *ngikut ibue lg ah*
yah,…terkadang sudut pandang empatik yang demikian ini yang kerap terlewatkan oleh kita. utamanya bagi yang belum berkeluarga:)
owh gitu.. humm… berarti perempuan yang kurang memahami si ibu.. hihihi.. =D
mau kemana emangnya?:D
*manggut2
diterima ralatnya…. emang di bagian akhir tadinya nggak dijelaskan siapa yang bicara.
Jadi inget berita tentang anak2 yang kesiram air panas/kena minyak karena digendong sambil masak.. Selalu disisipi komentar: ibu ceroboh. Cinta vs resiko.
bingung kalo dah ngomongin cinta
cerita kedua, ada ya… kantor yang membolehkan membawa anak ikut ibunya bekerja… Dimana tuh…? Saya juga mau…
mungkin si ibu harus lebih berhati-hati lagi.kasihan… semoga anaknya lekas sembuh….
jadi…. cinta itu membingungkan ya mbak?:-)
ada… salah satu kantor yg sama dengan tempat saya bekerja. cuma lokasinya saya lupa tanya tepatnya di mana.
ada… salah satu kantor yg sama dengan tempat saya bekerja. cuma lokasinya saya lupa tanya tepatnya di mana.
kangen emak 😀
sudut pandang, memandang dari sudut … he he he …
Salut sama ibu yang mementingkan merawat anaknya sendiri gini nak Kiki.
telepon 🙂
indeed
lha cuman bisa ngerasa tapi ga bisa diungkapkan dalam kata jewkalo dalam perbuatan ya masih mending bisalah
cara mencintai yang berbeda..
iya bunda … 🙂
begitulah…
karena para ahli pun berbeda2 dalam mendefinisikannya
iya, mbak
ish mau dong kantor yang bisa bawa anak ituasik bener
sepertinya itu hanya kebijakan ‘lokal’, mbaktapi emang enak sih kalau semua kantor bisa begitu
xixixixi….dibolak dan dibalik
jd ingat perjuangan ibu saya setelah d tinggal mati bapak. Dmn adaptasi pertama kalinya ibu bkrj membawa adik yg umur 5 thn n saya seblm krj membawa adik yg berumur 2 thn tuk d titip k rmh nenek yg kebetulan berdekatan dgn kntr slm kami krj.
Perjuangan seorang ibu, selalu hebat
Betul bgt … Setiap ibu punya caranya sendiri berjuang, menyayangi n mencintai anaknya …
Saya ja yg blm jd ibu2 sdh bs ngerasain perjuAngannya … 🙂
ya kan sama-sama perempuan 😀
😀