Berjalanlah Di Hadapanku, Karena Aku Akan Melindungimu

siluet muslimahSal, mungkin dirimu bertanya-tanya tentang kejadian tadi pagi ketika kita sedang menaiki anak tangga dari basement tempat parkir menuju lobi kantor kita. Aku secara tiba-tiba memintamu untuk berjalan di depanku, padahal sebelumnya kita berjalan beriringan. Aku akan memberikan jawabnya untukmu dalam bentuk cerita, karena terkait dengan pengalamanku beberapa waktu lalu. Kuharap dirimu tak keberatan mendengarkannya.

Sal…

Suatu ketika, ROHIS SMA di mana aku bersekolah mengadakan kegiatan Tafakkur Alam ke suatu tempat. Salah satu kegiatannya adalah mengunjungi sebuah air terjun dengan cara berjalan kaki dari tempat menginap. Maka, berangkatlah semua peserta.

Awalnya kami berangkat secara bersama-sama, namun di tengah jalan masing-masing kelompok baik peserta putra maupun putri terpecah-pecah menjadi kelompok-kelompok kecil. Ada yang berlima, berempat, bertiga, atau hanya berdua saja. Kira-kira seperti itulah.

Aku sendiri berjalan bersama seorang teman yang kemudian berkomentar ketika melihat beberapa orang peserta putri yang berjalan di depan kami. AKu tak tahu apa penyebabnya, mungkin karena kelompok putri tersebut berangkat lebih duhulu atau mereka berhasil menyusul kelompokku.

“Perempuan kok jalannya di depan!”

Kira-kira seperti itulah komentarnya. Kurang lebih. Mungkin ada yang kurang pas di dalam pikiran temanku itu atas apa yang dilakukan oleh kelompok pserta putri yang berjalan di depan kami.

Ladies first. Mungkin itu adalah kalimat yang sering aku dan kamu dengar yang intinya memberikan kesempatan kepada kaum perempuan untuk melakukan sesuatu, misal ketika naik atau keluar lift, naik angkot, dan berbagai kegiatan lainnya jika memang tidak ada ketentuan nomor antrian.

Aku sendiri tidak selalu mengikuti kaidah tersebut. Jika aku sudah di antrian depan, aku tidak akan mempersilahkan perempuan yang di belakang untuk maju terlebih dahulu. Apakah kamu akan berpikir bahwa aku adalah orang yang tidak mau mengalah? Ya, mungkin itu ada benarnya.

Sal, beberapa hari yang lalu, ada kejadian yang masih terbayang di dalam ingatanku yang mungkin bisa dikaitkan dengan pengalamanku di SMA yang baru saja kuceritakan kepadamu.

Suatu siang di gedung tempatku bekerja, pintu lift lantai lima terbuka. Kosong. Aku pun masuk ke dalamnya. Tak lama kemudian lift berhenti di lantai empat. Seorang perempuan masuk ke dalam lift. Kami berdiri berjauhan. Aku berdiri dengan menempelkan tubuhku ke dinding lift bagian belakang, sementara perempuan tersebut berdiri dekat pintu lift. Tujuan kami sama, turun ke lantai dasar.

Pintu lift terbuka ketika tiba di lantai dasar. Aku tidak berniat untuk mendahului perempuan tersebut untuk keluar dari lift karena tempatku berdiri lebih jauh ke pintu lift dibandingkan perempuan tersebut. Namun, perempuan tersebut mempersilahkan aku untuk keluar terlebih dahulu. Aku langsung mengikuti permintaannya. Padahal aku bisa saja mempersilahkannya terlebih dahulu. Entahlah, kenapa aku tidak melakukan itu.

Hanya saja, sesaat setelah keluar dari lift, aku teringat sebuah cerita tentang seorang pemuda gagah perkasa yang sedang melakukan perjalanan bersama dua orang perempuan dari negeri Madyan. Lelaki itu adalah Nabi Musa. Aku pernah mendengar kisahnya dari seorang penceramah kondang sekian tahun silam. Aku sendiri belum mendapatkan keterangan mengenai valid atau tidak kisah tersebut.

Alkisah, setelah menolong dua orang perempuan mengambil air, Nabi Musa pun diajak ke rumah kedua perempuan itu untuk menjumpai ayah mereka yang sudah tua.  Kedua perempuan tersebut berjalan di depan Nabi Musa. Tiba-tiba angin bertiup kencang sehingga sebagian kain yang dikenakan oleh kedua perempuan tersebut tersingkap. Melihat kejadian itu, Nabi Musa meminta kedua perempuan itu berjalan di belakangnya, bukan di depannya. (*)

Sejenak, aku berpikir, mungkin perempuan yang mempersilahkan aku untuk keluar terlebih dahulu mengetahui cerita tersebut sehingga dirinya tidak ingin berjalan di hadapanku. Khawatir mataku akan melihat yang seharusnya tidak kulihat. Sekali lagi, mungkin.

