Semalam, saya mengupdate status di FB dengan sebuah pertanyaan, “manakah yang lebih menyenangkan, hutang lunas atau piutang lunas?”
Ada yang menjawab hutang lunas. Ada yang menjawab hutang lunas dengan tambahan sebab bisa berhutang lagi. Ada yang menjawab keduanya sama-sama menyenangkan.
Saya punya prinsip tidak mau berhutang. Sebisa mungkin saya membeli barang yang saya perlukan secara tunai. Namun, suatu ketika, prinsip tersebut akhirnya goyah juga. Saya berhutang. Tak tanggung-tanggung, tiga tempat sekaligus.
Bagaimana rasanya?
Jujur saja, nggak enak. Sepertinya saya tidak bisa menikmati gaji yang saya terima di awal bulan. Gaji yang masuk ke dalam rekening tabungan sudah dipotong oleh bagian keuangan kantor. Sisa gaji tersebut pun tidak bisa diambil semuanya, sebab beberapa hari kemudian, pihak bank akan melakukan transfer ke bank lain untuk membayar cicilan sesuai dengan kesepakatan saya dan pihak bank. Dan kondisi seperti itu berlangsung kurang lebih selama 3 tahun.
Apa yang saya rasakan ketika memiliki hutang, pernah juga dirasakan oleh seorang shahabat bernama Abu Umamah. Ketika Rasulullah bertemu dan mengetahui bagaimana kondisi Abu Umamah, beliau mengajarkan sebuah doa agar segera terlepas dari hutang.
“Bismillahirrohmannirrohiim Allaahumma innii a’uudzu bika minal hammi wal hazani wa a’uudzu bika minal ‘ajzi wal kasali wa a’uudzu bika minal jubni wal bukhli wa a’uudzu bika min ghalabatid daini wa qahrir rijaal.”
Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyanyang. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesusahan dan kedukaan. Aku berlindung kepada-Mu dari lemahnya kemauan dan rasa malas, dan aku berlindung kepada-Mu dari sifat penakut dan kikir. Aku berlindung kepada-Mu dari lilitan hutang dan kekejaman manusia.” (HR Abu Dawud)
Alhamdulillah, satu per satu akhirnya lubang itu tertutup. Yup, saya telah merasakan bagaimana senangnya tidak punya hutang lagi. Bebas. Gaji yang masuk rekening tak lagi dipotong. Full. Senang. Happy.
Saya pernah merasakan tidak enaknya memiliki hutang. Kini, saya merasakan bagaimana senangnya terlepas dari hutang. Kepada rekan blogger yang saat ini masih memiliki hutang, Semoga, Allah memberikan kemudahan jalan untuk segera bisa melunasi hutang tersebut. Aamiin.
Untuk beberapa lama saya berada dalam kondisi bebas hutang. Hingga akhirnya saya berkeinginan untuk memiliki rumah. Tentu saja saya tak mungkin membeli rumah secara tunai karena uang yang di tangan saya masih kurang banyak dibandingkan dengan harga sebuah rumah. Mau tidak mau saya harus kembali berhutang.
Singkat cerita, saya tertarik dengan sebuah rumah dan langsung membayar booking fee. Selanjutnya melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan dan membayar cicilan uang muka selama enam bulan.
Setelah pembayaran cicilan uang muka keempat, terjadilah beberapa peristiwa yang membuat saya kecewa. Saya pun membatalkan transaksi jual-beli rumah tersebut dengan resiko uang yang saya bayarkan untuk booking fee hangus. Tak kembali. Cerita selengkapnya bisa dibaca pada tulisan saya yang berjudul “Mungkin Kamu Bukan Jodohku.”
Urusan tak langsung selesai. Saya harus meminta kembali cicilan uang muka yang sudah saya bayarkan sebanyak empat kali. Jumlahnya lumayan. Agak kecewa ketika pihak developer akan mengembalikan dengan cara dicicil selama tiga kali atau tiga bulan sambil menunggu ada pembeli yang tertarik dengan rumah yang sebelumnya saya minati.
Lancarkah pembayarannya? Saya berharap demikian. Tetapi nyatanya tidak. Pengembalian pertama molor. Pengembalian kedua jaraknya lebih lama daripada yang dijadwalkan, bahkan dibandingkan dengan pengembalian pertama. Alhamdulillah, meski jangka waktunya semakin molor jaraknya dari pengembalian sebelumnya, pengembalian ketiga sudah dilakukan pihak developer dua hari yang lalu.
Saya merasa kaya. Saya sudah melunasi hutang. Piutang yang saya punya juga sudah kembali menjadi milik saya secara penuh. Meskipun hingga saat ini saya belum memiliki rumah dan masih numpang di rumah orang tua. Mudah-mudahan suatu saat nanti saya bisa memiliki rumah. Syukur-syukur tanpa harus berhutang. Semoga yang demikian juga bisa dirasakan rekan blogger yang mampir ke tempat ini. Aamiin.
