Dari Mata [dan Telinga] Turun Ke Hati

ilustrasi : http://www.fanpop.com

Alhamdulillah, Allah masih memberikan ni’mat dua mata yang masih jelas melihat dan dua telinga yang masih jelas mendengar hingga detik ini kepada saya. Semoga anda pun merasakan hal yang sama seperti apa yang saya rasakan.

Dengan kedua mata, kita bisa melihat hal-hal yang indah yang kemudian bisa memberikan ketenangan di hati dan pikiran. Cobalah berdiri di teras rumah di pagi hari ini. Jatuhkan pandangan ke sekeliling. Apa yang anda lihat?

Ya, tidak semua orang mempunyai pemandangan yang sama. Sebagian bisa melihat halaman yang indah penuh warna-warni bunga yang sejak lama ditanamnya. Sebagian lain hanya memandang tembok penghalang karena rumahnya berhadapan langsung dengan rumah milik orang lain. Jika anda berada di kondisi kedua, mungkin anda harus berjalan sedikit untuk menemukan sesuatu yang indah.

Dengan kedua teling, kita bisa mendengar hal-hal yang indah yang kemudian bisa memberikan ketenangan di hati dan pikiran. Cobalah berdiri di teras rumah di pagi hari ini. Pasang kedua telinga lebar-lebar. Apa yang anda dengar?

Ya, tidak semua orang mendengarkan suara yang sama. Sebagian bisa mendengar kicau burung yang sedang berterbangan dari satu pohon ke pohon lain atau kokok ayam jantan. Sebagian lain hanya mendengar suara deru kendaraan yang lalu lalang di depan rumahnya atau kereta yang melintas sebab rel kereta terletak hanya beberapa puluh meter dari tempat tinggalnya. Yang pasti, kondisi keduanya bisa dianggap sebagai sebuah keindahan, bukan?

Nyatanya, tidak semua yang kita lihat atau dengar berupa keindahan, melainkan sesuatu yang membuat diri menjadi kesal, jengkel, marah, dan emosi lainnya yang serupa. Meskipun di balik itu ada hikmah yang terselip, namun rasanya, kita, atau tepatnya saya, tidak bisa menemukannya dalam waktu cepat. Bisa jadi, emosi itu datang lebih dahulu daripada hikmah. Bisa jadi, justru emosi itu yang menghalangi datangnya hikmah atau pembelajaran dari sesuatu itu.

Seperti apa yang baru saja saya alami. Beberapa kali, kedua mata saya menangkap status dari salah seorang kontak yang isinya membuat otak dan hati saya panas membara. Statusnya menjelek-jelekan saudaranya sendiri dengan dasar sebuah berita yang didengar atau dibacanya. Jika saya bijak, mungkin saya akan menanggapinya, mengingatkannya, atau apalah namanya, sebab mungkin ia hanya mengungkapkan dari apa yang sekilas dibacanya atau mungkin sudah terjebak di dalam bacaan yang menjadi acuannya. Entahlah, saya tidak tahu. Saya pun tidak bisa bijak.

Saya hanya berpikir, saya merasa rugi membaca kalimat-kalimat di dalam statusnya. Saya merasa rugi karena hati dan pikiran saya yang semula tenang membaca status-status kontak saya yang lain harus terganggu ketika membaca statusnya tersebut.

Dan saya pun memutuskan untuk tidak akan lagi membaca statusnya… tentang apa pun. Loe – Gue – End!

dari mata turun ke hati
lalu merasuk ke dalam sukma
akankah hadir ketenangan ataukah kegundahan
tergantung apa yang dilihat mata
dari keduanya bermula

Saya pun teringat dengan coretan saya beberapa waktu yang lalu, yang sepertinya ada kemiripan dengan kejadian yang saya alami.

Buta Tuli, Sekali-kali Gak Apa-apa Kali

Karena dalam hidup banyak sekali pilihan, maka banyak pula keputusan yang akan diambil. Entah atas dasar pemikiran sendiri, masukan dari orang-orang sekitar, atau pun hasil dari musyawarah bersama. Pastinya setelah keputusan atas sebuah pilihan dijalankan, adanya untung rugi dalam soal hitung-hitungan matematika, munculnya dampak berupa kebaikan atau keburukan, adanya rasa susah maupun senang, sudah pasti menjadi kepingan dari kehidupan itu sendiri. Tinggallah bagaimana si pengambil keputusan tersebut menjalaninya.

