
Suatu ketika, dalam perjalanan pulang dari mengunjungi Syaikhan, roda depan sepeda motor saya bocor. Saya pun berhenti di tempat tambal ban. Setelah dicek tak hanya ban dalam yang bocor, tapi ban luar juga sudah parah kondisinya. Tipis. Dan sudah waktunya diganti setelah kurang lebih empat tahun melakukan tugasnya.
Beberapa waktu setelah kejadian, saya pasang status di FB berupa pertanyaan yang kira-kira berbunyi, “Empap tahun baru ganti ban depan. Awet, kan?”
Umumnya yang merespon status saya tersebut menjawab, awet.
Banyak barang-barang yang cukup lama berada di tangan saya. Saya tidak tidak menyebut barang-barang yang saya miliki tersebut sebagai benda kesayangan. Selama barang-barang tersebut masih bisa saya rasakan manfaatnya, tidak rusak, tidak merugikan saya, maka barang-barang tersebut tidak akan saya singkirkan. Jika hilang, ya mungkin memang sampai di situ saja kebersamaan saya dengan barang-barang tersebut.
Di antara sekian barang yang saya miliki, ada dua buah benda yang manfaatnya paling banyak saya rasakan dan paling lama menemani saya. Mungkin. Kedua benda tersebut adalah sepeda motor dan sepasang sandal. Mungkin hampir lima tahun sudah kebersamaan saya dengan keduanya.
Sepeda motor saya memang sudah mengalami beberapa kerusakan di bodynya akibat beberapa kali terjatuh. Ada bagian yang penyok. Bahkan ada bagian yang patah dan pecah. Apalagi akibat kecelakaan terakhir berupa tertimpa batang pohon yang patah. Namun demikian, sepeda motor tersebut masih bisa dikendarai hingga hari ini. Setelah kejadian yang saya ceritakan di atas, kedua bannya, baik depan maupun belakang sudah diganti dengan yang baru.
Sepasang sandal berwarna coklat juga sudah menemani saya cukup lama. Bahannya ringan. Awet. Mungkin sandal inilah yang paling awet yang pernah saya miliki. Namun setelah sekian tahun, bagian bawahnya sudah menipis. Meskipun masih bisa digunakan, namun saya perkirakan umurnya tak akan lama lagi. Dan beberapa waktu yang lalu, saya telah menemukan sosok penggantinya.
Dari kedua benda itulah tercetus sebuah ide untuk membuat sebuah status di facebook lainnya yang berisi sebuah pertanyaan juga. Jika seseorang memiliki barang dan kemudian barang itu awet di tangannya, apakah itu pertanda bahwa orang tersebut memliki sifat setia?
Dari beberapa jawaban atau komentar yang masuk, sebagian berpendapat bahwa orang tersebut memiliki sifat setia. Sementara sebagian lagi tidak.
Yang mengatakan orang tersebut memiliki sifat setia, mendasarkan jawaban mereka bahwa orang tersebut pastilah merawat benda yang sedang berada di tanganya atau dmilikinya. Sebagai contoh, jika benda tersebut adalah sebuah sepatu, maka si pemiliknya akan merawat sepatu tersebut dengan menggunakannya secara hati-hati, membersihkannya, menyemirnya agar selalu mengkilap, dan menyimpannya di tempat yang seharusnya, di rak sepatu misalnya.
Sementara yang berpendapat bahwa belum tentu orang yang memiliki benda secara awet berarti setia, mendasarkan jawaban mereka bahwa orang tersebut dalam keadaan terpaksa sebab hanya itulah yang dimilikinya. Orang tersebut tidak memiliki uang untuk membeli barang yang baru atau yang lebih baik. Karenanya mau tidak mau, dia harus menjaga barang yang dimilikinya sebaik mungkin agar awet dan tahan lama.
Lantas, bagaimana jawaban anda mengenai pertanyaan saya di atas?
