Ketiga Perempuan Itu…

woman“Kue… Kue…!”

Suara itu, atau tepatnya teriakan itu terdengar begitu jelas di telinga saya. Adalah seorang perempuan berusia lanjut yang meneriakkan kata itu. Beliau adalah seorang penjual kue keliling.

Setiap paginya, sebelum saya berangkat ke kantor, bahkan sebelum saya melakukan sarapan pagi, beliau sudah berkeliling menjajakan dagangannya melewati depan rumah. Dengan tubuhnya yang sudah tak lagi tegak, beliau membawa aneka kue dalam sebuah keranjang.

“Kue… Kue…!”

Teriakan itu terdengar begitu keras seolah-olah dilakukan dengan penuh tenaga. Teriakan itu menjadi ciri khas seorang nenek penjual kue keliling yang setiap paginya nelewati depan rumah saya.

Matahari pun kian meninggi dan waktunya saya berangkat ke kantor. Setelah selama dua puluhan menit di dalam perjalanan, saya pun tiba di basement gedung kantor untuk memarkirkan sepeda motor. Lalu saya menuju tangga naik.

Di depan tangga naik, saya bertemu seorang perempuaan yang selalu menyapa saya dengan sebuah senyuman khasnya. Perempuan itu lebuh muda usianya dibandingkan nenek yang saya ceritakan sebelumnya, namun memiliki pekerjaan yang hampir sama, yaitu menjual aneka kue serta teh manis hangat ataupun kopi. Bedanya, jika sang nenek berdagang keliling kampung, maka sang ibu hanya menjaga tempat dagangannya yang berupa meja kecil sambil menunggu para pelanggannya.

Jika di waktu saya akan menaiki tangga tidak ada pelanggan yang membeli, bisa dipastikan bahwa ibu tersebut akan tersenyum menyapa saya dan juga mungkin orang-orang yang melewati tempat dagangannya.

Semoga Allah melimpahkan rezeki untuk keduanya. Aamiin.

Apa yang dilakukan oleh nenek dan ibu penjual kue yang sering saya temui itu mengingatkan saya akan seorang perempuan lain. Seorang perempuan yang usianya jauh lebih muda dari keduanya.

Perempuan muda tersebut memiliki keinginan untuk tetap bekerja meskipun kelak dirinya sudah memiliki anak. Keinginannya tersebut didasari pengalaman ibunya yang diberikan izin oleh ayahnya untuk tetap bekerja. Izin tersebut sangat membantu sang Ibu memenuhi kebutuhan anak-anaknya ketika sang ayah meninggal dunia.

Sebuah keinginan yang mungkin didasari atas kekhawatiran jika nasibnya sama dengan ibunya meskipun dirinya tidaklah berkeinginan demikian. Mungkin sebuah kekhawatiran yang wajar. Tapi akan tidak wajar jika kekhawatiran tersebut akan menghapus kebahagiaan yang terjadi di hari ini. Usia seseorang tak ada yang tahu pasti, hanya Allah yang mengetahui.

Semoga Allah memberikan yang terbaik untuk ketiga orang perempuan di atas.

Hm, tiba-tiba saya kembali teringat dengan tiga orang perempuan lain. Tiga orang Ibu Rumah Tangga : Yang Memilih, Yang Bosan, dan Yang TakΒ Diridhoi


Tulisan Terkait Lainnya :

22 respons untuk β€˜Ketiga Perempuan Itu…’

  1. Novi Kurnia Mei 24, 2013 / 08:59

    jd inget waktu kecil di banjar, ibu pedagang kue keliling juga selalu berseru, “wadai! wadai!” *wadai=kue.

    • jampang Mei 24, 2013 / 09:04

      dapat kosa kata baru πŸ™‚

      • jampang Mei 24, 2013 / 17:02

        wadai apa, kang?

        jadi kalau kue pastel…. wadai pastel gitu yah? πŸ˜€

      • tipongtuktuk Mei 24, 2013 / 20:00

        yang jelas bukan wadai pempek atau bakso … he he he …

      • jampang Mei 25, 2013 / 18:55

        πŸ˜€
        pastinya bukan itu, kang

      • Novi Kurnia Mei 25, 2013 / 06:16

        wadai apa? wadai untuk untuk? = D

      • jampang Mei 25, 2013 / 18:57

        sama mau nanya juga….. kalau tipongtuktuk tahu πŸ˜€

      • jampang Mei 25, 2013 / 20:32

        he he he

        *kayanya tipe ketawanya tebalik nih*

      • Novi Kurnia Mei 26, 2013 / 12:22

        kue donat tanpa bolongan khas banjarmasin = ))

      • tipongtuktuk Mei 26, 2013 / 12:51

        oh, begitu …
        di sini juga ada kayaknya, tapi gak tahu namanya apa … he he he …

  2. tipongtuktuk Mei 24, 2013 / 13:21

    dulu di tempat saya juga ada ibu-ibu yang jualan gorengan keliling, gethuk keliling, dan jamu juga keliling … he he he …

    • jampang Mei 24, 2013 / 17:02

      ibu saya juga dulu pernah jadi pedagang keliling

      • tipongtuktuk Mei 24, 2013 / 20:00

        iya, pernah baca waktu di mp dulu … he he he …

      • jampang Mei 25, 2013 / 18:56

        dan mungkin masih bisa dibaca di WP ini jika berhasil diimport πŸ˜€

  3. thetrueideas Mei 24, 2013 / 15:54

    jadi ingat ama yuk Ti, yang menghidupi keluarganya dengan berjualan kue dan suka lewat depan rumah, tempayan wadah kue yang disungginya cukup berat…namun demi menghidupi keluarga semua ditempuhnya….

    *menerawang ke masa kecil T_T

    • jampang Mei 24, 2013 / 17:05

      dulu ibu saya pernh jualan jamu keliling… nungguin pulang karena selalu bawa kue πŸ™‚

  4. ibuseno Mei 24, 2013 / 18:11

    Saya juga waktu kecil pernah jualan kue..sekali2nya keliling, dan gak laku..karena teriakannya kurang keras 😦

Tinggalkan jejak anda di sini....

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s