
Menangis. Sebelum saya bisa melakukan apa-apa di dalam hidup ini, mungkin menangis adalah yang pertama kali saya lakukan. Mungkin anda juga melakukan hal yang sama. Semua bayi memang demikian.
Semula saya sempat berpikir bahwa setiap bayi yang terlahir itu menangis sebagai pertanda bahwa dirinya sudah mengetahui betapa sulitnya mengarungi samudera kehidupan ini, atau sebagai bukti bahwa dirinya ikut merasakan betapa sakit dan pedihnya sang ibu ketika mengandung dan melahirkannya, atau mungkin sebagai bentuk kesedihan karena dirinya merasa nantinya akan menyusahkan kedua orang tuanya. Sebuah pemikiran yang terkesan asal-asalan memang. Dan nyatanya, hingga saat ini saya belum menemukan suatu dasar yang mendukung pemikliran tersebut.
Yang saya temukan beberapa waktu kemudian adalah sebuah hadits yang berbunyi sebagai berikut :
“Setiap anak Adam ditusuk oleh setan dengan dua jemarinya pada dua rusuk si anak Adam saat ia dilahirkan kecuali Isa ibnu Maryam. Setan ingin menusuknya ternyata setan menusuk pada hijab/tabir penghalang.” (HR. Al-Bukhari no. 3286)
Wajar jika setan melakukannya. Kelompok mereka adalah musuh yang nyata bagi umat manusia dan ketika manusia itu terlahir, setan sudah mengganggunya.
Berkebalikan dengan suara tangisan sang bayi, orang-orang di sekelilingnya mengukir senyum di bibir mereka sebagai ungkapan rasa kebahagiaan diselingi tahmid kepada Sang Khalik.
Doa pun terlantun dari kedua orang tua, kakek dan nenek, paman dan bibi, serta orang-orang yang mencintai sang bayi, agar kelak ia menjadi manusia yang berguna bagi diri, keluarga, lingkungan, agama, bangsa, dan negaranya.
Waktu pun bergulir. Hari ke minggu. Minggu ke bulan. Bulan ke tahun. Berpuluh-puluh tahun kemudian, sang bayi sudah tiba di akhir perjalanan hidupnya. Dia akan kembali.
Di sekeliling pembaringannya, anak dan cucunya berurai air mata, seolah-olah tak ingin melepas dirinya untuk kembali kepada Sang Khalik. Berkebalikan dengan sekeliling, wajahnya memancarkan kebahagiaan. Sebuah senyum terukir jelas di bibirnya. Pandangan matanya yang teduh seolah-olah sedang menyaksikan sebuah lukisan indah tentang kehidupan masa depannya. Lalu nafapnya pun terhenti di penghujung dua kalimat syahadat yang diucapkannya.
Mungkin tak hanya anggota keluarga dan sanak-saudara yang menangisi kepergiannya. Setan pun mungkin berduka karena tak mampu menjerumuskannya agar masuk ke dalam kelompok mereka. Di neraka.
*ya Allah bihaa ya Allah bihaa ya Allah bihusnil khatimah*
Tulisan Terkait Lainnya :
- Apa yang Akan Kau Bicarakan di Belakangku?
- Tangis di Awal, Senyum di Akhir
- [Berani Cerita #41] Buku Harian
- Kehidupan dan Pikiran dalam Sebatang Pohon Pepaya
- Antrian Panjang Tanpa Nomor
- Ketika Diri Masih Balita
- Karena Anak Kita Tidak Sedang Berlomba
- Lift Yang Aneh!
- Seribu Cara Untuk Mati
- Di Bawah Kamboja dan Sebuah Misteri
Semoga kita semua istiqomah membikin setan menangis menjadi-jadi.
Amiiin.. MAturnuwun Mas-Mas.. 🙂
Sama-sama 😀
Ikut komentar pak iwan aja, turut meng-amin-kan
terima kasih.
semoga kita semua berakhir di dunia ini dengan senyum bahagia semntara orang-orang menangisi kepergian kita karena betapa berartinya kita di mata mereka,,amin ^_^
Aamiin. Semoga begitu ya, mbak
amin..
ya rabbal ‘alaamiin
Semoga akhir hayat kita Khusnul Khatimah … Aamiin …
aamiin…. insya Allah
Aamiin.. Aamiin.. Aamiin YRA
Tanda-tanda dekat kiamat dah banyak ya.. kemarin katanya ka’bah diselimuti salju.
yang jelas semakin hari… ya semakin dekat
tentunya…
Yup