
Suasana peron stasiun hari ini, tepatnya saat ini, tidak terlalu ramai. Sebab aku tiba di sini setelah jam-jam sibuk stasiun. Aku datang terlambat dua jam akibat adanya kecelakaan di jalur yang kulalui.
Kududuk di kursi yang terletak di tengah-tengah peron sambil menunggu kereta api yang menurut jadwal akan datang sekitar lima menit lagi. Di ujung seberang kursi, kulihat seorang ibu tua. Mungkin beliau sedang menunggu kereta, pikirku.
Tapi aku tak begitu ambil pusing dengan kondisi ibu tua itu. Perutku terasa lapar. Seharusnya, aku sudah sarapan di kursi peron ini dua jam lalu. Itu kebiasaanku. Kukeluarkan sebuah roti dan sebotol air minum dari dalam tas, lalu mulai menikmatinya.
Tepat di suapan terakhir, kedua mataku menangkap kepala lokomotif yang bergerak mendekat. Segera kubuang plastik roti yang kosong ke tempat sampah yang berada di samping kursi. Kuteguk beberapa kali air minum dari dalam botol, lalu bangkit dan melangkah mendekati tempat di mana kereta berhenti.
Begitu kereta berhenti sempurna, segera kumasuki gerbong melalui pintu yang terbuka tepat di hadapanku. Kudekati bangku kosong yang terdekat dan duduk.
Tak lama kemudian, kereta mulai bergerak perlahan. Melalui jendela, aku bisa melihat ibu tua itu masih tetap duduk di tempatnya. Tidak bergerak. Mungkin bukan kereta ini yang sedang ditunggunya, pikirku lagi.
—o0o—
Akhirnya aku bisa terbebas dari kepenatan dan suasana berdesakan di dalam kereta. Pintu keluar peron adalah tujuanku sekarang. Aku ingin segera bertemu dengan anak dan istriku. Kulewati kembali kursi yang terletak di tengah peron. Aku terkejut ketika melihat ibu tua yang tadi pagi ikulihat masih berada di situ. Di tempat yang sama dengan posisi yang sama pula.
Rasa penasaranku mengalahkan keinginanku untuk segera pulang.
“Bu!” Panggilku.
“Ya!” Ibu itu terkejut.
“Sejak tadi pagi, saya melihat ibu duduk di sini. Apakah ibu sedang menunggu seseorang?” Tanyaku.
“Iya. Ibu sedang menunggu anak ibu yang sedang bekerja. Tadi pagi dia mengantarkan ke sini dan meminta ibu menunggunya. Dia akan mengajak ibu ke rumahnya untuk bertemu dengan menantu dan cucu ibu.” Jawab ibu itu dengan wajah ceria.
Ibu itu kemudian bercerita bahwa dirinya belum pernah bertemu dengan menantu dan cucunya. Jika dirinya meminta untuk bertemu mereka, anak lelakinya selalu menjawab bahwa dirinya sibuk dan belum ada kesempatan untuk melakukan hal itu. Ibu itu juga memperlihatkan foto cucu lelakinya yang berusia satu tahun enam bulan kepadaku.
Sangat jelas terlihat bagaimana keceriaan dan kebahagiaan yang terpancar di wajah ibu itu di setiap kalimat ceritanya hingga aku dibuat larut juga di dalamnya.
Hari semakin sore. Namun tak ada tanda-tanda bahwa anak lelaki ibu itu akan datang.
“Bu, boleh aku meminta nomor telepon anak ibu? Aku akan menelponnya untuk memintanya segera datang.” Kucoba menawarkan bantuan.
“Tidak usah, Nak. Anak ibu pasti sedang sibuk!” Ibu itu menolak.
“Tidak apa, Bu. Kemungkinan saat ini jam kerja anak ibu sudah selesai. Dia tak lagi sibuk.” Aku bersikeras.
“Baiklah. Tadi pagi, anak ibu memberikan surat ini. Dia meminta ibu untuk memberikannya kepada seseorang jika dirinya terlambat menjemput ibu.”
Kuterima kertas itu dan membukanya.
“Siapapun yang menerima surat ini, tolong antarkan ibu ini ke panti jompo terdekat.”
Berani Cerita Sebelumnya :
Tuh anak kurang ajar banget..huuuuh..
*smp kebawa emosi, berarti ceritanya berhasil…twistnya dapet…^^
Sabar… Sabar…laptopnya jangan dibanting… Nanti rusak 😀
Gak dooong…yg dibanting yg lain..haha..
Ternyata suka banting2. Ngeri
yeee…tanya dulu dunk apa yg dibanting 😛
apa pun barangnya… judulnya kan dibanting 😀
apapun makanannya minumannya tetap…*teeeet.. sensor iklan 😀
apapun makanannya minumannya tetap…
dibanting
hahahahahaha…ini asli sy ketawa lagi dpn lepi..eh gak ding, nyengir aja… 😀
😀
sudah… dimulai saja menulisnya… saya lagi ngutak-ngatik dan gabungin beberapa tulisan buat nerusin tulisan sebelumnya beberapa waktu yang lalu
siapa suruh bikin ketawa 😛
wokaaay…ini juga baru mau mulai, lgi search gambar…
nantikan tulisan saya yg menghebohkan kali ini 😀
😀
sippppplah
sudah selsai…
http://catatanherma.wordpress.com/2013/10/08/bogor-keren/
sudah dibaca dan dikomen
okee..udah di bls komennya..:)
sippp
Terlalu…
Yup… Teeeeer…. Laaaaa… Luuuuuu
Hufh…
Rasanya pernah baca alur ceritanya, tapi endingnya gak pernah baca.
