Sesuai judulnya, coretan ini tidak membahas buku “Sutra Ungu” yang berisi tentang panduan berhubungan intim dalam perspektif Islam. Mungkin buku tersebut penting dibaca buat calon pengantin atau pengantin baru, sayangnya, saya belum membacanya sama sekali kecuali melihat gambar covernya dan membaca beberapa komentar tentang buku tersebut. Coretan ini hanyalah tentang pengalaman saya saat melakukan transaksi di salah satu bank yang bernuansa ungu 😀
Pagi ini, setelah melakukan sesi foto di kelurahan, saya bermaksud mencairkan deposito di bank tempat membuka deposito [kalau di bank lain pasti nggak akan bisa] karena adanya sebuah keperluan. Sekitar pukul sepuluh kurang sekian menit, saya tiba di tempat. Seorang satpam memberikan saya nomor antrian dan kemudian saya langsung diminta ke mejas customer service. Petugas customer service langsung menanyakan keperluan saya.
“Mencairkan deposito meskipun belum jatuh tempo,” jawab saya.
Setelah meneliti, customer service kemudian menyampaikan kabar yang kurang menyenangkan. Sejak berlakunya kebijakan baru yang entah kapan mulainya, deposito yang dicairkan bukan pada tanggal jatuh tempo tidak akan mendapatkan bagi hasil.
“Meskipun sudah enam bulan?” Tanya saya yang kemudian di-iya-kan oleh customer service.
“Pada waktu buka, saya cuma diberitahu bahwa kalau dicairkan bukan di tanggal jatuh tempo cuma dikenakan pinalti sebesar tiga pulu atau lima puluh ribu.”
Ternyata informasi yang sampai ke telinga saya sekitar enam bulan yang lalu itu sudah tidak berlaku lagi saat ini. Atau jangan-jangan customer service yang saat itu memberikan pelayanan lupa menyampaikan informasi secara detil.
Sebenarnya, agar tetap bisa mendapatkan bagi hasil selama enam bulan, saya bisa menunda pencairan hingga bulan depan. Sayangnya, kebutuhan dan keperluan tidak bisa ditunda lagi. Harus segera.
Ada pula trik agar bagi hasil yang sebenarnya sudah menjadi hak nasabah pemilik deposito tidak hilang meskipun pencairan dilakukan bukan di tanggal jatuh tempo. Caranya, menurut mbak customer service, dengan langsung mentransfer atau memindahbukukan bagi hasil yang sudah didapat langsung ke rekening tabungan. Tapi cara demikian sudah terlambat bagi saya saat ini. Mungkin untuk ke depannya.
Jadi, karena saya mencairkan sebelum jatuh tempo, maka bagi hasil selama enam bulan berjalan menjadi hangus. Nyesek juga rasanya. Hiks. Tapi kalau dipikir-dipikir, uang yang saya depositokan tidak berkurang. Jumlahnya sama seperti sebelumnya. Mungkin nilai intrsiksiknya yang berkurang karena pengaruh inflasi. Sementara bagi hasilnya awalnya bukanlah uang milik saya. Jadi seharusnya tidak nyesek bange-banget seh. Beda mungkin dengan kejadian ketika booking fee yang hangus beberapa waktu yang lalu, sebab uang tersebut adalah memang milik saya yang kemudian tidak menghasilkan apa-apa. Tapi setelah kejadian tersebut, saya mendapatkan rezeki nomplok yang tak terduga berupa harta karun “yang terpendam” yang nilainya lebih banyak. Alhamdulillah.
Sementara untuk kasus yang satu ini, mungkin saya harus belajar mengikhlaskannya seperti kisah seorang lelaki yang menemukan sebuah koin yang penyok. Ada yang sudah membacanya? Jika belum, saya akan mempastekan kisah tersebut yang berjudul “Kisah Sebuah Koin Penyok” yang saya kutip dari sumbernya di sini.
Seorang lelaki berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Kondisi keuangan keluarganya morat-marit. Saat menyusuri jalanan sepi, kakinya terantuk sesuatu. Ia membungkuk dan menggerutu kecewa. “Uh, hanya sebuah koin kuno yg sudah penyok.” Meski demikian, ia membawa koin itu ke bank.
“Sebaiknya koin ini dibawa ke kolektor uang kuno,” kata teller itu memberi saran. Lelaki itu membawa koinnya ke kolektor. Beruntung sekali, koinnya dihargai 30 dollar.
Lelaki itu sangat senang. Saat lewat toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu obral. Dia pun membeli kayu seharga 30 dollar untuk membuat rak bagi istrinya. Dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.
Di tengah perjalanan dia melewati bengkel pembuat mebel. Mata pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu bermutu yang dipanggul lelaki itu. Dia menawarkan lemari seharga 100 dollar untuk menukar kayu itu. Setelah setuju, dia meminjam gerobak untuk membawa pulang lemari itu.
Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita melihat lemari yang indah itu dan menawarnya 200 dollar. Lelaki itu ragu-ragu. Si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju dan mengembalikan gerobaknya.