Kesetiaan. Saya jadi teringat dengan tulisan lama yang tidak ikut termigrasi dari blog lama saya ke wordpress yang bercerita tentang bunga-bunga yang harus tumbuh dalam taman hati sepasang suami istri. Bunga kesetiaan adalah satu dari enam kuntum bunga yang harus dihadirkan untuk sang pasanganl. Akan saya tulisankan kembali tulisan tentang bunga kesetian itu.
Setia, memiliki arti berpegang teguh pada janji atau pendirian. Dalam hal hidup berumah tangga, kesetiaan terhadap pasangan mutlak diperlukan. Tanpa kesetiaan, tak ada lagi pengikat antara dua hati yang mungkin pernah berjanji untuk menjalani kehidupan dan meraih cita dan cinta bersama-sama.
Dalam sebuah obrolan yang cukup panjang yang tiba-tiba mengarah pada topik kesetiaan, saya menemukan sebuah kesimpulan tentang kesetiaan kepada pasangan hidup. “Bukalah mata lebar-lebar ketika mencari pasangan untuk mencari yang terbaik sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan semula. Namun, segeralah tutup mata rapat-rapat bila telah menjalani kehidupan bersama.”
Rasa-rasanya, jika prinsip tersebut yang dipegang, tak mungkin kedua mata akan memandang pekarangan di rumah tetangga terasa lebih hijau dibandingkan dengan pekarangan rumah sendiri. Pasangan yang ada di sisi adalah orang yang terbaik dengan aksesori yang menempel berupa kelebihan dan kekurangan. Pun jika pasangan itu bukanlah cinta pertama yang begitu memberi kesan sangat mendalam, niscaya, bayang-bayang masa lalu itu akan terpendam.
Di masyarakat Betawi, ada kebiasaan ketika pihak mempelai laki-laki membawa seserahan untuk diberikan kepada mempelai wanita selalu membawa roti buaya. Mengapa harus bawa roti buaya? Karena buaya adalah binatang yang setia. Ia tidak akan meninggalkan pasangannya selama hidup. Hanya kematian yang bisa memisahkan. Begitulah filosofi yang beredar di masyarakat Betawi. Mengenai valid tidaknya filosofi tersebut, wallahu a’lam.
Tulisan Terkait Lainnya :
kalau awet itu biasanya lebih berhubungan dengan “tangan”. maksudnya memang ada orang-orang yang selalu awet kalau punya barang dan ada juga yang barang di tangannya itu bakal cepat rusak. dan ini kayaknya nggak ada hubungannya dengan setia itu. ada orang yang punya bakat awet soal barang tapi cepat bosan akhirnya beli-beli melulu š
kalau setia lebih berhubungan dengan komitmen menurut saya
kalau begitu… awet dikarenakan hasil timbal-balik yah? misal, seperti contoh sepatu di atas. karena orang tersebut merawat sepatunya… maka sepatu itu akan “membalas” dengan keawetan dirinya.
kalau setia terkait komitmen, bagaimana kondisi si sepatu, maka orang itu tetap akan menggunakannya? mau bagus atau sudha jelek kondisinya?
nah, makanya hubungan nggak bisa diumpakan ke barang dong, mas. kalau sepatu udah jelek ya wajarlah diganti š
nah… kalau hubungan sepasang manusia… gimana?
