Semula, botol itu berisi minuman dengan rasa jeruk. Hampir penuh. Tutupnya masih bersegel. Terasa dingin ketika permukaan botol tersebut menempel di kulit telapak tangan saya. Wajar. Saya baru saja mengeluarkannya dari sebuah showcase di dalam sebuah mini market. Setelah menyerahkan sejumlah uang sesuai dengan label harga yang tertera kepada kasir, botol tersebut saya bawa pulang.
Beberapa saat kemudian…
Sedikit demi sedikit, minuman rasa jeruk di dalam botol tersebut berkurang. Tiga perempat. Setengah. Seperempat. Lalu habis. Tak bersisa.
Saya tak ingin menyimpan botol kosong tersebut berlama-lama. Tak ada guna. Tak ada harga. Saya lalu membuangnya ke tempat yang jarang saya tengok. Botol tersebut bernasib sama seperti botol-botol bekas lainnya. Teronggok di tempat sampah.
Suatu shubuh, saat kedua kaki saya melangkah ke masjid, saya berpapasan dengan seorang lelaki dengan membawa semacam karung di belakangnya. Saya bisa pastikan bahwa lelaki itu adalah seorang pemulung yang sedang berusaha menjemaput rezekinya.
Kedua mata saya menangkap apa yang dilakukannya. Sekali. Pemulung itu mengaduk-aduk sebuah tempat sampah seperti mencari sesuatu yang berharga di dalamnya. Sementara, penghuni tempat sampah tersebut adalah benda-benda yang tak lagi berharga dan berguna. Sang pemilik telah membuangnya.
Saya tidak memperhatikan pemulung tersebut berlama-lama. Adzan shubuh sudah berlalu beberapa menit yang lalu. Saya menduga, botol atau gelas plastik bekas adalah salah satu benda dicari sang pemulung. Dugaan saya tersebut mungkin benar. Sebab, pagi tadi, saya melihat seorang pemulung lain yang menggunakan sebuah gerobak memasukkan botol atau plastik bekas yang ditemukannya di jalan ke dalam gerobaknya.
Sebuah benda bisa menjadi tidak berharga bagi seseorang sehingga harus dibuang. Sementara, bagi orang lain, benda tersebut masih menjadi benda berharga dan dicari-cari untuk bisa menyambung hidupnya. Mungkin itu contoh kecil dari sebuah relativitas.
Sebuah pekerjaan atau pilihan, akan menjadi sesuatu yang tepat bagi seseorang untuk dijalankan. Namun bagi orang lain, sebuah pekerjaan atau pilihan tersebut menjadi sesuatu yang salah dan tidak layak untuk dipertahankan.
Jika di dalam kehidupan ini segalanya ada yang berpasangan, maka dari segala sesuatu yang bersifat relatif, pasti ada sesuatu yang sifatnya tidak relatif. Mutlak.
Apakah itu?
Tulisan Terkait Lainnya :
- Rezeki : yang Dijamin, yang Digantung, dan yang Dijanjikan
- Kucing dan Rezeki
- Rezeki Seorang Blogger di Bulan Desember
- Bersegeralah, Berlombalah, dan Berjalanlah
- Menulis : Hobi, Terapi, Rezeki, dan Berbagi Inspirasi
- Jangan Remehkan Para Sopir
- Narsisku Rezekimu
- Botol Bekas dan Relativitas
- Manusia Merencanakan Allah Menentukan [2]
- Evolusi Para Penjemput Rezeki
saya buka buku fisika kehidupan dulu,
mencari mana yang sifatnya relatif dan tidak relatif,
tetapi dipengaruhi sudut pandang gak nih 🙂
pastinya dipengaruhi sudut pandang… makanya relatif 😀
ini main tebak2an mas? atau tes kepintaran..hahaha..
tes keimanan koq
Hmmmm.. Acuan mestinya ke yang tidak relatif itu ya Bang.. 🙂
biar nggak terombang-ambing 😀