Berapa banyak lampu lalu-lintas yang anda lewati ketika berangkat kerja? Apa anda pernah menghitungnya? Saya melewati tiga buah lampu lalu-lintas. Di antara ketiganya, lampu lalu-lintas kedua adalah lampu lalu-lintas yang sering membuat saya bimbang antara mematuhinya atau melanggarnya.
Ketika menyala merah, lampu lalu-lintas tersebut melarang para pengendara untuk maju lurus ke depan ataupun belok ke kiri. Jika saya berada pada lajur jalan yang akan lurus ke depan, bisa dipastikan saya akan berhenti. Tetapi saya lebih sering berada di lajur jalan yang akan belok ke kiri. Para pengendara mobil umumnya akan mematuhi lampu lalu-lintas tersbut. Sedangkan para pengendara sepda motor, umumnya tidak. Mereka akan maju secara pelan-pelan dan ketika ada sedikit kesempatan, mereka memacu sepeda motornya untuk belok ke kiri.
Saya pernah berada dalam posisi paling depan ketika lampu lalu-lintas tersebut baru saja menyala merah. Posisi saya berada paling kiri jalan. Sementara di sebelahan kanan saya, dua orang pengendara mobil langsung berhenti yang diikuti dengan pengendara mobil lain di belakangnya. Saya pun berhenti.
Tak lama kemudian, terdengar suara klakson dari arah belakang. Seorang pengendara sepeda motor tepat di belakang saya meminta agar saya maju dan mungkin menerobos lampu lalu-lintas yang menyala merah. Awalnya saya dia dan berusaha cuek. Namun si pengendara motor tersebut semakin sering membunyikan klakson. Akhirnya saya mengalah. Saya bergerak maju. Bukan untuk menerobos lampu lalu-lintas, melainkan bergerak ke hadapan mobil dan membiarkan pengendara sepeda motor berlalu. Tak lama kemudian, lampu warna hijau menyala.
Di lain kesempatan, jika saya melihat lampu lalu-lintas sudah menyala merah, maka saya akan berhenti di belakang mobil dan tidak mengambil sisi paling kiri jalan yang biasa digunakan oleh para pengendara sepeda motor. Dengan berada di posisi tersebut, saya bisa mematuhi lampu lalu-lintas sekaligus menghindari dari bunyi klakson pengendara sepeda motor di belakang yang bermaksud menerobos.
Dua kondisi di atas itu bisa terjadi ketika pikiran dan kejiwaan saya dalam kondisi ideal. Tetapi adakalanya kondisi salah satu atau bahkan keduanya tidak ideal. Jika demikian, maka yang terjadi adalah saya menerobos lampu lalu-lintas tersebut bersama pengendara sepeda motor lainnya.
Suatu ketika, setelah beberapa saat berhasil melewati lampu lalu-lintas tersebut, saya teringat Syaikhan. Saya dan Syaikhan pernah melewati jalan dan lampu lalu-lintas tersebut. Beberapa kali. Saat itu saya membayangkan jika apa yang saya lakukan dilihat langsung oleh Syaikhan. Kesalahan tersebut kemudian tanpa sengaja terekam dan tersimpan dalam memori ingatannya. Lalu di kemudian hari dirinya menyimpulkan bahwa menerobos lampu lalu-lintas yang sedang menyala merah itu adalah boleh sebab dirinya pernah melihat saya melakukannya. Bukankah sifat anak itu mudah untuk meniru perbuatan yang dilihatnya? Apalagi yang dilakukan oleh orang-orang terdekatnya. Bukankah itu artinya sebuah kesalahan telah diwariskan?
Mungkin, prosesnya tidak seperti itu. Mungkin saja akan ada pergolakan di dalam pikiran Syaikhan karena terjadi perbedaan antara apa yang didengar di sekolahnya bahwa ketika lampu lalu-lintas menyala merah itu semua kendaraan harus berhenti sementara yang dilakukan oleh saya, ayahnya, tidak demikian. Lantas siapakah yang benar? Mungkin pertanyaan itu yang akan berputar-putar di pikirannya.
Wallaahu a’lam.
Tulisan Terkait Lainnya:
Saya sekarang ini mati-matian berusaha mematuhi rambu Mas. Gak peduli dibel ato apapun. Padahal dulu suka belok seenak hati. eh sekarang sih masih suka ngelanggar three in one..
Patuh terhadap aturan itu jauh lebih baik, mas.
Lampu merah mana tuh ka?klo saya tiap pagi anter adik melanggar lalu lintas trs dgn berada d lwn arah biar mdh belok 😀
Lampu merah setelah ITC permata hijau
bnyak pelanggaran lalulintas mmg dilakukan oleh para pengendara motor, disiplin berlalulintasnya msh sngt rendah..
iya mas. saya masih termasuk di dalamnya
*koq malah bangga?*
wah saya ngelewatin lampu merah banyak bangeeeet. kapan2 deh sya hitung. tp kalo pagi buta sering sih diklaksonin suru nerabas aja ;(
iya juga… kan jalanan masih sepi yah?
Saya pengendara motor bang, kalau jiwa saya lagi lempeng saya stop kalau lagi acak kadul saya trobos hehehe
ya sama dengan saya kalau begitu
^_^
😀
Paling eneg kalo ada org nglakson2 di traffic light. Kaya orang ngga punya nalar aja. Semua orang pasti pengen cepet jalan kalo lampu udah ijo tanpa harus dia klaksonin dulu, Arrghh!!!
nah… saya mikirnya juga begitu. kalau masih merah, diklaksonin terus, ya belum jalanlah… belum waktunya
Manusia semakin ga sabaran ya
sepertinya begitu.
*sering nggak sabaran kalau koneksi internet lemot*
Itulah kelakuan kebanyakan orang. Aturan dilanggar, giliran celaka baru protes.
kalau sy di posisi yang njenengan jelaskan, saya malah sengaja berhenti dan berniat menghalangi yang mau menerobos. Haha. Kalau diklakson, mulut saya otomatis bunyi,”itu merah pak! Tahu nggak?”
😀
saya bilang merahnya ketika dia berada di samping saya ketika lewat 😀
Resiko nggak dengar :p
Nggak kayak kalau sy yang ngomel dan didengerin banyak orang. Haha
itulah perbedaaan kita 😀
Dan cara saya lebih efektif :p
(dalam hal ini)
betul. kalau soal beginian… perempuan lebih efektif 😀
kesalahan dan pelanggaran berlalu lintas seperti itu memang tidak bisa didiamkan, mas. harus ada yg mengingatkan atau menegur, kalau untuk diri kita seharusnya juga mulau menertibkan diri
terkadang merasa “nyaman” melakukannya, pak 😀
Aduuuhh,,ini sederhana,,tp kok iya jg yaa bang,,he he
ya… saya mikirnya yang sederhana aja, mbak. nggak bisa yang rumit2