
Pukul delapan kurang dua puluh menit, aku sudah duduk manis di dalam bis DAMRI yang akan membawaku ke Bandara Soekarno-Hatta. Ini nerupakan kali ketiga aku mendapat tugas ke luar kita di tahun ini. Padang di Sumatera Barat adalah kota yang menjadi tujuan ku.
Di samping kananku, duduk seorang perempuan yang sedari tadi asyik membaca buku. Wajah manisnya terlihat begitu serius mendalami kalimat-kalimat dari buku bersampul warna biru itu.
Kuperhatikan para penumpang mulai berdatangan. Mereka masuk dan mencari kursi penumpang yang masih kosong, baik di bagian depan atau di bagian bekang. Aku sendiri memilih di bagian tengah.
Selang beberapa waktu, seorang lelaki masuk ke dalam bis sambil membawa sebuah gitar. Jelas, lelaki itu bukanlah penumpang seperti aku dan orang-orang yang sudah duduk tenang di dalam bis ini. Bisa kupastikan, dirinya adalah seorang pengamen.
Benar saja, setelah beberapa saat mencari posisi yang nyaman bagi dirinya untuk bernyanyi sambil memetik gitar, pengamen itu langsung menyapa ramah kepada seluruh penumpang. Selanjutnya, ia mulai menyanyikan sebuah lagu.
Entah apa judul lagu yang dinyanyikan pengamen itu. Mungkin lagu baru. Ya, aku sudah lama tidak mengikuti perkembangan musik dan lagu di negeri ini. Yang jelas, suara pengamen tersebut sangat merdu. Permainan gitarnya pun sangat bagus. Setidak itu menurutku, seseorang yang tidak pandai bernyanyi apalagi bermain gitar.
Aku bangkit dari tempat dudukku untuk mendekati pengamen tersebut. Begitu lagu pertama selesai, aku membisikkan sesuatu di telinganya sambil memberikan selembar uang kertas. Sebuah anggukan dan acungan jempol kanan diberikannya sebagai jawaban.
Aku pun kembali ke tempat dudukku.
Dari tempat dudukku, aku bisa melihat pengamen tersebut sedang bersiap-siap untuk menyanyikan lagu berikutnya. Dengan perlahan, tanganku menutup halaman buku yang sedang dibaca oleh perempuan di samping kananku.
“Berhentilah sejenak!” Pintaku.
Buku bersampul biru berjudul “Jejak-jejak yang Terserak” yang kubeli dua minggu lalu seharga tiga puluh ribu kini berada di dalam pangkuanku. Tertutup.
Aku menangkap raut terkejut di wajahnya. Kulemparkan sebuah senyuman sambil berkata, “Coba kau dengarkan pengamen itu!”
Kami berdua kemudian terdiam.
“Berikutnya dua buah lagu yang khusus dipersembahkan untuk seorang penumpang, perempuan berjilbab kuning, dari seseorang yang mencintai dan menyanginya…!” Ucap sang pengamen.
Aku kembali tersenyum begitu mendengar ucapan sang pengamen tersebut. Sementara wajah perempuan di sampingku kembali mengisyaratkan keterkejutannya.
Sang pengamen pun mulai menyanyikan lagu pertama dari dua lagu permintaanku.
Akhirnya kumenemukanmu
Saat hati ini mulai merapuh
Akhirnya kumenemukanmu
Saat raga ini ingin berlabuh
Kuberharap engkaulah
Jawaban segala risau hatiku
Dan biarkan diriku
Mencintaimu hingga ujung usiaku
Jika nanti ku sanding dirimu
Miliki aku dengan segala kelemahanku
Dan bila nanti engkau disampingku
Jangan pernah letih tuk mencintaiku
Romantis. Mungkin itu suasana yang aku dan dirinya rasakan saat itu. Kurasakan tapak tangan kirinya menggenggam erat tapak tanganku. Hangat!
Selesai dengan lagu pertama, pengamen itu pun melanjutkan dengan lagu kedua.
Bila cinta… menggugah rasa
Begitu indah… mengukir hatiku
Menyentuh jiwaku…
Hapuskan semua gelisah
Duhai cintaku… duhai pujaanku
Datang padaku… dekat disampingku
Ku ingin hidupku selalu dalam peluknya
Terang saja… aku menantinya
Terang saja… aku mendambanya
Terang saja… aku merindunya
Karena dia… karena dia… begitu indah
Duhai cintaku… pujaan hatiku
Peluk diriku… dekaplah jiwaku
Bawa ragaku melayang
Memeluk bintang
Na… na… na… na…
Begitu indah… begitu indah… begitu indah…
Oh… ho… oh… ho…
Begitu… begitu indah
Kehangatan makin kurasa. Kini kepalanya bersandar di pundakku hingga pengamen itu mengakhiri lagu kedua dan bis DAMRI pun mulai melaju membawa aku dan dirinya dalam perjalanan jauh yang kami lakukan bersama-sama untuk pertama kali.
lagian…. seperti sudah mendarah daging di MP ini…. ya udah… sekalian aja 😀
yang bikin kan lelaki 😀
eh… kang hendra ngeliatin yang lain aja…. yang ini milik saya
gimana? berhasil, mas?
seingat saya ada pengamen, cuma sebelum berangkat. waktu bisa jalan, pengamennya udah turun.
asal buku punya sendiri, sepertinya nggak masalah. kalau punya orang lain dan nggak dikasih pinjam, baru nggak boleh 😀
sebelum berangkat, mbak. saya pernah ngalamin sekali…. kalau nggak salah inget 🙂
sudah dijawab tuh…
sudah dijawab ya mbak…..
tapi masih sebatas khayalan, mbak…. kalau belum tahu, ini cerita fiksi 😀
kan saya kalau nulis memang dari hati 😀
iya dooooonk….
wah…. ada sesuatu nih…
eeaa jilbab kuning
hahahahx…seri lelaki banget ini XD
ah.. cara ini pernah saya lakukan di benhil sambil makan seafood… :p
emang di Bis DAMRI bs ngamen ya…. *ealah malah dibahas hehe….
boleh ya baca buku di dalam Damri? #logikaneh #keplak
emang di damri ada pengamen? baru tahu..
Penasaran spti mba tin, emang damri ke bandara ada pengamennya toh? cieee muw jalan2 nih ama jilbab kuning.. oleh2 XD akhirnya…
oh iyaa baru ngeh.. di damri bisa ngamen ya? *ikut yang dibawah.. :))
Romantisnyaa 🙂
cerita fiksi yg menggambarkan suasana hati 😀
co cwiiit.. 🙂
Lagunya Naff…. Hiks.. Hiks… Kenapa lagu itu jadi begitu menyakitkan di telinga saya, ya…? *lebay