
Aku berada di akhir barisan sebuah antrian. Kulihat setiap orang yang sudah mendapat giliran, berjalan kembali ke arah dari mereka datang sambil memegang sebuah buku di tangan kanan mereka. Wajah mereka berseri-seri memancarkan kebahagiaan.
Selangkah demi selangkah, orang-orang di depanku mulai maju. Hingga tiba giliranku.
Kuulurkan tangan kananku ke loket yang berada di sisi kanan untuk menerima buku seperti orang-orang sebelumku. Sosok di balik loket itu diam membatu. Tatapan matanya yang tajam membuatku tubuhku gemetar.
Kualihkan pandangan ke loket sebelah kiri. Kuulurkan tangan kiriku kepada sosok yang berada di dalamnya. Hasilnya sama. Kembali kuterima sebuah tatapan mata yang sangat mengerikan, bukan sebuah buku.
“Di mana bukuku?” Aku berteriak.
Bukk!!!
Kurasakan punggungku sakit terkena lemparan sebuah benda. Tubuhku terdorong beberapa langkah ke depan akibat kuatnya lemparan tersebut. Kubalikkan badan dan kulihat sebuah buku tergeletak di lantai.
Kudekati buku tersebut. Kulihat namaku tertulisa di sampulnya.
Kubuka buku tersebut. Di halaman pertama, tertulis biodataku dengan lengkap. Di halaman-halaman berikutnya, kulihat deretan tanggal, jam, dan nama tempat, serta kegiatan yang kulakukan.
Aku tersenyum ketika membaca catatan apa yang telah kulakukan di masa kecilku. Aku pernah menolong Adi, sahabatku, ketika dirinya terjatuh dari sepeda. Aku pernah menyelamatkan anak burung yang tejatuh dari sarangnya. Aku pernah membuat kedua orang tuaku bangga dengan prestasiku di sekolah.
Aku tak mengerti ketika kubuka halaman-halaman yang lain, warna kertasnya menjadi semakin buram dan kemudian menjadi hitam sementara aksara di atasnya tertulis dengan warna putih.
Ternyata deretan tanggal, jam, dan nama tempat, serta kegiatan yang tertulis di halaman tersebut adalah catatan perbuatan burukku. Mulai dari mencuri, berjudi, mabuk-mabukkan, korupsi, dan sebagainya.
Kubolak-balik halaman selanjutnya. Tak kutemukan lagi halaman putih. Hanya ada halaman hitam.
Di halaman terakhir, kulihat sebuah keterangan.
“Tanggal : 22 Desember 2013
Waktu : Pukul 20 : 20 : 20
Lokasi : Hotel Emlyn Kamar 313
Peristiwa : Meninggal di atas tubuh seorang pelacur bernama Helda.”
Tangan dan tubuhku kugemetar setelah membacanya. Segera kututup halaman terakhir itu.
Di sampul belakang, kudapati kembali tulisan yang mencengangkan.
“Tempat : NERAKA”
Lalu tubuhku seperti terlontar ke sebuah lubang di mana api besar menyala-nyala dan siap menghanguskan tubuhku.
Aku terbangun, bersamaan dengan suara ketukan di pintu. Seluruh tubuhku berkeringat. Kemejaku basah.
Kulihat jam di tangan kananku menunjukka puku dua puluh lewat lima menit. Kubangkit dari tempat tidurku menuju kamar mandi. Mengambil handuk putih untuk mengeringkan keringat di wajah dan tanganku. Lalu menuju pintu kamar.
Sekitar setengah jam yang lalu, aku sudah berada di kamar 313 Hotel Emlyn ini.
Aku sudah beberapa kali menghabiskan malam di sini. Kadang bersama Melinda, Bella, atau Elisa. Entah malam ini aku akan bersama siapa lagi. Sengaja aku tak memilih. Biar menjadi sebuah kejutan untukku. Aku menyukai kejutan. Dan kejutan itu sudah menunggu di depan pintu.