Saat sampai di pintu desa, dia ingin memastikan uangnya. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Tiba-tiba seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.
Istrinya kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya bertanya, “Apa yg terjadi? Engkau baik-baik saja kan? Apa yg diambil oleh perampok tadi?”
Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi”.
Bila kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan? Sebaliknya, sepatutnya kita bersyukur atas segala karunia hidup yang telah Tuhan berikan pada kita, karena ketika datang dan pergi kita tidak membawa apa-apa.
Sambil menunggu proses pelayanan yang cukup lama, mungkin hampir satu jam, saya mengalihkan pandangan ke layar televisi yang tergantung di langit-langit. Sebuah rekaman acara komedi tentang sekelompok orang “ngerjain” orang lain sedang tayang. Cukup menghibur meski saya tidak sampai tertawa dibuatnya.
Akhirnya proses pencairan selesai. Saya langsung mentransfer hasil pencairan deposito tersebut ke rekening lain milik tante (encing) saya yang memerlukan. Kembali saya menunggu proses yang menurut saya juga tidak sebentar.
Lalu nama saya dipanggil oleh teller.
“Bapak, rekening bapak ini dormant ( saya dengarnya doorman 😀 ), jadi transaksinya tidak bisa langsung diproses.” Ucap Teller.
“Maksudnya, mbak?” Saya bingung.
“Bapak sudah enam bulan tidak melakukan transaksi. Rekening Bapak ditutup sementara. Bapak membuka rekeningnya bukan di sini, kalau minta diaktifkan dari sana akan lama. Sebaiknya Bapak melakukan transaksi. Lima puluh ribu saja juga bisa.” Jawab Teller.
Akhirnya saya pun melakukan setoran sebesar lima puluh ribu.
Tak lama kemudian, transaksi selesai dan saya meninggalkan bank menuju ATM dan langsung menguras isi rekening di bank tersebut 😀
Tulisan Terkait Lainnya:
Wueeh, jadinya putus hubungan sama bank itu Mas? Btw baru nyadar kalo headernya sudah ganti juga ya? 😀
putus seh nggak. tabungannya masih aktif. cuma saldonya tinggal 100-an ribu 😀
headenya ada 3 dan akan random setiap kali refresh atau lihat postingan lain.
kalu di bank mas dani gimana? ada aturan baru yang demikian?
Kalo di bank yang dulu jahat, 100 rebu minimal saldo, gak aktif 3 bulan otomatis dormant dan kalo lebih lama akan ditutup.
Kalo yg sekarang sih ga ada saldo minimal, cuman boleh buat perusahaan tapinya. 😀
rada mirip yah. kalau di bank itu katanya seh nggak ada penutupan rekening.
terus kalau masalah deposito yg dicairkan sebelum jatuh tempo gimana, mas, ada peraturannya juga yang mirip dengan pertauran baru di atas?
Kalo di bank yang dulu ada kek gitu Mas. Bisa dicairkan tapi kena penalty 0.5% dari nominal deposito ato kalo ga mau kena penalty bunganya ga dibayar. Bank konvensional Mas. Pake sistem bunga..
tapi rada mirip seh yah
cuma cerita saya lebih kejam. nggak dapat bagi hasil dan kena pinalty 😀
bagi hasilnya kayak kita nabung gitu yak?
Iya. Cuma dapatnya setiap jangka waktu depositonya. Jumlahnya sedikit lebih besar drpd tabungan
Kisahnya bagus
namanya juga hasil kutipan, bukan karya sendiri 😀
akal2an bank ada2 aja yaa… ini bank syariah padahal ya mas ?
iya, teh. sayang sekali
Dua atm beda bank saya saldonya udah dibawah 100rb dan jarang dipake, untungnya sih kartu spesial buat mahasiswa. 😀
Cuma dipake buat nerima beasiswa aja soalnya.
transaksi semuanya cash yah?
😀
Paling kalau belanja di olshop aja baru diisi dulu rekeningnya.
setidaknya masih bisa diisi dan digunakan
Saya sudah lama putus hubungan sama bank ini. Padahal dulu suka.bangeet. gak ad bea admin bulanan, saldo min 0, gratis tarik tunai di smua atm bersama
Seiring berjalannya waktu, koq makin banyak sunatannya.
gak semua masyarakat butuh yg Pertama Murni ….
😀
ya…. semuanya berubah… atau mengalami perubahan
atm mati sudah biasa, sudah ganti banyak kartu saya malah.
😀
eh kisah koin penyoknya bagus ya.
kalau kartu ATM, saya tergolong orang yang awet. jarang dipake soalnya paling beberapa kali dalam sebulan.
iyah, makanya saya copas langsung dari sumbernya.
saya punya tuh buku Sutra Ungu, bahkan yg vol kedua juga udah ada di perpus pribadi di rumah
tapi nyesel bacanyaaaaa,, nikahnya masih lama soalnyaaaaa
hha
😀
ya gpp. ilmu kan nggak akan ilang, nanti pas hari H dan seterusnya tinggal praktekin
walah2 ngomongin prakteknyaaa
*kabbuurr
😀