
Saya dan seorang rekan baru saja menyelesaikan sarapan pagi. Sarapan pagi terakhir di hotel itu sekaligus yang terakhir pula di Kota Sampit. Selanjutnya kami menunggu jemputan dari sebuah travel yang akan mengantarkan kami ke kota berikutnya, Pangkalanbun. *cerita perjalanan tiga kota di bumi borneo bisa dibaca di sini*
Sekitar pukul delapan lewat, yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Seorang sopir travel sudah berada di lobby hotel. Kami pun beranjak dari tempat duduk dan menuju mobil yang terparkir di depan hotel.
Kami tak langsung menuju ke Pangkalanbun, melainkan dibawa ke lokasi travel untuk melakukan permbayaran dan menunggu penumpang lain yang akan berangkat ke tujuan yang sama. Tapi itu tidak lama. Setelah menunggu beberapa saat, mobil berpenumpang empat orang (jika tidak salah ingat) berangkat. Perjalanan pun dimulai.
Berhenti sejenak. Itulah yang dilakukan oleh Pak Sopir. Perjalanan yang diperkirakan memakan waktu sekitar empat jam tersebut tidak langsung ditempuh sekaligus tanpa henti. Sekali atau dua kali, mobil dihentikan oleh Pak Sopir. Untuk mengisi bahan bakar dan untuk memberikan kesempatan kepada penumpang dan Pak Sopir untuk buang air kecil, itulah alasan perjalanan dihentikan sejenak.
Mungkin akan muncul kejadian yang tidak terbayangkan sebelumnya jika perjalanan dipaksakan terus-menerus tanpa henti.
Bisa jadi, mobil akan mogok di tengah jalan karena dipaksakan untuk melaju terus sementara jumlah bahan bakar di tangki tidak mencukupi untuk bisa tiba di tujuan.
Bisa jadi, para penumpang tidak bisa menikmati perjalanan atau mungkin tak bisa tidur karena harus menahan buang air kecil. Pak Sopir juga mungkin tidak bisa konsentrasi di belakang kemudi jika mengalami hal yang sama.
Maka berhenti sejenak diperlukan. Ibarat burung yang terbang. Sesekali ia akan hinggap di batang pohon, di atap rumah, di tiang listrik, atau di mana saja. Ia lakukan untuk mengumpulkan tenaga untuk penerbangan berikutnya. Seperti kereta yang berhenti di stasiun. Umpama pesawat yang mendarat di bandara.
Begitu pula kiranya dalam menjalani kehidupan. Adakalanya diperlukan untuk berhenti sejenak.
Berhenti sejenak bukanlah diam tanpa melakukan sesuatu. Karena jika kehidupan seperti air, maka jika air diam tak bergerak, akan menjadi sumber penyakit. Waktu akan menjadi sia-sia tanpa makna. Berhenti sejenak dibutuhkan untuk memulihkan tenaga, menjaga stamina, menentramkan pikiran, dan menjernihkan hati, agar di langkah berikutnya jiwa dan raga lebih bertenaga, pikiran lebih berwawasan, dan hati lebih lapang.
Wallaahu a’lam.
Mengenai berhenti sejenak ini saya jadi ingat dengan salah satu review dari pembaca buku “Jejak-jejak yang terserak” seperti di bawah ini :
“Satu hal yang saya tarik dari buku ini adalah, barangkali penulis ingin mengajak kita menekan tombol pause untuk berhenti sejenak saja dari kehiruk pikukan kehidupan kita, untuk merenungi hidup, apa yang sudah kita lakukan, apa yang sedang kita lakukan dan apa yang akan kita lakukan selanjutnya, supaya kita lebih awas dalam melangkah, lebih memperhatikan sekitar supaya bisa lebih bersyukur dalam hidup..dan banyak lagi pelajaran yang bakal kita temukan di setiap halamannya. (Windi Wirdianty, Pengusaha Boneka Flanel)”
cuma 25.000 aja. berminat???? *ngiklan duluuuuu*
Like this 🙂
ayo buat resensi atau reviewnya 😀
harus terus promo dong mas.
memang harus berhenti sejenak, hilangkan penat, menengok ke belakang untuk melihat seberapa jauh kita melangkah dan siapkan diri untuk berikutnya.
itu udah promos dan diskon 😀
Berhentinya sejenak ya..gak boleh lama2..klo kelamaan keburu malas, malah bablas tidur..:D
😀
betul…. sejenak saja, jangan berlama-lama
istirahat sejenak untuk memulihkan tenaga … he he he …
iya kang 🙂
karena tubuh juga perlu istirahat…skrng sy mau istirahat dulu 🙂
betullllll 😀
puasa juga bisa dibilang berhenti sejenak dari makan enak dan emosi..
iya, mbak