Selepas melaksanakan shalat maghrib saya kembali ke ruang kerja. Duduk di depan komputer yang masih menyala, melakukan sesuatu. Tiba-tiba seorang rekan saya datang menghampiri.
“Belum pulang, Mas?” Tanyanya.
“Belum!” jawab saya singkat.
“Nggak ditungguin sama anak, Mas?” Tanyanya lagi.
Saya tak menjawab dengan kalimat, hanya dengan sebuah tawa kecil.
“Aku kalau terlambat pulang atau nggak ketemu anak-anak sehari aja, rasanya gimana itu.” Ucapnya lagi.
Sepertinya saya baru pertama kali melihat rekan saya yang satu ini pulang larut bahkan selepas maghrib masih berada di kantor. Hari-hari biasanya, jika waktu mendekati pukul tujuh belas, dirinya segera bersiap-siap untuk pulang ke rumah menemui keluarganya. Sementara saya sendiri, hampir tiap hari pulang selepas isya sejak beberapa waktu lalu.
“Gue udah lewat fase yang namanya ‘rasanya gimana itu’. Kesedihan terdalam yang pernah gue rasaian adalah ketika gue nggak mendapati lagi sambutan terhangat dari anak gue ketika gue pulang dari kantor. Bahkan gue pernah nangis sejadi-jadinya sampe pipi gue banjir dengan air mata!” Timpal saya. Hanya saja saya mengucapka kalimat tersebut di dalam hati. Hanya sebuah tawa yang keluar dari mulut saya saja yang didengar oleh rekan saya itu.
Adalah sebuah kerinduan yang semakin kuat yang muncul di dalam diri saya akan kebersamaan dengan anak lelaki saya, Syaikhan Muhammad Azzamy yang kini sudah berusia lima tahun, bilamana saya membaca cerita dari teman-teman saya di sebuah forum diskusi tentang celoteh anak-anak mereka. Rindu itu datang menghantam, bilamana saya melihat seorang bapak sedang berboncengan dengan anaknya di atas sepeda atau sepeda motor. Rindu itu berkunjung tanpa permisi, bilamana saya melihat seorang bapak mengajak anak lelakinya datang ke masjid untuk mengikuti shalat berjam’ah. Rindu itu hadir tanpa kabar, bilamana kedua mata saya mendapati bulan di langit, entah purnama ataupun sabit, karena Syaikhan sangat suka melihat bulan.
Ya, saya rindu dengan peritiwa-peristiwa itu karena kami pernah melaluinya. Kami pernah melakukannya bersama-sama.
Adalah suatu kejadian yang menyebabkan saya dan anak saya tidak tinggal di dalam satu rumah. Saya tinggal di Kebon Jeruk sementara Syaikhan tinggal bersama ibunya di Depok.
Sebelum bersekolah, secara bergiliran, Syaikhan akan menginap bersama saya dan ibunya selama satu atau dua minggu. Namun sejak tahun lalu, ketika Syaikhan sudah mulai bersekolah di Depok, saya tak pernah lagi menyikat giginya di malam hari, meceritakan kisah Nabi Sulaiman dan burung Hudhud, menggendongnya agar bisa tertidur sambil membacakan shalawat atau rangkaian kalimat tasbih, hamdalah, tahlil dan takbir bila dirinya tak bisa tidur dengan cepat.
Liburan sekolah pun tiba. Kebersamaan saya dengan Syaikhan selama beberapa hari mengisi liburan sudah terbayang jelas di dalam benak saya. Itu adalah impian saya di masa liburan sekolah kali ini.
*****
Assalaamu ‘alaikum wa rahmatullaahi wa barakatuh.
Syaikhan, apa kabar? Mudah-mudahan dalam keadaan sehat.
Oh ya, Syaikhan sudah libur sekolah, kan? Abi kangen. Abi mau ngajak Syaikhan menginap di rumah Nenek bersama Abi. Sudah lama Syaikhan nggak berkunjung dan menginap di rumah Nenek. Nenek, Kakek, Tante, dan Om juga kangen sama Syaikhan. Bahkan dede Lulu datang jauh-jauh dari Semarang. Dede Aliya juga ingin sekali bertemu Syaikhan lagi.
Syaikhan kangen, nggak?
Abi kangen banget sama Syaikhan. Abi kangen dengan celotehmu. Pasti celotehmu lebih banyak daripada sebelum-sebelumnya karena usiamu sudah lima tahun dan sudah bersekolah. Abi ingin sekali mendengar cerita-ceritamu. Abi masih terbayang-bayang dengan gayamumu ketika bercerita. Kamu selalu bercerita dengan semangat tentang apa saja.Terkadang ceritamu membuat Abi tertawa bahagia.
Abi kangen dengan sambutan hangatmu ketika Abi pulang kantor. Kamu akan berteriak memanggil-manggil Abi. Kadang sambil melompat-lompat, kadang sambil membukakan pintu pagar agar sepeda motor Abi bisa masuk. Namun adakalanya juga kamu cuek. Cuekmu itu pun kadang membuat Abi tertawa.
Abi kangen dengan suasana pagi ketika kita berolahraga bersama. Jalan-jalan pagi ataupun bermain bola di lapangan dekat rumah.