Aku berpikir mungkin dengan apa yang dilakukan oleh perempuan tersebut itu lebih aman, baginya dan bagiku.

Itulah alasan kenapa aku memintamu untuk berjalan di depanku ketika menaiki tangga pagi tadi. Jika dirimu sempat memperhatikan di depan kita berjalan sepasang suami-istri. Aku mengenal keduanya. Mereka berjalan mesra, menaiki anak tangga sambil bergandengan tangan, sama seperti apa yang kita lakukan.

Hanya saja, kedua mataku menangkap sesuatu yang seharusnya tidak kupandang dan aku juga tidak mengingkan orang lain melakukan hal itu kepadamu. Pakaian, terutama celana panjang yang dikenakan oleh sang istri terlihat lebih ketat dari pakaian yang dikenakan suaminya, sehingga menampakkan lekuk tubuhnya. Jika aku terus berjalan di sisimu, maka sepanjang anak tangga yang akan kita lalui itu, mataku tak bisa terbebas dari pemandangan itu. Karenanya, aku memintamu untuk berjalan di depanku.

Aku melakukannya dengan dua tujuan. Pertama, untuk melindungi pandangan kedua mataku. Kedua, untuk melindungi pandangan orang lain yang berjalan di belakang kita terhadap dirimu. Meskipun dirimu telah melindungi tubuhmu dengan maksimal. Berjilbab hingga menutupi dada, mengenakan baju yang tidak ketat, mengenakan rok, hingga berkaos kaki. Cara berpakaianmu itulah yang pertama kali membuatku tertarik dan menjatuhkan pilihan hati kepadamu. Namun demikian, aku ingin menambahkan perlindungan itu untukmu. Karena aku adalah suamimu yang berkewajiban untuk menjagamu. Apa lagi, aku telah mengatakan kepadamu bahwa aku adalah lelaki pencemburu.

Mungkin, di lain waktu dan kesempatan, aku akan memintamu untuk berjalan di depanku agar aku bisa melindungimu. Dan mungkin aku akan mempercepat langkahku untuk mendahului perempuan yang ada di hadapanku. Doakan aku, Sal!

******

(*)  Kisah di atas belum saya temukan dasarnya. Sementara saya mendapatkan versi lain yang terdapat di dalam tafsir Ibn Katsir tanpa keterangan shahih atau tidaknya sebagai berkut berikut:

‘Umar, Ibn ‘Abbas, Syuraih al-Qadhi, Abu Malik, Qatadah, Muhammad bin Ishaq, dan banyak lagi yang lainnya mengatakan: Tatkala perempuan itu berkata, “Sesungguhnya sebaik-baik orang yang kau ambil untuk dipekerjakan adalah orang yang kuat lagi amanah.” Lalu ayah perempuan itu bertanya kepadanya, “Bagaimana bisa kau mengetahui kuat dan amanahnya orang ini?” Perempuan itu menjawab, “Sesungguhnya dia mampu mengangkat batu besar yang tidak bisa diangkat kecuali oleh sepuluh orang. Dan dia juga sewaktu datang kemari bersamanya, awalnya aku berjalan di depannya, lalu dia berkata kepadaku: Berjalanlah kau di belakangku. Jika terdapat persimpangan jalan, lemparkanlah kerikil untuk memberitahuku jalan mana yang harus kuambil.”

Terima kasih untuk Kang Hendra atas keterangan dalam tafsir Ibn Katsir tersebut.


Cerita Terkait Lainnya :

7 respons untuk ‘Berjalanlah Di Hadapanku, Karena Aku Akan Melindungimu

  1. tipongtuktuk Juni 8, 2013 / 20:35

    pertamaxxxxxx … he he he …
    oh, untuk kisah Sal ternyata, Bang …
    kalau Eneng ke mana? xixixixi …

    • jampang Juni 10, 2013 / 07:39

      selamat…!!!!

      iya kang, untuk kisah Sal. kalau eneng, tinggal diganti aja…. jadi Neng Sali…. 😀

  2. titintitan Oktober 7, 2015 / 08:21

    *menyasarkan diri kemari 😀

    dulu jaman kuliah jg ikhwan2 suka pd gitu, buru2 ngedahuluin kalo ada kita2. trs nyeletuk, kata Umar juga mending jalan depan singa drpd di belakang akhwat.

    gaktau riwayatnya tapina 😀

    • jampang Oktober 7, 2015 / 10:26

      tapi kalau sudah jadi suami, bakalan jalan di belakang kali yah? 😀

      • titintitan Oktober 9, 2015 / 09:49

        iya.. itu kya kasus sali 😀

      • jampang Oktober 9, 2015 / 15:12

        sip… sip… sip…

Tinggalkan jejak anda di sini....

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s