wah, gimana ya? ya setahu saya sih namanya hubungan itu harus dipelihara. jangan sampai dibiarkan usang. jadi ya masing-masing individu berperan penting dalam melanggengkan hubungan itu
supaya hubungannya awet. dan supaya awet, keduanya harus setia….. *halah, muter2 jadinya*
sebaiknya mari kita tanyakan pada mereka yang lebih berpengalaman š
baiklah
kalau udah ketemu posting yaaa
lho…. itu kan ide mbak š
tapi yang bikin temanya kan mas rifki š
haduuuuh….. yang sayatahu, dari profesor… siapa namanya yah lupa… komitmen itu yg penting dalam berumah tangga. seperti tulisan saya sebelumnya di tag samara,”query pernikahan”
Yoweslah. Intinya komitmen yak š¦
yup
Pasangan hidup sampai menikah itu katanya amanah. Jadi setia adalah memegang teguh amanah
yup
š
buaya adalah binatang yang setia. Ia tidak akan meninggalkan pasangannya selama hidup. Hanya kematian yang bisa memisahkan -> harus n wajibnya begitu, hrs saling melengkapi kekurangan dan kelebihan masing2 …
mmg buaya binatang setia ya? knp laki2 srg d sbt jg buaya darat?
ya coba aja tanya siapa yang mengemukakan istilah itu š
Siapa ye??? *sambil cr th*
ya nggak tahu
Apa tny buaya nya ja ya sekalian … Xixixi š
ya silahkan aja kalau bersedia
Ngga jd deh … Blm jinak š
š
ooh begitu ya filosofi roti buaya, sering mikir sih tadinya kenapa rotii buaya yaa….
karena buaya setia. cuma sekarang buaya diidentikan dengan buaya darat yang jauh dari kata setia š
mas rifki sendiri yg punya barang awet, ngerasanya gimana..?? tipe setia gak..?? š
selama saya nggak dirugikan, ya setia š
hmm…jadi kalau dlm posisi merasa dirugikan, bisa selingkuh dong.. š
bukan selingkuh… dilepas š
ooowh…sepertinya saya sudah mengerti..hehe..
intinya tipe setia yak š
anggap aja demikian
baiklah..semoga memang demikian adanya..
aamiin
Aamiin…
š
soal setia ato awet itu soal sikap sih, bukan soal prinsip.. bisa jadi dari merawat barang, pun dari filosofi roti buaya..
*btw, umminya syaikhan bukan orang betawi ya?
pembedanya di mana ya mbak? antara sikap dan prinsip itu?
*bukan mbak*
bedanya dikau bersikap tetep memakai motor sampe rusak, bukan berprinsip setiap tahun ganti onderdil biar selamat.. *halah kasih analogi kog gini ya..
oooo… rada ngerti š
terima kasih.
bedanya sih tipis [tergantung juga sih].. kaya soal kebiasaan aja.. bersikap itu karena kebiasaan, bukan karena prinsip..
soal setia sama barang lama jadinya awet itu karena kebiasaan kita juga.. padahal barang lama yang awet itu bisa jadi udah bulukan dan bikin kita masuk angin..
š
iyah, mbak. beda tipis kalau dari komentar analogi sebelumnya.
tes..tes..
maaf nyampah..
gagal… š
gatot..gagal total..
klo di tempat sendiri bisa..gimana dunk…???????????
koq bisa begitu. harusnya di mana pun bisa š
tuh kan aneh..liat aja di postingan yg mati gaya..sy coba bisa..
berarti namanya masih belum bisa nangkring nih di blog saya.. š
hhmmm barusan nyoba di sana malah kosong hasilnya š
saya bales tuh..bisaaaa..
berarti hrs dilapak sendiri dunk..
gak asyik š¦
š
gak berhasil..:(
tlg apus aja mas komen sampahnya…yg bisa ngapus yg punya lapak
š
š
Setia punya barang dengan setia sama manusia beda mustinya ya. Barang itu pasif, tidak melakukan sesuatu ke kita. Kalau orang kan aktif, bisa meninggalkan jejak di perasaan kita. Maksudku, lebih gampang setia sama barang daripada sama orang.
iya mbak lebih gampang ke barang memang daripada kepada manusia. tetapi barang juga bisa “melakukan sesuatu”. kalau kita rawat, barang itu akan “memberikan” kondisinya yang terbaik sesuai perawatan yang kita lakukan.
ya tapi jelas… manusia lebih kompleks daripada barang š