Sal, semalam adalah malam pergantian tahun. Sebagian orang di luar sana mungkin menganggap detik-detik pergantian tahun tersebut adalah hal yang penting sehingga mereka merayakannya dengan cara masing-masing. Sementara aku dan dirimu tidak seperti mereka. Semalam adalah masa yang kita lalui seperti malam-malam sebelumnya.
Aku tak pernah lagi berniat mengajakmu untuk menikmati malam tahun baru di luar sana sambil menyaksikan pesta kembang api setelah kamu menolak ajakanku beberapa tahun lalu.
“Kalau untuk melihat kembang api, kita nggak perlu ke luar rumah, Zul!” Jawabmu saat itu. “Cukuplah kita duduk di balkon rumah kita. Dari sana kita bisa melihat kembang api yang akan menghiasi langit malam. Berdua. Itu lebih romantis.” Sambungmu lagi.
Ya, kita memang tidak pernah merayakan malam tahun baru di luar rumah. Kita juga tidak pernah duduk-duduk di balkon menunggu detik-detik pergantian tahun seperti jawaban yang pernah kau berikan. Kita lebih memilih berada di kamar, di atas tempat tidur. Tidur. Sebab malam adalah waktunya untuk beristirahat, bukan untuk beraktifitas.
Dan semalam, karena rasa lelah dan kantukku akibat beberapa hari lembur di kantor, menyebabkan aku tertidur lebih dahulu daripda dirimu. Selepas maghrib, kedua mataku sudah terpejam. Aku tak tahu apa yang kau lakukan semalam dan pukul berapa beristirahat. Yang jelas, saat aku terbangun di tengah malam, kamu sudah berada di sisiku. Suara kembang api di luar sana yang membangunkanku.
Aku bangkit, berwudhu, lalu menunaikan kewajiban yang tertunda.
Setelah melipat sajadah, aku berjalan ke luar kamar menuju balkon. Puluhan bahkan mungkin ratusan kembang api menghiasi langit malam. Meriah sekali di luar sana. Pasti. Terbersit keinginan untuk membangunkanmu, Sal. Tapi niat itu kemudian kubatalkan. Dirimu pasti lelah. Bahkan bisa jadi lebih lelah.
Sal, semalam aku duduk sendiri. Sepi. Kesendirian dan kesepian semalam, mengingatkanku bahwa akhir-akhir ini aku lebih asyik dengan duniaku, dengan pekerjaanku. Aku cepat lelah sehingga mengurangi kwalitas dan kuantitas kebersamaan kita.
Kamu memang pernah berkata, tak perlu untuk selalu romantis setiap hari, sebab bisa jadi nilainya akan berkurang karena bosan. Kamu juga pernah berucap, tak harus ada kata cinta setiap hari, karena bisa jadi jika terlalu sering diucap, ada rasa yang berkurang dan akan menjadi hambar.
Mungkin kamu benar, Sal. Dan nyatanya, aku belum melakukan sesuatu yang romantis dan mengucap kata cinta akhir-akhir ini. Terlalu lama. Maafkan aku, Sal.
entah sudah berapa lama
tak kuungkapkan rasa
tak kuucapkan kata
tak kugoreskan tinta
namun tak berarti cintaku sirna
entah sudah berapa lama
aku tak romantis
tak merangkai kata-kata puitis
tersenyum manis
namun tak berarti cintaku habis
entah sudah berapa lama
engkau kutemani
bersama di sisi
dalam sepi sendiri
namun tak berarti cintaku pergi
entah sudah berapa lama
kau dirangkul gundah gelisah
sedih pun dirasa sudah
karena diriku sedikit berubah
namun tak berarti cintaku punah
Ketahuilah, Sal. Akan selalu ada cintaku untukmu
Seri Samara Lainnya :
Keren judulnya, isi nya juga,,
Terima kasih 😀
Terbersit rasa sedih setiap kali bacas erinya Sal ini Mas.
Di bagian mana sedihnya. Bukannya romantis yah?
semoga ‘sal’ mengetahuinya :’)
Pastinya puisinya dikasih lihat ke Sali supaya dibaca 😀
Cinta…cinta…cintaaaa.. 😊
😀
Tentang cinta mulu ya teh
Ya sesuai atuh sama themanya serial Sal 🙂
bicara ttg cinta mah ngga bakalan habis2nya, lima huruf yg mampu menjadikan dunia seseorang berubaaaah..*kaya satria baja hitam..berubaaaah 😀
iya, bikin dunis seseorang berubah.baik yg jatuh cinta… ataupun putus cinta 😀
sukaaaa…..sama puisinya, jadi kangen nulis puisi lagi…abis patah hati gara2 abis cuti lairan ternyata komputerku di kantor abis di format dan file2 tulisanku blm sempat terselamatkan…
terima kasih, mbak 😀
dicoba aja lagi mbak. mungkin kalau nulis di komputer kantor harus ada backupnya, bisa di hardisk buat dicopy ke laptop lain. di email, atau di dropbox (ini belum nyoba)
melting bacanya
btw nama panjangnya Sal siapa?
kalo di sini sih Sal=Saladin, nama babyku hehehe
Kalau nama di novelnya… Salimah Qalbiyah 😀