Keindahan di antara Kita

Sal, suatu ketika aku menghadiri sebuah acara yang diadakan di sebuah mall. Acara tersebut menghadirkan pembicara yang menyampaikan tentang kesan akan sesuatu yang ditangkap oleh mata, telinga, dan perasaan. Mungkin masih ada kaitannya dengan ceritaku tentang mengenang keindahan sebelumnya.

Menurut pembicara itu, jika yang ditangkap oleh mata, telinga, dan perasaan adalah hal-hal yang indah, maka yang tertanam di dalam benak pikiran seseorang dan mungkin menghunjam di hatinya adalah keindahan dan keindahan, meskipun keindahan itu sederhana, kecil, atau bahkan terkesan sepele. Beliau mencontohkan, di era teknologi saat ini, suatu peristiwa atau kejadian akan mudah tersebar ke mana-mana. Jika ada seseorang memotret tentang sebuah kemacetan di salah satu jalan, kemudian orang tersebut mengupload ke blog atau media sosial dan kemudian dilihat oleh banyak orang, maka yang ditangkap oleh mata dan dirasakan oleh yang melihat adalah kemacetan. Dan itu akan tersimpan di dalam memorinya. Meskipun kondisi jalan tersebut sudah berubah, namun bisa jadi, bayangan tentang kemacetan itu masih tertinggal di dalam benaknya.

Karenanya, menurut pembicara itu lagi, untuk menghilangkan aura negatif di dalam diri dan di sekeliling, keindahanlah yang harus dimunculkan. Kamu setuju?

Ketahuilah, siang tadi, ketika aku mendengarkan khutbah jum’at di mana sang khatib menyampaikan khutbah tentang perintah Allah agar hamba-Nya menjaga diri dan keluarga dari siksa api neraka, ada peran seorang istri di situ. Kamu tahu, khatib itu mencontohkan apa yang selalu kamu lakukan ketika melepasku pergi mencari nafkah, yaitu berpesan agar diriku mencari rezeki yang halal. Bukan soal kwantitas, melainkan soal keberkahan.

Kamu tahu, bahwa aku tersenyum ketika sang khatib mencontohkan demikian. Di mataku, terbayang keindahanmu. Tetaplah seperti itu, kumohon.

Aku pun teringat tentang sebuah puisi yang kamu buat untukku yang kau selipkan di saku kemejaku sebelum aku berangkat meninggalkan rumah.

pergilah abang
carilah uang
dengan cara halal bukan yang dilarang
tak sudi diri ini terpanggang
di api neraka yang pedihnya bukan kepalang
dan sakitnya tak terbilang

pergilah abang
carilah uang
kutitipkan engkau kepada Yang Maha Pengasih dan Penyayang
agar kau tak jatuh ke jurang
selamat pergi dan pulang
kan kusambut dengan penuh riang

yakinkan dalam diri
bahwa bukan semata materi
yang kita cari
namun juga kasih sayang sepenuh hati
yang menyatukan kita sampai mati
bahkan sampai hidup lagi

tiada guna harta berlipat
bila kasih tak tercurah
tiada guna rumah bertingkat
bila cinta sudah punah
tiada guna kendaraan mengkilat
bila sayang tak tertumpah

Lalu, aku pun mencoba kembali untuk mengingat-ingat keindahanmu yang lain untuk kutulis di sini. Sebagai pengingat.

Sepertinya, mimpi indahku sering kali buyar saat kau membangunkanku menjelang shubuh. Tak apa, aku lebih suka dengan caramu membangunkanku daripada keindahan yang hadir dalam mimpiku. Aku suka caramu yang indah itu yang tanpa menggunakan tangan apalagi kaki, bahkan tanpa bersuara.

Dulu aku mengatakan bahwa panas terik dan hujan badai akan kulewati agar aku bisa bersamamu. Tapi beberapa hari yang lalu, dirimu yang melakukannya dengan membawa sebuah payung hitam, datang menjemputku, lima menit setelah shalat maghrib tertunaikan. Indahmu yang kurasakan saat itu.

Di lain hari dengan cuaca yang sama, kurasakan kembali keindahanmu, tak hanya di mata, tetapi juga di hatiku, ketika dirimu lemparkan senyuman hangat manakala menyambut kedatanganku yang membawa hawa dingin di seluruh tubuhku akibat hujan deras yang menemaniku selama perjalanan pulang. Tanpa segan, dirimu menguluran tanganmu untuk membantu melepaskan mantel, jaket, sepatu, dan tas yang kukenakan, meski itu membuat pakaian yang kau kenakan menjadi sedikit basah. Handuk dan baju salinan pun dengan sigap kau sediakan. Selanjutnya, semangkuk mi rebus kau sajikan. Hangat. Indah.

Lantas, adakah keindahanku di matamu dan hatimu?

Rasa ingin tahuku mendorong jenariku untuk mengetik sebuah SMS untuk menanyakan hal itu kepadamu.

“Aku suka ketika Abang memelukku!”

“Kenapa?”

“Karena aku merasa nyaman ketika berada di pelukan Abang. Aku suka mendengar degup jantung Abang.”

“Memangnya seperti apa iramanya?”

“Degup jantung Abang seolah-olah berkata Abang sayang Aku.”

Dan Aku tersenyum membaca SMS jawabanmu.

“Ada lagi yang lain?”

“Tentu ada. Ada keindahan ketika Abang dengan seksama menyimak tilawahku baik ketika ada di sisiku secara langsung, maupun ketika tidak berada di sisiku karena sedang melaksanakan tugas di luar kota, Abang tetap menyimak bacaanku melalui telepon. Aku merasakan keindahan Abang ketika kita makan siang bersama selepas Abang melaksanakan shalat jum’at. Dengan lahap, Abang menikmati masakanku yang alakadarnya sambil menyampaikan apa yang Abang dengar dari sang khatib di atas mimbar. Aku pun merasakan keindahan saat Abang menemaniku di dapur meskipun dengan aktifitas yang berbeda. Aku memasak sementara Abang asyik di depan laptop. Lalu setelah semuanya selesai, kita bersama-sama membersihkan semua perlatan dapur yang kotor.”

Ah… semoga akan selalu ada keindahan di antara kita, Sayang. Aamiin.


Seri Samara Lainnya :

6 respons untuk β€˜Keindahan di antara Kita’

    • jampang April 14, 2013 / 10:12

      insya Allah begitu…. terima kasih atas kunjungannya

  1. tinsyam April 15, 2013 / 14:05

    itu indah banget makan siang semangkuk mie sambil bahan obrolan khatib..

    • jampang April 15, 2013 / 16:41

      iya mbak…. πŸ˜€

Tinggalkan jejak anda di sini....

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s