Irfan meminta Layla untuk menemaninya di halaman belakang. Irfan ingin menikmati momen matahari terbenam sambil duduk-duduk di bangku taman bersama sang istri.
“Malam…,” kalimat Irfan terputus.
“Ada apa, Mas?” tanya Layla.
“Itu arti namamu, kan?”
“Iya. Betul.”
“Aku suka dengan malam. Ketika malam, aku bisa melihat gemintang di langit. Mereka setia menemani kesendirian sang bulan yang hadir meski tak selalu purnama. Aku bisa mendengar nyanyian serangga yang memanjakan kedua telingaku. Aku mencintai malam. Aku mencintaimu, Layla.”
Tiba-tiba, kedua mata bening Layla berkaca-kaca.
“Aku juga mencintaimu, Mas.” Balas Layla sambil menggenggam tangan Irfan yang semakin kurus.
“Apa yang kudapat dari malam, kutemukan semuanya di dalam dirimu.” Sambung Irfan.
Sungai kecil mulai mengalir dari kedua sudut mata Layla.
“Namun jika aku boleh jujur kepadamu, aku pernah menyukai dan mencintai senja. Sebab senja memberiku tanda bahwa aku akan bertemu dengan malam. Bertemu dengan dirimu. Senja memberiku kabar bahwa beberapa saat lagi, aku bisa melepaskan rinduku kepadamu.”
Nada bicara Irfan mulai terdengar berat.
“Di dalam perjalanan hidupku, aku lebih dahulu bertemu dengan senja dibanding malam. Aku lebih lama membersamai senja dibanding malam. Mungkin itu sebabnya aku pernah jatuh cinta kepada senja.”
Layla mulai terisak-isak.
“Kamu jangan menangis. Aku bukan sedang menjalin cinta segitiga.” canda Irfan sambil berusaha untuk tersenyum.
“Aku tahu, Mas. Andaipun kamu melakukannya, aku rela. Asal kamu tidak pergi meninggalkanku.” pinta Layla dalam isaknya.
“Kita tidak bisa menghindari takdir. Apapun bentuknya. Pertemuan dan kebersamaan kita adalah sebuah takdir. Kenyataan bahwa dua puluh tahun kebersamaan kita tanpa kehadiran seoran anak pun adalah bentuk takdir yang lain. Senja ini, mungkin akan datang takdir lain.”
Adzan Maghrib sayup-sayup terdengar.
“Aku selalu mencintaimu, Layla.”
Selepas berkata, kedua mata Irfan terpejam.
Layla langsung membenamkan wajahnya ke dada Irfan. Tangisnya meledak. Lelakinya telah pergi. Layla harus menghadapi sebuah takdir lagi, bahwa Irfan sudah lelah berjuang melawan penyakit kankernya.
*****
Jumlah : 300 kata
“Tulisan ini disertakan dalam giveaway pertama blog newreffi.blogspot.com”
Baca juga Flash Fiction Lainnya :
endingnya sedih,
aku juga mencintai senja dan mencumbui malam 🙂
Habis nggak ketemu ide yg happy ending 😀
Mas, kok tiba-tiba tokohnya mati? =D
nggak ada yang tahu umur kita kapan berakhir kan? kapan aja bisa mati.
cluenya memang cuma sedikit ”
“Aku juga mencintaimu, Mas.” Balas Layla sambil menggenggam tangan Irfan yang semakin kurus.
kurus karena sakit yang dideritanya. seperti tahu bahwa dirinya akan pergi, irfan mengajak layla menikmati senja. ia lahir ketika senja dan pergi ketika senja
kurang lebih begitu
aihh… senjanya cantik.. 😀
ceritanya apik.. 😀
sad ending… 😦
dan terpilih jadi salah satu pemenangnya 😀
lelaki senjaaa 😛
begitulah ceritanya
setelah senja ada malam, berarti bakal ada fajar dan siang dong ya… hanya waktu si irfan yang ngga bisa bertemu mereka dong yaa… 🙂
sebelum2nya sudah ketemu koq. cuma umurnya sampe senja hari itu, jadi nggak ketemu sama malam, fajar, dan siang esok harinya
hmmm… beda pandangan… 🙂
gpp… yang penting ceritanya terpilih dan dapat hadiah 😀
yuuuuppp setujuuhhh bingiit… 🙂
wah, sad ending lagi..
kebanyakan yg ku baca kok sad ending mulu ceritanya…
soalnya nemu idenya yang sad ending 😀
innalillahi wa innailaihi rooji’uun
sad ending, bu.