
Pertemuan pertama kali saya dengan Minyu tidak terjadi di rumahnya, melainkan di rumah tetangganya yang juga merupakan saudaranya. Pertemuan kedua, saya tidak berlama-lama dan tidak sempat duduk-duduk di rumahnya. Barulah di pertemuan ketiga, saya bisa duduk berlama-lama di ruang tamu rumahnya.
Di ruang tamu itu, saya melihat banyak sekali foto berfigura menempel di dinding rumah yang sebagiannya merupakan foto saat wisuda. Di sisi lain ruang tamu, saya juga melihat beberapa foto bayi dan balita dengan wajah dan pose yang imut-imut. Kondisi ruang tamu yang berbeda dengan ruang tamu di rumah yang saya tempati hingga kini, rumah kedua orang tua saya.
Di ruang tamu rumah kedua orang tua saya, hanya ada dua buah foto berbingkai dengan ukuran cukup besar. Kedua foto tersebut adalah foto kedua adik saya saat menjadi pengantin. Tak ada foto saya, baik yang diambil saat wisuda — sebab saya adalah seorang sarjana tanpa wisuda, ataupun saat saya masih bayi, balita, ataupun anak-anak.
Keluarga saya sepertinya memang tidak begitu akrab dengan kamera. Tak banyak pose dari anggota keluarga yang diabadikan dalam bentuk foto. Mungkin momen saat keluarga saya akrab dengan kamera sehingga bisa dilihat foto hasilnya adalah ketika pengambilan foto untuk ijazah, pembuatan KTP atau kartu identitas lain, dan acara pernikahan.
Mungkin saat itu, teknologi kamera belumlah secanggih dan semurah seperti saat ini. Kondisi ekonomi kedua orang tua saya belum bisa disisihkan sebagiannya untuk membeli sebuah kamera. Masih banyak kebutuhan lain yang harus diutamakan dan didahulukan.
Jika dibandingkan dengan adik-adik, saya lebih beruntung. Saya masih memiliki beberapa foto di masa anak-anak. Beberapa foto ketika saya diajak oleh paman saya ke Taman Ria Senayan sekian tahun silam masih tersimpan di sebuah album yang miliki oleh tante saya. Di rumahnya. Saya masih ingat bagaimana proses foto tersebut bisa langsung jadi di tempat. Setelah tukang foto mengambil gambar, lembar foto tersebut kemudian digoyang-goyang sedemikian rupa hingga gambarnya terlihat.
Foto di atas adalah satu-satunya foto saya di saat saya berusia belum genap satu tahun. Mungkin. Fisik foto tersebut juga sudah hilang entah ke mana. Untunglah saya sempat men-scan (ini bahasa Indonesia apa yah?) dan filenya masih tersimpan di dalam hardisk laptop.
Berbeda zaman dengan Syaikhan saat ini. Saya sudah bisa membeli sebuah handphone dengan fitur kamera yang cukup terjangkau. Dengan handphone saya bisa mengabadikan momen apa pun ketika bersama Syaikhan. Mulai dari bayi hingga kini mau enam tahun, entah sudah berapa banyak fotonya yang sempat saya abadikan dengan berbagai aksi dan posenya.
Ketika akhir-akhir ini saya sering mengupload foto saya, saya jadi berpikir, jangan-jangan kenarsisan itu adalah bentuk pelarian ketika di masa kecil dahulu saya jarang difoto 😀
Tulisan Terakait Lainnya :
- Masa Kecilku Dan Para Pedagang Kecil
- Cinta Lelaki Kecil
- Jangan Sepelekan Yang Kecil
- Menjelajah Waktu, Memperbaiki Masa Lalu
- Peniti : Kecil Bentuknya, Besar Manfaatnya
hahaha sejak bayik dah sadar kamera ya bang 😀
tapi itu nggak menatap kamera koq mbak… 😀
Murah senyum ya, mas
iya kali yah 😀
Tahun berapa nih bang…?
Gemes pengen nyubit pipinya 😀
tahun 1979 😀
udah tuwir
Wah, saya mah belom ada airnya kalau tahun segitu mah 😀
😀
Foto waktu nikahanya aja yang kaya di blog atas itu di cetak dan tarus di rumah orang tua mas 🙂
sudah ada yang dicetak besar, mbak. cuma belum dipasang…. sepertinya kegedean dibanding ruang dinding yang tersisa…. sebeba itu bonus dari tukang cetak fotonya 😀
ahaha.. bisa jadiii bisa jadiii 😀
😛
hahaha, bisa jadi, jangan2 lagi pengen saingan dalam alam bawah sadar dengan syaikhan
btw waktu kecilnya gemesin juga fotonya 😀
Lucu Mas..mirip Syaikhan
syaikhan lebih putih, teh 😀
foto saya waktu bayi malah diambil dari samping 😀
cuma sekali doank?
yang ukuran besar cuma 1. yang lain saya nggak ketemu 😀
mungkin nanti ketemu yang lainnya.
iya yaa.. aku setiap pulang selalu niatnya mau foto n scan foto lama… tapi selalu lupa…
Di rumah bejibuuunn album2 foto soalnya… jadi udah males duluan, hehe
sesuatu yang banyak dikerjakan sekaligus emang pasti bikin malas. ini karen cuma satu, jadinya semangat 😀
Mas, kok cakepan pas masih bayi, sih..? Hahaha…
Btw, salah 1 yang nggak kusukai dari smartphone berkamera (dan juga digital cam) adalah karena rasanya jadi nggak penasaran lagi buat cuci cetaknya, beda sama jaman dulu pas kita pake kamera ber-film, pasti nggak sabar buat cuci cetak.. 🙂
Mas, kok cakepan pas masih bayi, sih..? —> baru mbak doank yang bilang begitu… 😛
dulu kalau mau lihat hasilnya kudu nunggu berhari-hari 😀
xixixi bener bener mp-er eh sekarang wp-er ternarsis
😀
pelarian masa kecil
Waaa…. asmie juga mau ngubek ngubek foto masa kecil ah, gara gara baca postingan ini, trims ya Pak.. 😉
Bisa jadi koleksinya lebih banyak 😀
Sudah ketemu, tapi cuma dua lembar saja hiks hiks… kata ibu asmie dulu memang susah membuat foto begitu, mahal katanya, ah rasanya kita hampir mirip ya Pak… 😦
Wis gak papa kapan kapan ikut nyontoh postingan ini ah… 🙂
lebih banyak daripada saya kalau begitu.
ok, ditunggu postingannya
Hehehehe ternyata om jampang, waktu kecilnya menggemaskan 🙂
emang yang lain nggak yah? 😀
Cakepan pas masih kecil mas :D….
😀
Fotonya pas bayi cakep dan imut ya mas,
terima kasih, mbak 😀