“Aku pasang lima!”
Ucap Pardi. Lelaki di hadapanku setelah aku selesai mengocok dan meletakkan mangkuk dari batok kelapa berisi dua buah dadu di dalamnya beserta alasnya ke lantai. Sejurus kemudian, Pardi membanting lima lembar pecahan sepuluh ribuan ke arah gambar lima lingkaran berwarna merah. Beberapa orang lelaki lain juga melakukan hal yang sama. Hanya saja, jumlah uang yang mereka pertaruhkan berbeda. Mata dadu yang mereka pasang juga tak sama.
“Sudah semua?” Tanyaku untuk memastikan tak ada lagi orang yang akan memasang taruhan di atas kertas lebar bergambar mata dadu berjumlah satu hingga enam yang terhampar sejak awal aksiku hari ini.
Aku adalah bandar judi dadu koprok di pasar ini. Penghasilanku cukup lumayan. Apalagi para penduduk yang tinggal di sekitar ini sepertinya tidak memahami bahwa bermain judi dadu koprok tidak akan membuat mereka kaya.
Satu-satunya cara untuk bisa menjadi kaya dengan cara ini adalah menjadi bandarnya. Sebagai seorang bandar judi koprok, aku memiliki peluang menang tiga kali lebih besar dibandingkan mereka yang bertaruh. Aku tahu itu. Aku melakukannya dan sudah membuktikannya sendiri.
“Sial!” Ucap Pardi. Wajahnya kesal. Lima puluh ribunya melayang dan menjadi milikku.
Kalimat sumpah-serapah dan caci maki pun keuar dari mulut penjudi lainnya, sebab angka yang mereka pasang tidak muncul ketika mangkuk dari batok kelapa itu kuangkat. Aku tersenyum. Kedua tanganku segera mengambil seluruh uang taruhan dan kumasukkan ke dalam tas kecil di pinggangku.
“Kita mulai lagi!” Teriakku sambil mengocok kembali dua buah dadu di dalam mangkok batok kelapa. “Ayo pasang lagi!”
“Kali ini aku harus menang!” Ucap Pardi. “Ini adalah uang terakhir milikku yang seharusnya kugunakan untuk menebus obat anakku yang sedang sakit. Aku pasang tiga!”
Semua taruhan sudah diletakkan. Kuangkat batok kelapa yang menutupi dua buah dadu dengan perlahan.
“Tiga!” Teriak Pardi ketika melihat salah satu mata dadu yang muncul berjumlah tiga. “Aku menang!”
Sial. Kali ini aku yang menggerutu.
Pardi melangkah pergi sambil tertawa gembira setelah menerima uang imbalan dari taruhannya. Mungkin dirinya akan pergi ke apotik untuk menebus obat. Tapi kuyakin, dirinya nanti akan kembali lagi. Judi sudah menjadi candu baginya dan orang-orang sepertinya. Kekalahan akan membuat mereka penasaran. Kemenangan akan membuat mereka ketagihan.
*****
“Sial!” Teriak Pardi. “Hari ini aku benar-benar sial!” Kedua tangannya mencari-cari uang di balik saku kemeja dan celananya. Nihil.
“Pardi, pulanglah!” Perintahku kepada Pardi yang kali ini tidak mendapatkan sekalipun keberuntungannya.
“Tidak. Aku ingin main lagi. Aku yakin kali ini pasti menang.”
“Mana uangmu? Sudah habis, kan?” Tanyaku. “Kamu juga tidak mengenakan jam tangan atau benda berharga lainnya yang bisa kau jual atau pertaruhkan di sini. Kamu tahu aturannya, kan? Kamu tidak bisa bermain tanpa uang!”
“Diam!” Sergahnya.
Pardi menengok ke kiri dan ke kanan seperti mencari seseorang.
“Tini!” Teriaknya memanggil sebuah nama.
Tiba-tiba seorang gadis belia berlari mendekati Pardi.
“Ada apa, Pak?” Tanya gadis itu.
Pardi tak menjawab. Tangan kanannya segera mencengkeram lengan gadis belia bernama Tini tersebut.
“Bandi!” Pardi memanggilku. “Berikan aku uang agar aku bisa main lagi. Sebagai imbalannya, kuserahkan putriku ini kepadamu.”
