
Manusia merencanakan Allah menentukan. Kalimat itu yang terucap dari lisan seseorang bilamana apa yang didapat jauh dari harapan dan perencanaan yang sebelumnya sudah disusun dengan amat sangat rapi. Saya pun mengucapkannya demikian. Setidaknya seperti itulah yang pernah saya ceritakan tentang terlambat tiba di kantor padahal jadwal berangkat sudah direncanakan lebih pagi. Lebih lengkapnya bisa dibaca pada coretan dengan judul yang sama, “Manusia Merencanakan Allah Menentukan” .
Di akhir tulisan tersebut, saya menyebutkan bahwa ada rasa ketidakadilan ketika saya mengucapkan kalimat tersebut di saat apa yang Allah hadirkan di bawah apa yang kita harapkan. Sementara saya tidak mengucapkan demikian ketika apa yang Allah hadirkan di atas apa yang kita harapkan. Padahal, kalau dipikir-pikir, bukankah lebih banyak kebaikan yang terjadi di sekeliling yang mungkin di luar apa yang direncanakan?
*****
Februari, bulan royalti. Sepertinya saya pernah membaca kalimat seperti itu beberapa waktu yang lalu. Mungkin salah satu kontak saya di facebook membuat status dengan kalimat demikian. Mungkin si pembuat status tersebut adalah seorang penulis yang sudah berhasil menerbitkan buku melalui penerbit major dan tinggal menunggu royalti ke dalam rekeningnya.
Tak jauh berbeda dengan si pembuat status tersebut, saya pun akan mendapatkan pemasukan tambahan berupa royalti dari buku “Jejak-jejak yang Terserak” di bulan Februari sesuai dengan surat perjanjian antara saya dengan penerbit. Ternyata, hingga Februari berakhir, royalti tak kunjung datang. Bisa jadi penyebabnya adalah karena penjualan buku saya tersebut belum membaik seperti kabar yang pernah saya terima sekitar bulan januari kemarin.
Apa yang tertulis di dalam surat perjanjian tersebut adalah bentuk dari rencana manusia. Namun bila bulan Februari kali ini tanpa royalti, itu karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala punya kuasa untuk menentukan segalanya. Termasuk membuka pintu rezeki yang lain untuk diri saya.
17 Februari, selepas maghrib, saya sedang tidur-tiduran di kamar. Tiba-tiba handphone saya yang terlatak di sisi kanan saya bergetar. Meski ada sedikit keraguan, akhirnya saya terima panggilan nomor yang tak dikenal itu.
-oOo-
Sekitar pukul 20:06, sebuah SMS masuk. Pengirimnya adalah nomor yang sebelumnya menghubungi saya.
“Pak,tinggal Bapak satu-satunya yang bisa nolong. Besok pagi bisa ngajar ya, Pak? Terima kasih banyak.”
Rupanya, seseorang yang semula ditugaskan untuk memberikan materi tidak bisa melaksanakan tugas tersebut. Pengajar cadangannya pun tak sanggup. Di pembicaraan sebelumnya, saya mengatakan jika saya kurang menguasai materi yang akan disampaikan dan meminta agar saya tidak dijadikan pilihan utama. Jika ada tenaga pengajar lain, saya serahkan kepada pengajar tersebut. Dan SMS tersebut secara langsung atau tidak langsung memposisikan saya sebagai pengajar pengganti.
Alhamdulillah, pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pelatihan tersebut berjalan dengan cukup lancar. Para pesertanya cukup kooperatif.
*****
Saya tidak pernah merencanakan akan mengajar di tanggal 18 Februari kemarin, namun dengan cara yang tidak disangka-sangka, Allah menakdirkan hal itu terjadi. Saya berharap royalti yang masuk rekening, namun honor sebagai pengajar yang masuk. Manusia tidak merencanakan Allah tetap menentukan.
Mungkin sebaiknya, atas kejadian dan kebaikan yang saya alami, saya juga harus mengatakan bahwa manusia merencanakan Allah menentukan. Akan lebih adil bukan?
Tulisan Terkait Lainnya :
semangat mas…:-)
iye, teh 😀
Adil …
Setuju “Manusia hny bs berencana Allah yg menentukan” … Ketentuan Allah ada tujuan d dlmnya, lbh indah n hrs disyukuri … 😀
insya Allah begitu
Semuanya sudah di atur oleh Nya, tetap semangat bang… 😀
iya, mas. toh penggantinya nilainya lebih besar 😀
alhamdulillah
Alhamdulillah…..
Rejeki selalu datang dari jalan yang tidak di sangka-sangka… 😀
yup. betul, mas
Traktiran donk 😀
boleh…. boleh…. 😛
semangaaaaat
terima kasih 😀
Wa yarzuqhu min haitsu laa yahtasib.
Percaya banget sama ayat itu
yup. harus percaya, mbak 😀
Adil banget mas, karena Allah memang Maha Adil. Allah itu sesuai dengan persangkaan hambanya 🙂 🙂 🙂
iya mbak. betul.
mantab!
takdir dan nasib memang beda.
nasib bisa diusahakan, tetapi ketika telah menjadi kenyataan itu sudah jadi takdir