Kemarin, saya kena timpuk untuk melanjutkan sebuah cerita yang ternyata merupakan salah satu rangkaian cerita bersambung yang sudah ditulis oleh beberapa orang. Cerita yang saya tulisan ini adalah cerita kelima dan cerita selanjutnya akan disambung oleh teman yang saya tunjuk di akhir cerita.
Program ini namanya Cerita Bersambung Blogger, yang punya syarat dan ketentuan sebagai berikut :
- Meneruskan cerita bersambung dari blogger sebelumnya dengan panjang cerita minimal 100 kata (Lanjutan cerita bebas baik dari segi plot dan alur cerita, dll);
- Point of view atau sudut pandang cerita menggunakan sudut pandang orang pertama, seolah-olah penulis/pembaca menjadi tokoh utama di dalam cerita;
- Berikan Judul artikel cerita dengan format, Cerita Bersambung Blogger : Judul Cerita;
- Pada akhir cerita cantumkan cerita sebelumnya dengan format, Cerita Sebelumnya : Judul cerita oleh Nama Blogger dan sertakan pula link judul cerita ke artikel cerita dan nama blogger ke URL Blog;
- Setelah selesai menulis cerita, pilih satu teman blogger untuk meneruskan cerita selanjutnya dan beri link URL blog temanmu;
Yuk, bikin cerita ini lebih berwarna. Jangan berhenti di kamu ya…
—–oooOooo—–
Y U L I A
Kedua mataku masih terpejam ketika hidungku membaui aroma masakan yang sangat menggoda. Kupegangi perutku yang keroncongan. Lalu kubuka kedua mataku.
Pemandangan laut dan langit yang sama-sama biru yang kunikmati di senja hari tadi sesaat sebelum tak sadarkan diri sudah berganti dengan langit-langit kamar berwarna putih dengan penerangan sebuah lampu di tengahnya.
Tangan kananku masih memegang perutku yang lapar, sementara tangan kiriku kujadikan penyangga agar aku bisa duduk di pinggir tempat tidur.
Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Pak Bahri masuk ke dalam kamar sambil membawa dua buah piring di kedua tangannya.
“Alhamdulillah, Nak Arya sudah sadar!” ucap Pak Bahri sambil meletakkan bawaannya di atas meja kecil di sudut kamar. “Ini Bapak bawakan nasi lemak dan lauk untuk Nak Arya. Langsung dimakan saja. Sepertinya Nak Arya pingsan karena belum mengisi perut selama perjalanan ke Iboih ini. Silahkan! Bapak ambilkan air minumnya dulu.”
“Terima kasih, Pak.” Jawabaku sesaat sebelum Pak Bahri keluar kamar.
Aku langusng bangkit dari dudukku di atas tempat tidur, pindah ke atas kursi kayu, dan langsung menyantap nasi dan lauk yang disediakan Pak Bahri. Rasanya nikmat luar biasa. Aku bisa mengatakan bahwa Nasi lemak ini adalah makanan yang paling nikmat yang pernah kucicipi.
“Pelan-pelan saja makannya, Nak Arya!” Pak Bahri kembali ke kamar dengan membawa segelas air putih.
“Soalnya, nasi lemaknya enak sekali, Pak!” jawabku sambil cengengesan.
Pak Bahri tertawa mendengar jawabanku.
“Ini minumnya, Nak!”
Aku langsung menerima gelas berisi air putih yang dibawakan Pak Bahri dan langsung meminumnya.
“Nak Arya, apa Bapak boleh bertanya?”
“Tanya soal apa, Pak?” aku balik bertanya untuk kemudian meneguk kembali air putih dalam gelas yang berada di dalam genggaman tangan kananku.
“Sebelumnya Bapak mohon maaf jika pertanyaan ini agak lancang. Siapa itu Yulia?”
“Uhuk uhuk!” aku kaget bukan kepalang dengan pertanyaan Pak Bahri itu hingga aku terbatuk dan menumpahkan sedikit air minumku ke meja dan pakaianku.
“Maaf, Nak Arya. Maafkan Bapak yang sudah bertanya demikian.” Pak Bahri langsung merasa tak enak hati melihat reaksiku setelah mendengar pertanyaannya.
“Tidak apa-apa, Pak. Cuma saya kaget dan heran. Dari mana Bapak tahu nama itu?” aku balik bertanya.
“Selama tak sadarkan diri sejak sore hari tadi, Nak Arya menyebut nama Yulia beberapa kali.” jawab Pak Bahri.
Sepertinya, aku belum bisa melupakan Yulia begitu saja. Hubunganku dengan Yulia selama tiga tahun, rasanya tak mungkin langsung lenyap dapal hitungan beberapa hari. Bahkan alam bawah sadarku masih menyimpan namanya.
“Jika Nak Arya tidak mau menjawabnya, tidak apa-apa.” kalimat Pak Arya menyadarkan lamunanku.
“Oh, tidak apa-apa, Pak.” Kuubah posisi dudukku. Kini aku sudah berhadap-hadapan dengan Pak Bahri yang sedang duduk di sisi tempat tidur. “Yulia itu adalah ….
……… Bersambung …….
Cerita Sebelumnya : Butir Pasir dan Air Mata oleh Aqida Ahohiha
Cerita Berikutnya akan dilanjutkan oleh Mbak Antung Apriyana
Cerita Fiksi Lainnya :
harus baca dari awal dulu nih
😀
iya… harus baca dari awal kalau mau nyambung. kalau sepotong2, mungkin nggak akan nyambung
untung nggak panjang-panjang amat 😀
iya. cuma 100 kata udah cukup 😀
hahhaa.. mbak ayana harus baca dari awal biar g kagok.. hihi…
selamat melanjutkan mbak, ditunggu ya. 😀
okee. sambil mikir-mikir lanjutan ceritanya 🙂
pasti bisa lah 😀
hihihihi… 😀 siapp.. 😀
Wah… keren… Siapa Yulia ? *Garuk2 kepala
kamu jangan sok enggak tau.. Yulia itu.. yulia itu..
ah sudahlah.. lupakan.. T_T
nantikan kelanjutnnya 😀
yulia ituuuuu…..
hahahaaa.. ini yang lanjutin bisa bereksplorasi.. 😀
tinggal becerita masa-masa sebelum perpisahan 😀
cie,,,cie.. g sabar nunggu punya mbak aya.. 😀
tunggu tanggal mainnya 😀
Masih menanti lanjutan ceritanya… *mencari di google dengan keyword “siapa yulia”
😀
belum ketemu yah?
ooooh jadi ternyata Yulia toh
iyaaa…. yuliaaaa 😀
Yulia ternyata dikau yang di hati si Arya 🙂
ceritanya begitu, uni 😀
mundur baca dari awal dulu… 😀 untung belum kepanjangan… hehehehe. Kasih inputan boleh ndak?
Gimana kalau selain cerita sebelum dan sesudah, kasih juga link postingan cerita2 sebelumnya, kayak di postingan Aqied, jadi gak pusing nyari juga sih. 😀
Penasaran sama lanjutannya dari mba Aya.
mungkin sebaiknya gitu, mungkin karena saya terlalu taat sama ketentuannya 😀
Kalo dikasih link semua cerita sebelumnya takutnya ntar dapat teguran mbah google, terlalu banyak menautkan link. sebaiknya begitu saja biar ga dikira spamming… btw miris, clbk namun berat…
oke. sippppp lah kalau begitu.
mudah2an aja endingnya happy 😀