
Malik menengok jam tangannya. Pukul dua belas lewat lima belas menit. Dia bangkit dari kursinya lalu melangkah ke luar ruangan.
Kedua matanya menyisir setiap kubikel di hadapannya. Sepi. Para keyawan sudah meninggalkan kubikel masing-masing untuk makan siang di kantin, kecuali Sandra. Sebagai seorang atasan, Malik tahu kebiasaan Sandra. Sandra tak akan bergabung bersama karyawan lain untuk makan siang di waktu istirahat di hampir setiap hari senin dan kamis. Sandra rajin berpuasa. Malik memanfaatkan kesempatan tersebut untuk membahas proyek yang ditangani oleh tim yang dipimpinnya dan Sandra menjadi salah satu anggotanya.
“Bagaimana, San? Sudah kamu teliti semua dokumen kemarin?” Tanya Malik begitu dirinya sudah berdiri di samping Sandra.
“Sudah, Pak!” Jawab Sandra sambil meletakkan tangan kirinya di atas salah satu tumpukan berkas di kubikelnya. “Sayangnya dokumen-dokumen ini kurang lengkap, Pak.”
“Kamu bisa atur semuanya agar dokumen tersebut lolos, kan?” Tanya Malik sambil tersenyum.
“Maaf, Pak. Saya tidak bisa!” Jawab Sandra dengan tegas.
Senyum di wajah Malik langsung sirna mendengar jawaban Sandra. “Kenapa tidak bisa?”
“Dokumen yang kurang tersebut adalah dokumen utama, Pak. Jika diloloskan, akan menyalahi SOP yang sudah ada.”
“San, saya tahu kamu pintar. Karenanya, gunakan kepintaranmu itu untuk mencari celah agar kekurangan dokumen tersebut tidak dipermasalahkan.” Malik mencoba untuk membujuk Sandra untuk melakukan keinginannya. “Oh ya, jika dokumen tersebut lolos, kamu akan mendapatkan bagian yang cukup besar. Belasan kali lipat daru gaji bulananmu.”
“Maap, Pak. Ini soal prinsip dan peraturan yang berlaku di perusahaan ini. Lagi pula, saya tidak mau menerima uang hasil menipu atau korupsi, Pak!”
“Kamu jangan munafik, San!”
“Maksud, Bapak?”
“Apa kamu sudah lupa kalau kamu juga sudah sering menerima uang dari hasil praktek seperti ini?”
“Uang yang mana, Pak?”
“Bukankah kamu sering menerima amplop yang saya berikan kepadamu, juga amplop yang saya titipkan untuk anak-anakmu? Jika ditotal, jumlahnya tidak sedikit. Itu artinya, secara tidak langsung kamu telah menikmati hasil menipu, hasil korupsi. Kamu adalah bagian dari kami!”
Sandra merasakan dirinya seperti tersambar petir. Lemah tak berdaya.
“Jadi lakukan permintaan saya tadi atau saya adukan bahwa dirimu telah menggelapkan uang perusahaan. Sampai ketemu besok di rapat direksi.” Ancam Malik sambil melangkah meninggalkan Sandra.
Sandra duduk di kubikelnya. Masih terngiang ancaman Malik tadi.
Sandra tak menyangka bahwa di balik amplop-amplop yang pernah diberikan sang atasan, yang selalu disebut-sebut sebagai hadiah, tersimpan duri yang sangat tajam. Duri yang dapat menghancurkan karirnya, dirinya, juga keluarganya.
*****
Lima belas menit sebelum rapat direksi dimulai, Malik memanggil Sandra ke ruangannya.
“Sudah siap dengan laporanmu, San?”
“Sudah, Pak!”
“Kamu loloskan?”
“Tidak. Saya tolak sesuai dengan SOP yang ada!”
“Gila kamu!”
Sandra terdiam.
“Jadi kamu sudah siap kehilangan karirmu bahkan masuk penjara, jika saya mengadukan dan membuktikan kepada dewan direksi bahwa dirimu menggelapkan uang perusahaan?” Malik mengancam.
Wajah Sandra memerah menahan amarah.
“Maksud Bapak uang ini?” Tanya Sandra sambil membuka tasnya dan mengeluarkan belasan amplop putih dari dalam tas tersebut. “Asal Bapak tahu, saya tidak pernah membuka apalagi mengambil uang dalam amplop tersebut. Semuanya masih utuh. Jika Bapak tidak percaya, silahkan hitung sendiri!”
Sandra melangkah dengan mantap ke luar ruangan, meninggalkan Malik.
FF Berani Cerita Lainnya :
- [Berani Cerita #42] Suatu Senja di Bawah Pohon Rindang
- [Berani Cerita #41] Buku Harian
- [Berani Cerita #40] Amplop Putih
- [Berani Cerita #40] Gosip
- [Berani Cerita #39] Narsis
- [Berani Cerita #38] Mangga Muda
- [Berani Cerita #37] Perisai
- [Berani Cerita #36] Yang Kembali
- [Berani Cerita #35] Dia Sudah Ada yang Punya
- [Berani Cerita #34] Jalak Bali dan Kakaktua Raja
Good Sandra … *jempol*
Coba semua pejabat kyk tokoh sandra bs adil, merata, makmur n sejahtera semuanya … 🙂
Ya semoga aja bisa begitu…. Selamat para pemimpin, rakyatnya hidup terjamin… *lagu qasidah*
Aamiin …
Lalalalala … *lupa lagunya sambil main rebana* 😀
😀
BAGUS ide dan alur ceritanya! Apalagi endingnya.
Terima kasih 😀
menarik banget ceritanya saya malah semakin kagum dalam tokoh sandra dan si malik apa jadinya pasti emosi ya.. lanjutkan..!!
Terima kasih. Sayangnya saya nggak bisa nulis cerita yang panjang-panjang 😀
Mantap Bang Jampang. 😀
terima kasih… 😀
makan tuh amplop *ngomong sama malik* :))
keren mas ceritanya…
😀
terima kasih, mbak
Keren Mas. Padahal tadi udah mbayangin Sandra nangis tersedu-sedu gitu.
terima kasih, mas 😀
harusnya pejabat negara ini kyk gt…. anti suap…… ga terbuai dengan uang hasil korup
tak hanya pejabat negara…. rakyatnya pun harus begitu 😀
masnya juga punya tuh bawaan dari sebelum nikah, amplop-amplop hadiah gitu. masih rapi… mungkin mau dibalikin seperti sandra kalau tiba2 ada yang nagih sesuatu…
emang agak ribet kalau pemberian terkait dengan pekerjaan.untungnya tempat saya nggak ada yg begitu 😀
iyah.. ngeri juga tu amplop ada dirumah. Takutnya butuh jadi kepake…
jadi jangan tergoda, mbak 😀
Hebat!
mantap!!
😀
Sandra, satu di antara seribu.. 🙂
dua, mas. di bagian komentar ada yang punya pengalaman pribadi 😀
hehehe…syukurlah kalau ada lebih dari satu. 🙂
mungkin masih banyak lagi…. cuma nggak naik ke permukaan 😀
protesss.. kenapa judulnya sama dengan punya sayaa?
karena nggak ada larangan 😀
soalnya jarang amplop warna lain
Warna coklat ada 😀
iya seh…. tapi pengen aja yang putih 😛
Namanya bagus, Malik.. tapi kelakuan kyk maling..
moga msh bnyak org2 spt Sandra.
kalau nama tokohnya tidak bisa diganti karena di tantangannya sudah seperti itu, mas 😀
aamiin