Kubuka pintu kamar. Kulihat sosok perempuan cantik berpakaian seksi sudah berdiri di depanku. Dia tersenyum kepadaku. Menggoda.
“Maaf, Tuan Yoga. Saya terlambat.” Kalimat itu diucapkannya dengan nada yang nakal.
“Tidak apa-apa. Cuma lima menit.” Jawabku sambil memperlihatkan jam tanganku. “Siapa namamu?”
“Helda.”
Aku bergeming mendengar nama itu.
“Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira.” (QS. Al-Insyiqaaq: 7-9)
“Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: “Aduhai, alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini). Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku. Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang pula kekuasaanku daripadaku.” (QS. Al-Haqqoh: 25-29)
“Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak: “Celakalah aku.” (QS. Al-Insyiqaaq: 10-11)
FF Berani Cerita Lainnya :
- [Berani Cerita #42] Suatu Senja di Bawah Pohon Rindang
- [Berani Cerita #41] Buku Harian
- [Berani Cerita #40] Amplop Putih
- [Berani Cerita #40] Gosip
- [Berani Cerita #39] Narsis
- [Berani Cerita #38] Mangga Muda
- [Berani Cerita #37] Perisai
- [Berani Cerita #36] Yang Kembali
- [Berani Cerita #35] Dia Sudah Ada yang Punya
- [Berani Cerita #34] Jalak Bali dan Kakaktua Raja
pas baca ini langsung mikir surah apa yaaa? hehe
😀
Itu di bagian bawah ada surat dan ayatnya
Sebelum sampai bagian bawah maksudnya 😀
Ooooh… Ya… Yaaa….
kereen banget…
tfs
Dia bisa ‘melihat’ ke depan untuk memberinya kesempatan bertaubat.
Terima kasih 😀
sama-sama 🙂
😀
Andaikan semua orang diberikan kesempatan yang sama Mas.
Kesempatan mungkin sama, mas. Cuma… Ada yg cukup tegurannya dipanggil… ditimpuk kerikil… ditimpuk batu koral… Sampe ditimpuk batu kali baru nyadar
Diselamatkan oleh mimpinya. Semoga itu pintu hidayah untuk memperbaiki rapor-nya Yoga yang hitam kelam.
Iya pak. Semoga demikian. Aamiin
Waa nanti malem ya. Siap-siaplah
Siap2 mimpi? 😀
Serem banget mimpi penyebab mati nya …
Ternyata sebuah peringatan untuk bertaubat …
Bukan mimpi penyebab matinya…. Tapi bermimpi kondisi setelah mati.
maksudnya peristiwa kematiannya “Peristiwa : Meninggal di atas tubuh seorang pelacur bernama Helda” ….
Oooo…. Yg itu…. 😀
yup … mmg comment saya yg tadi typo jg … 😀
Jadi takut nanti ngelihat buku harian sendiri …
Semoga aja buku harian kita isinya bagus. Aamiin
Aamiin … Walaupun ada yg jelek mdh2an ngga membawa ke api yg membara …
insya Allah
Akhirny ga jadi mati?
Matinya mungkin jadi… Dan manusia memang pasti mati… Tinggal milih cara matinya aja gimana
Creepy gini ceritanya….
Ya dapat idenya begitu. Kalau ending yg lucu… Ada juga seh
Bagus penyampaian ceritanya.. Gak pasaran 🙂
terima kasih
Makasih udah ikutan Berani Cerita ya!
Sedikit masukan nih:
Perhatikan penggunaan -ku atau Aku.
Kulihat jam di tangan kananku menunjukka puku dua puluh lewat lima menit. Kubangkit dari tempat tidurku menuju kamar mandi. Mengambil handuk putih untuk mengeringkan keringat di wajah dan tanganku.
Akan lebih baik begini:
Jam di tangan telah menunjukkan pukul dua puluh lewat lima menit. Aku bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi. Mengambil handuk putih untuk mengeringkan keringat di wajah dan tangan.
Just my two cents, keep the good work!
Wah…. Terima kasih banyak masukannya, mbak. Ternyata kalimat saya banyak yg kurang efisien 😀