
Sesaat setelah menghilangnya kedua orang itu, ruangan ini kembali menjadi gelap gulita. Tanpa cahaya setitik pun. Hingga aku tak mampu melihat kedua telapak tanganku sendiri. Sepasang mataku seperti buta.
Selain tanpa penerangan, ruangan ini juga terasa sempit. Bila kurentangkan kedua lenganku ke kanan dan kiri, maka telapak tanganku bisa merasakan dinding pembatas yang tak bisa kulihat. Begitu pula ketika kuangkat tanganku ke atas, telapak tanganku langsung menyentuh langit-langit yang sama kerasnya.
Posisi nyaman di ruangan ini hanyalah duduk atau berbaring. Bila kucoba bangkit, kepalaku langsung membentur langit-langit. Sesekali kucoba untuk berjalan dengan posisi membungkuk sambil meraba-raba ke sekeliling ruangan, namun tak kutemukan apa-apa selain kekerasan dinding.
Tiba-tiba kurasakan suhu ruangan menghangat. Bersamaan dengan munculnya sebuah cahaya berbentuk api kecil di hadapanku. Api kecil itu redup dan bergoyang-goyang seperti api lilin yang tertiup angin. Padahal tak ada angin yang menyapa kulit dan tubuhku di ruangan ini.
Ternyata nyala itu memang bersumber dari sebuah lilin yang dibawa oleh seseorang dengan penampakan yang berbeda dengan dua orang sebelumnya. Perawakannya lebih kecil. Bentuk jubah yang dikenakannya sama tetapi berbeda warna. Nyala lilin yang terus bergoyang-goyang membuatku tak bisa melihat dengan jelas warna jubah yang dikenakannya. Juga wajahnya.
“Siapa kamu?” Tanyaku.
“Aku sahabatmu.” Jawabnya singkat.
“Dari mana kamu datang sementara tak ada pintu di ruangan ini?”
“Aku punya jalan masuk sendiri.”
Kurasakan suhu ruangan bukan lagi sekedar hangat. Tapi semakin panas. Tak mungkin jika nyala lilin itu yang menjadi penyebab meningginya suhu ruangan. Peluh mulai mengalir dari setiap pori-pori kulitku, membanjiri tubuhku. Sementara kerongkonganku terasa kering. Menjelma dahaga.
“Untuk apa … kau … kemari?” Tanyaku terputus-putus diselingi batuk.
“Aku datang semata-mata untuk menolongmu!”
“Menolongku? Dari apa?”
“Tidakkah kau merasakan perubahan suhu di ruangan ini?”
Aku tak menjawab. Kupikir dia juga sudah mengetahui jawabannya.
“Ketahuilah! Suhu di ruangan ini hanya akan bertambah panas. Tak akan lagi berubah sesejuk ketika dua orang sebelumku datang. Panasnya akan segera membakar kulit dan memanggang tubuhmu!”
Sedetik setelah kalimatnya terhenti, suhu ruangan bertambah panas dengan tiba-tiba.
“Aaaarghh!” Jeritku. “Bagaimana kau akan menolongku?” Tanyaku panik.
“Dengan ini!” Jawabnya sambil melempar sebuah benda ke tubuhku. “Pakailah!”
“Sarung?”
“Benar!”
“Apa sarung tipis, jelek, dan berbau tak sedap ini bisa menolongku?” Tanyaku tak percaya.
“Tak usah banyak tanya! Pakai saja sebelum tubuhmu hangus!”
Tanpa berani bertanya lagi, kukenakan sarung tersebut untuk menyelimuti seluruh tubuhku. Kulitku yang bersentuhan langsung dengan kain sarung tersebut merasakan rasa sejuk yang mampu menetralkan suhu ruangan yang bertambah panas.
“Apakah aku bisa meminta kain yang lebih tebal dan lebih bagus?” Tanyaku memberanikan diri.
“Tidak!”
“Lantas bagaiman jika suhu ruangan ini menjadi lebih panas dari sekarang?”
“Kau hanya bisa berharap seseorang di atas sana menggunakan sarung itu untuk kebaikan terus-menerus!”
Sosok itu kemudian lenyap dari hadapanku, meninggalkanku dalam kebingungan bersama cahaya lilin sebegai penerang ruangan dan sarung sebagai pelindung tubuhku.
*****
Di bagian bumi lain, terlihat seorang lelaki tua miskin berdiri di dalam masjid.
“Allaaahu akbar!”
Diangkatnya kedua tangan untuk mengawali shalat dengan mengenakan sebuah kaos lusuh dan sarung tipis, jelek, dan berbau tak sedap sebagai penutup aurat.