Abi kangen dengan kebersamaan kita di atas motor. Di saat itulah kamu banyak bercerita tentang apa saja. Tentang kejadian apa saja yang sudah kamu alami, tentang apa saja yang kamu lihat selama dalam perjalanan.

Abi kangen dengan suasana malam ketika kita mendapati bulan di langit. Kamu suka sekali melihat bulan, apalagi ketika purnama. Jika kita berdua berada di luar rumah di malam hari, maka pertanyaan, “Bi, bulannya mana?” selalu kamu tanyakan. Adakalanya kamu langsung menemukan bulan purnama, maka dirimu langsung gembira sambil memberitahukan Abi di langit bagian mana purnama itu berada. Adakalanya kamu mendapati bulan separuh, sabit, atau bahkan tidak melihatnya sama sekali karena malam itu adalah awal bulan atau langit yang sedang diselimuti awan mendung.
Abi teringat dengan pervakapan kita pada suatu malam. Abi dan kamu tidak langsung pulang ke rumah setelah selesai shalat Isya di masjid. Abi mengajakmu naik ke lantai dua masjid, lalu memberi tahu tentang keberadaan bulan di langit malam. Di bawah, para jama’ah sudah pergi meninggalkan masjid. satu per satu lampu dimatikan. Gelap.
“Kok mati, Bi?” Tanyamu tentang lampu yang dimatikan.
“Iya. Orang-orang sudah pulang ke rumah. Jadi lampunya dimatikan.” Jawab Abi.
“Di bulan terang, Bi!” Kamu memberitahukan Abi tentang keadaan bulan saat itu.
“Iya.”
“Syehan seneng di bulan, Bi.”
“Syaikhan mau ke bulan?” Tanya Abi.
“Mau.” Jawabanmu yang mantap itu membuat Abi tersenyum.
Di lain malam ada pula percakapan kita yang lain tentang bulan.
“Bi, ada bulan!” Teriakmu sambil menunjuk ke arah bulan sabit yang bertengger di langit malam. Kamu menemukan apa yang kamu cari.
Kamu pun meminta Abi untuk melihat ke langit.
“Itu namanya bulan sabit,” jelas Abi.
“Bi, bulannya ketutup awan,” ucap Syaikhan kemudian ketika melihat bulan tertelan awan.
Saking senangnya melihat bulan, kamu bernyanyi tentang bulan dengan lirik yang kamu ciptakan sendiri.
“bulan terang, bulan gelap, bulan ketutup awan”
Kira-kira seperti itu lirik lagu buatanmu yang kamu nyanyikan beberapa kali. Tapi begitu Abi minta menyanyikannya di lain malam, kamu sudah lupa.

Syaikhan, itu hanya sebagian hal yang membuat Abi kangen. Masih banyak hal lain tentang dirimu yang membuat kangen Abi semakin besar. Abi berharap, di liburan kali ini, Abi bisa menghabiskan waktu selama beberapa hari bersamamu. Kita bisa pergi ke Kebun Binatang atau mungkin arena bermain kesuakaanmu. Kita bisa berpetualang naik angkot lagi seperti yang pernah kita lakukan dahulu. Kita pun bisa berbelanja bersama di minimarket favoritmu. Semoga dirimu berkenan mengabulkan keinginan Abi tersebut.
Sampai berjumpa, Syaikhan.
Abi selalu menyayangimu.
Wassalaamu ‘alaikum wa rahmatullaahi wa barakatuh.
Tulisan Terkait Lainnya :
- My Dearest Syaikhan : Sudah Besar (2)
- My Dearest Syaikhan : Catatan Akhir Pekan yang Tak Tertunaikan
- My Dearest Syaikhan : Keseruan di Bawah Langit Mendung
- My Dearest Syaikhan : Logo Halal
- My Dearest Syaikhan : Doa dan Selfie
- My Dearest Syaikhan : Sudah Besar
- My Dearest Syaikhan : Arsitek
- My Dearest Syaikhan : Muadzin dan Pendekar
- My Dearest Syaikhan : Cerita Foto Selfie Kita
- My Dearest Syaikhan : Ketika Dirimu Sakit
pastinya Syaikhan sudah semakin besar sekarang … he he he …
itu kayaknya ada yang salah tulis: Syaikhan Muhammas Azzamy yang kini sudah berusia lima tahun …
Alhamdulillah… Syaikhan tambah besar dan pintar kang.
Iya…. Typo… Xixixixixi… Terima kasih, kang
Abi kapan cuti dong.. mumpung Syaikahnnya lagi liburan
saya cuti pun nggak bisa liburan bareng, teh
selamat liburan syaikhaaan ^^
terima kasih…. 🙂
mumpung libur, jadi syaikhan udah di rumah abi?
syaikhannya nggak mau, mbak
jd liburannya q sm syaikhan? pasti seru ya