*****
Jumlah : 486 Kata. Untuk Memeriahkan MFF [Prompt #47]
“Hai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya arak, judi, berhala, dan undian adalah kotor dari perbuatan syaitan. Oleh karena itu jauhilah dia supaya kamu bahagia. Syaitan hanya bermaksud untuk mendatangkan permusuhan dan kebencian di antara kamu disebabkan khamar dan judi, serta menghalangi kamu ingat kepada Allah dan sembahyang. Apakah kamu tidak mau berhenti?” (QS. Al-Maidah: 90-91)
Baca Juga Monday Flash Fiction Lainnya
- [Prompt#135] Pacar Sesaat
- [Prompt#121] Kutu-Kutu Hendak Menjadi Kupu-kupu
- [Prompt#120] Hanya Sejengkal
- [Prompt#119] Perbedaan
- [Prompt#118] Perjumpaan Kembali
- [Prompt#117] Senyum Ibu
- [Prompt#116] Lidah Perempuan
- [Prompt#115] Sayap yang Patah, Hati yang Terbelah, dan Jaring Laba-laba yang Lemah
- [Prompt#114] Ada Apa Dengan Cintana?
- [Prompt#113] Adin dan Sani
Ya Allah tega benar anaknya d jadiin taruhan …
begitulah rusaknya judi. makanya Islam melarang perjudian.
yup …
judi jg bs buat org miskin gali lobang tutup lobang …
betulll
Si Pardi jadi stress.. anak gadisnya kemudian yg dijadikan ‘tumbal’.
katanya… kalau udah kecanduan judi, apa pun di-judi-in dan apa pun bisa dijadikan taruhannya
ah meleset. tebakanku anaknya dijadikan taruhan, ternyata digadaikan dulu..
ah harus bayar nih.. 😀
setelah digadaikan, terus kalah…. ya nggak bisa balik donk si anak… sama aja, kan?
Do min joon 😛
itu siapa?
bintang film korea?
Nama tokoh di my love from another star. Ff-nya terinspirasi dari situ kan? 😀
ooo… saya nggak tahu nama-nama pemainnya 😀
iyah. keinget episode itu plus ceramah siapa gitu yang bilang “judi itu kalau kalah bikin penasaran dan kalau menang bikin ketagihan”
Eh?
Oh!
Saya punya saudara sampai berkali kali masuk penjara ya tidak tobat tobat.
jadi kasian aku melihatnya seperti kecanduan..
begitulah judi, mbak. merusak.
iya
Buang aja bapaknya kelaut.. #loh…
😀
yang lagi hamil jangan emosi donk
Sudah terlalu candu, jadi hilang akal begitu ya…
Hehe… saya bukan emosi, greget…
makanya sangat dilarang dalam islam.
tenang… tenang… 😀
Semoga segera insyaf 😀
aamiin…
kaget! hahaha, keren ini, Mas. kecanduan yang “jarang” terpikir orang lain 😀
terima kasih, mbak 😀
alamak!
tega banget si bapak. hih!
tega karena judi 😀
Jahat bgt si Pardi >_<
jahat karena judi, teh
*sepertinya ada lagunya*
keren
Terima kasih 😀
Judi emang gak ada untungnya sih .___.
iya, mbak. harusnya banyak orang yang ngerti dan nggak mau berjudi, apa pun benntuknya
mungkin mereka ngerti, tapi karena udah seneng sama apa yang mereka dapatkan jadinya kecanduan. Padahal hanya kesenangan sesaat aja 😀
mungkin akalnya sudah ditutupi kesenangaan sesaat sehingga logikanya nggak jalan
Judi memabukkan ya mas.
Pengalamankah? 😛
nggak memabukkan, koq… tapi bikin kecanduan.
adakalanya untuk tahu sesuatu nggak harus melakukannya terlebih dahulu kan? 😛
Hehehe. Kirain mas.
😀
Enggaklah
Tegaaaaaa!!!
Om Rifki, huruf habis dialog itu bkn kapital kecuali nama org
Masih bingung, mbak. Jadi setiap kalimat terakhir dalam dialog tidak ditutup dengan titik yah? Cukup koma sebelum tanda petik dua?
Kalau kalimat dialog berupa perintah yabg ditutup dengan tanda seru, apa kata berikutnya tetap diawali dengan bukan huruf kapital?
Saya belum ngeh banget bagian ini, jadinya selama ini saya nulisnya ya begitu 😀
Kalau habis dialog mah titik Om. Habis tanda seru atau tanya huruf kapital. Di blog MFF ada kok ulasan, coba cari deh. Aku juga masih belajar sih hehe
Ok. Terima kasih sharingnya, mbak
Contoh dialog,
“Kamu jahat!” kata Dewi.
Oooo…. I see… I see… Thanks
Judiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii………………………………….. Pardiiii………………………..
Teeeeeet!
😀
Walaupun Pardinya jahat, saya suka cerita ini, mas. ‘candu’nya terasa sekaliii :”)
terima kasih 😀
saya suka ceritanya. suka banget! dan kurang ajar banget itu si pardi -_-
terima kasih mbak. iya, pardi begitu karena judi
Bapak gendeng! hahaha…. sukses bikin aku emosi
begitulah pardi yang terkena candu judi, mbak.
terima kasih 😀
Haduh, kok tega banget ya hahaha
hatinya sudah tertutup karena judi 😀