Tulisan Terkait Lainnya :
ga punya hutang itu merdeka ya.. ehtapi ku malah pengen punya hutang sekarang, buat diputarputar.. 😀
Ya. Bagi sebagian orang, hutang itu penyemangat. Meski harus berpusing2
Piutang sy blm lunas..jutaan rupiah. Ada surat perjanjiannya. Udh molor sekian tahun…tpi ya udh lah…tanggung sendiri deh dosanya. Ntar matinya jg gak tenang krn bawa hutang…
Kalau bisa ditagih ya ditagih. Sekalian ngingetin. Kali aja lupa. Atau memang blm punya kemampuan
Nyesek nagihnya…klo niat bayar, pasti bisa kok, kan dicicil. Klo lupa gak mungkin. Jdi yaa…dri pada makan hati dan bikin nyesek…biar Allah aja yg ngebalesnya..:)
Sabar…. Sabar… Sabar…
Hehe..iya…gara2 baca ini jdi keingetan lagi deh 😀
Salah baca kalau gitu 😀
Salah kamar 😀
Silahkan keluar kalau begitu 😀
pintunya mana ya..lupa masuk dri mana tadi 😀
Nah lhooooo…
kekurung deh..
*manyun di pojokan
Cuek.
Tinggal.
jiaaah..yg pny rumah gak tanggung jwb 😛
*nyomot makanan
😀
Klo saya berasa ngga da hutang tp sebenarnya ada … Hutang sm ortu … 🙂
Walaupun ortu tak menganggap itu hutang
Iya jg sihhh … Tp anggaplah bls budi walau ngga d minta … 🙂
Ya… Ya…
Saya sejak kecil diajarin buat nggak suka berhutang. Mungkin krn itu sampai sekarang sy jarang beli barang kreditan. Tapi kyknya untuk sekarang sulit buat nggak berhutang yak
Budaya belanja juga makin menyebar. Barang apa aja yg dilempar pasti laku. Harganya kemahalan bisa dapat diskon kalau punya kartu kredit.
Ya… Ada anggapan di jaman sekarang… Kalau nggak ngutang ya nggak bakalan punya barang
Begitulah. Bhkan kadang orang sudah merasa kaya saat memiliki kartu kredit.
Padahal seharusnya baru bisa bangga kalau di dompetnya itu babyak kartu debiy yah?
😀
Bangga kalau bisa beli apa-apa dengan uang cash. Hoho
iyalah. kalau beli kredit, meskipun cuma kita dan bank yang tahu… tetep aja beda rasanya. jadi inget tulisan saya tentang stiker dalam bahasa sunda. cuma nggak tahu keimpor apa nggak
Emang tulisan stikernya apa?
kalau nggak salah inget, lunasin heula motorna.
Iya atuuh 😀
Kalau di sini yang sering saya baca itu : jangan ditabrak, belum lunas 😀
cuma ada tambahannya gitu…. jangan belagu, lunasin dulu motornya… kira-kira begitu
Mirip-mirip aja stikernya ternyata 😀
mungkin produsennya sama. coraknya tulisan hitam dengan warna dasar kuning. iya nggak?
Iya kayaknya. Bhasanya aja yang beda-beda ya
pake bahasa daerah setempat yah?
kreatif
Iya. Tapi bahasa banjar kan kadang mirip aja sama bahasa indonesia. Kalau yg saya tulis td klo ga salah ada tambahan gini. Belum lunas, wal ai (belum lunas, kawan)
wal ai = kawan?
Kawan = kawal, cuma dipakai belakangnya doang. Kalau ai itu semacam partikel tambahan yg sering dipakai di ujung kalimat. Sama kayak partikel kah gitu
oooo….. *bingung*
😀
sarapan dulu…. laparrr
Jiah 😀
Met sarapan deh. Met weekend juga 🙂
Lebih enak kalau gak ada hutang mas. Saya pernah terlibat dalam kondisi hutang menumpuk. Akhirnya spt dlm ayat yg mas bilang. Tutup satu per satu. Lebih baik. Walau masih harus menyelesaikannya beberapa kali lagi. Termasuk untuk rumah.
ya, pengennya seh kalau mau beli ya tunai aja. kalau belum mampu ya tunda dulu kalau memang mash bisa ditunda.
semoga hutangnya cepat lunas 🙂
Jeratan hutang… Yang saya miriskan itu kalau ada orang yang pikirannya aneh nglunasi hutang dengan hutang lainnya… Gali satu lubang, langsung tutup lagi dengan timbunan gali lubang yang lebih dalam lagi. Benar-benar menjerat kalau seperti ini
Pengen lunas utang… aminnn
Aamiin. Semoga Allah memudahkan.
Langsung amiiiiinnnn…. 🙂
Sippppp… 😀