Rasulullah SAW menjelaskan: Halangilah api neraka, meski hanya dengan separuh kurma.” (HR. Muttafaq Alaih)
Berani Cerita Lainnya:
- [Berani Cerita #42] Suatu Senja di Bawah Pohon Rindang
- [Berani Cerita #41] Buku Harian
- [Berani Cerita #40] Amplop Putih
- [Berani Cerita #40] Gosip
- [Berani Cerita #39] Narsis
- [Berani Cerita #38] Mangga Muda
- [Berani Cerita #37] Perisai
- [Berani Cerita #36] Yang Kembali
- [Berani Cerita #35] Dia Sudah Ada yang Punya
- [Berani Cerita #34] Jalak Bali dan Kakaktua Raja
wah jadi penasaran dengan karya2nya om.. 😀
ah…. biasa aja. ini blog isinya cuma corat-coretan aja.
wah coretan aja bisa jadi buku.. salut om 😀 tetep semangat buat berkarya om.. 😀
Siiiippppp lah 😀
Coba bukan pengemis yang pake. Tapi memang seorang fakir/miskin. Tak selamanya pengemis itu miskin, meski sudah tua, bisa jadi memang ‘hobi’ sejak muda. Dan realita tentang itu banyak.
sepertinya saya terlalu dalam memaknai tulisan ini.
Whatever lah, jadi komentator itu memang enak
😀
tidak apa. kali ini saya mengakomodir saran Missil
Ooohh br paham… sarungnye buat solat ye bang.. hehehe 🙂
Sarung jeleknya disedekahin… Untuk dipake shalat jdnya dpt pahala… 😀
Knp yg jlek? Knp kaga yg bgus aje bang?
Ya dia pelit. dia nggak tahu kalau sedekahnya bisa menolong dirinya di alam barzah dan akhirat
Ooowwwwwwhhhhh….
Inget cerita yg seribu vs seratus ribu.. 🙂
Ya… Begitu kira-kira
Iye kira2 begitu bang… 😀
😀
saya merinding
semoga kebaikan untuk kita semua di dunia dan akhirat
hadits itu juga tentang berkata2 yang baik..
jadi jleb banget
iya kah? saya tahunya cuma itu doank. nggak tahu kalau versi panjangnya
ini cerita tentang orang yang mewakafkan sarung ya?
iya mbak. sayangnya cuma sarung doank, yang jelek lagi
Tapi selama sarungnya dipakai pahalanya bakal mengalir terus doong
iyah. semoga aja. cuma dri kondisinya… pertama sarung itu udah jelek dan kedua yang make itu udah tua 😀
Nggak berumur panjang ya kayaknya
itu maksud saya. mungkin akan beda jiak sedekahnya ketika barangnya masih bagus dan banyak orang…. bertahannya lebih lama
ah…. saya sendiri belum bisa 😦
Pelajaran berharga ini..
Semoga banyak yang membaca dan terinspirasi. Karena di beberapa tempat banyak sarung atau mukena yang sudah tidak layak pakai.
Contoh beberapa stasiun kereta api dan tempat rekreasi
ya mudah2an bisa memberikan manfaat
Aamiin YRA
bagus idenya…good job..
*kmrn liat buku JJT di gramed, di tarok bagian psikologi
terima kasih…
penerbitnya sih mengategorikan motivasi islami, makanya jadi masuk situ kali yah 😀
iya..kayaknya…
udah selesai bacanya?
semua aktivitas membaca dan menonton smentara terhenti dlu, ngejer deadline tgl 30..hiks..hiks…
😀
kecuali baca blog dan komentar 😛
yaa..klo itu kan sambilan…
udh bosen ngetik…pindah tab, buka wp 😛
😀
Hehe…doain beres yak 😀
semoga lancar dan cepet beres
Aamiin…
Ni juga masih belum pulang,hehe..
Alhamdulillah yaaa pernah bersedekah sarung butut :))
iya teh 😀
Subhanallah… terima kasih Mas sudah diingatkan 🙂
Baru ngeh setelah baca komennya mas…
Udah menduga kalau itu didalam kubur, tapi masih ga ngerti dengan sarungnya.. ternyata penolong… padahal bisa jadi ga sengaja ya… 🙂
kalau nggak sengaja pastinya nggak dapat pahal dan bernilai ibadah. kan bisa bernilai ibadah jika diniatkan dan ikhlas 😀
Gitu ya… maksudnya niat sedekah, tapi kan ga tau kalau berakhir bagus dipakai ibadah… bisa aja cuma dipakai selimutan seperti yg kasih. hehehe
Mantap, Jam! Selalu ada motivasi dalam setiap post! Kurma aja bs ngehalangin api neraka, apalagi sarung? Sip!
apalagi benda ata barang yang lain 😀
terima kasih