Tapi nyatanya, menjalani suatu pilihan terkadang jauh lebih sulit daripada menjatuhkan pilihan itu sendiri. Jika mengambil keputusan atau menentukan pilihan hanya perlu sesaat, sejam, sehari, atau pun beberapa hari saja. Sedangkan menjalaninya bisa memakan waktu seumur hidup. Bersyukur jika pilihan itu masih bersifat tentatif, sehingga bisa berubah-ubah jika diperlukan kapan saja. Namun, jika pilihan itu adalah sesuatu yang final, maka tak ada lagi kesempatan untuk mengubahnya. Menyesal pun tiada guna.

Maka berbahagialah dengan pilihan dan keputusan yang sudah diambil. Jika nasi sudah menjadi bubur, jangan dibuang. Carilah pelengkapnya supaya bubur tersebut menjadi bubur yang lezat untuk dinikmati.

Adakalanya penyeesalan itu datangnya dari diri sendiri. Mata yang melihat dan telinga yang mendengar punya sumbangsih yang besar terhadap sebuah penyesalan atas sebuah pilihan atau keputusan yang diambil.

Seorang kawan membeli sebuah jam tangan bermerk terkenal. Harganya hampir setengah jutaan. Senang sekali dia ketika pergelangan tangan kirinya melingkar jam mewah tersebut. Nmun sesaat kemudian, kesenangannya sirna manakala seorang kawan yang lain memberi info bahwa harga normal dari jam tangan tersebut adalah separuh dari jumlah uang yang telah dia keluarkan.

Kejadian di atas mungkin hanyalah sebuah ontoh kecil. Namun, dari hal-hal yang kecil banyak pelajaran yang bisa diambil untuk menghadapi sesuatu yang lebih besar dalam kehidupan ini. Bukankah tak ada orang yang tersandung gunung?

Apa pun pilihan atau keputusan yang diambil, konsistenlah. Tak usah risau dengan tanggapan orang lain yang kita lihat dan ucapan orang lain yang kita dengar. Karena setiap orang berbeda. Apalagi semuanya itu diambil setelah melakukan pertimbangan masak-masak, musyawarah, dan mengikutsertakan Allah SWT, Sang Pemilik Kehidupan.

Meski masalah yang dihadapi, pilihan, atau keputusan yang diambil hampir serupa, tetap saja ada bedanya. Apalagi ada rahasia di balik rahasia yang tak bisa semuanya dibagi ke semua orang.

Wallahu a’lam.

7 respons untuk ‘Dari Mata [dan Telinga] Turun Ke Hati’

  1. wisnuwidiarta Juni 16, 2013 / 11:42

    Saya juga melakukan hal yang sama di FB. Jika saya tidak suka dengan status salah satu kontak, saya sembunyikan statusnya. Jika sering, berhenti berlangganan. Jika ekstrem, hapus pertemanan. Super keterlaluan ignore future invitation.

    • jampang Juni 16, 2013 / 11:44

      Wah… Bisa bertahap gitu yah? Baru tahu saya, selama ini make cuma add dan delete pertemanan aja 😀

      • wisnuwidiarta Juni 16, 2013 / 11:46

        Hanya via browser pc. Bisa sangat bertahap, tergantung damage yang ditimbulkan 🙂

      • jampang Juni 17, 2013 / 07:57

        berarti selama ini saya nggak memperhatikan 😀

      • wisnuwidiarta Juni 17, 2013 / 08:41

        Memang tidak terlihat jelas. Tombolnya saja tidak terlihat secara default. Harus mouse over ke bagian kanam atas statusnya.

  2. efinfintiana Juni 16, 2013 / 13:55

    wah, saya juga baru tahu kalo bisa bertahap gitu. 😀

    • jampang Juni 17, 2013 / 07:57

      sama, mbak 😀

Tinggalkan jejak anda di sini....

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s