Ya mungkin ada cerita-cerita yg mirip.
kayaknya ditempat yang sama 🙂
Settingnya mungkin sama. Tapi ceritanya beda
oh begitu, baiklah. Thanks 🙂
sama-sama
🙂
Tega banget sih tuh anak …
“nanti di kutuak kau jadi patung seperti malin kundang” ala logat padang 🙂
Iya… Kebangetan tuh anak
Iya ka kebangetan banget … Org tua yg sdh susah payah ngerawat n biayain qt dr kecil smp jd org, malah d balas kyk gitu … “Geregetan ngelht org yg kyk gini”
Seharusnya orang tua tuh d sayang spt sayangnya mereka wkt qt kecil. Orang tua itu akan balik manja k anaknya spt balik k sifat anak kecil lg … 🙂
Ya mudah2an aja nggak ada orang yg seperti itu. Minimal nggak nemuin… Dan yg penting jangan seperti itu
Aaamiin … Mdh2an qt ngga termasuk … 🙂
Aamiin…
Yaa rabbal ‘aalamiin … 😀
Enakan air susu d balas bir pletok … Hehehehe 🙂
😀
grhhhh jahat yaaa
iya…. jahat
kebaca sih di awal, tapi tetep nyesek 😦
udah ketebak yah? 😦
Astaghfirullah…mudah2an aku ga setega anak si ibu itu T_T
mudah-mudahan mbak. kita menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua. aamiin
anak tak berbakti 😦 adakah ortu punya andil?
Ya… Mungkin saja ada kesalahan orang tua. Tapi orang tua tetap orang tua yg melahirkan dan membesarkan anak. Tak pantas diperlakukan demikian.
Astagaaa.. kejam sekali.. ceritanya bagus. cuma ngerasa terlalu gamblang unsur “tell”-nya. atau mungkin cuma perasaan saya saja 🙂
mungkin memang begitu… namanya juga baru nyoba-nyoba, mbak… jadi harap maklum 🙂
Iya aku pernah liat versi you tube nya yaa..
tapi klo diceritakan tetep ciamik deh bagus
terima kasih, mbak
aku suka ceritanya… 🙂
terima kasih, mas 😀
Ceritanya sedikit ketebak setelah membaca judulnya. Karena menurut saya, judulnya sudah menggiring kita menebak endingnya.. 🙂
Dan ternyata benar.. 🙂
Tapi saya suka cerita ini.
harusnya pilih judul yang menyamarkan cerita ya, mbak? 😀
terima kasih, mbak
ya ampun, tega banget seh anaknya.. mana ditinggal di peron pula. masih mending diantar sendiri ke panti jomponya *emosi jiwa*
iya mbak…. keterlaluan banget
duh…kurang ajar bgt anaknya >_<
Endingnya bagus bang, tapi menurutku, msh terlalu banyak 'telling', IMHO 🙂
Telling itu berupa deskripsi ya mbak? Atau… Bagian selain dialog?
‘jargon’nya => show, don’t tell
jadi menurut yg saya pelajari bang, telling itu seperti ‘memberitahu’ pembaca, si tokoh begini lalu begitu dan dia merasa begono.
ex : Dina sangat takut dimarahi Pak Guru karena tidak mengerjakan PR.
tapi dg showing, penulis hanya ‘menggambarkan’ emosi-sikap-pikiran si tokoh, jadi bias memberi ruang pembaca mengimajinasikannya.
ex : Dina menggigiti kukunya, keringat dingin pun mulai membasahi seragamnya, seandainya dia tidak lupa mengerjakan PR.
IMHO ya bang, maaf kalo salah, saya jg msh belajar nih soalnya hihihihi
wah…. terima kasih banyak, mbak. dapat pengetahuan baru.
cie… menang nih… :p
Untuk pertama kali 😀
oya? beneran?
Beneran apanya?
beneran baru kali ini menangnya?
yup. namanya juga baru belajar 😀
proses yang panjang untuk menang?
ah aku juuga mau belajar terus ah…
😀
saya nggak begitu bisa bikin cerita fiksi, apalagi yang harus ada twist di akhirnya 😀
ya…. pasti bisa!
Sakit. anaknya durhaka
yup. anak durhaka banget
waaaah…ternyata cerita yg ini menang yaa…
weish…selamat mas, asyiiik… makan2 dunk 😀
weks… itu saya kasih lihat bannernya aja… xixixixixixixi
yaaaah..itu mah gak dikasih juga sy udah liat duuan 😛
ya… cukuplah seperti itu 😛
yaaaah…gitu deh.. 😛
xixixixixi
itu anak kalo hidup di jaman malin kundang, pasti udah jadi batu di stasiun kereta api.
😀
Bisa jadi…
Masya Allah kasihan sekali ibu itu masa ibunya ingin ketemu sama cucunya ngak boleh sama anaknya terus dimasukin kepanti jompo lagi
semoga kita tidak menjadi anak yang seperti itu. naudzubillaahi min dzaalik