
Semua orang pasti sepakat, bahwa di antara cinta manusia, cinta yang dimiliki oleh seorang ibu kepada anak-anaknya adalah cinta yang paling hebat. Paling mulia. Tanpa meminta balas. Tanpa pamrih.
Semua orang juga sepakat, bahwa tak cukup kiranya menggambarkan kehebatan cinta seorang ibu hanya dalam coretan sebuah postingan blog. Sebab isinya pasti akan terlalu singkat untuk mendeskripsikan cinta ibu yang begitu besar. Sebab isinya pasti terlalu pendek untuk menggambarkan cinta dan kasih sayang ibu yang hadir sepanjang masa.
Apa yang saya tulis dan anda baca di bawah ini, hanyalah salah satu dari sekian ribu episode cinta ibu kepada saya. Sebuah episode ketika cinta dan usaha ibu menemukan kembali tulak rusuk saya yang hilang.
Kehidupan cinta yang saya arungi tidaklah tenang. Penuh gelombang. Hingga di suatu titik, gelombang yang datang menerjang sangatlah besar hingga menyebabkan bahtera yang saya nahkodai kandas. Terhempas. Hancur berkeping-keping.
Kiranya tak ada seorang pun yang membangun sebuah rumah tangga untuk kemudian dihancurkan. Tak ada pula seorang ibu yang menginginkan kehancuran rumah tangga anaknya. Maka ketika perpisahan itu terjadi, ibu saya adalah orang yang paling bersedih.
Setelah sekian lama hidup menyendiri, sanak-saudara di sekeliling saya, juga ibu, berkeinginan untuk mencarikan sosok pengganti pendamping hidup saya. Mungkin mereka berpikir, menjadi jomblo ‘second’ itu lebih berat godaannya dibandingkan menjadi jomblo untuk pertama kali. Tak hanya keinginan saja, mereka semua melakukan perbuatan nyata dengan memperkenalkan saya dengan perempuan yang diharapkan cocok dengan saya.
Saya kemudian diperkenalkan dengan beberapa perempuan. Sekali waktu permpuan yang dikenalkan kepada saya mengundurkan diri untuk melanjutkan proses perkenalan. Di lain waktu, saya tidak merasa cocok dengan profil perempuan yang diperkenalkan kepada saya. Pernah juga saya bertemu dengan seorang perempuan namun cerita tidak bisa dilanjutkan karena perbedaan prinsip tentang proses menuju pernikahan. Ada pula perempuan yang ‘menangis’ ketika ditinggal oleh ibunya agar kami bisa berbicara banyak.
Yang perlu dicatat, semua sosok perempuan yang saya sebutkan diatas bukanlah diperkenalkan oleh ibu saya, melainkan oleh sanak-saudara.
Akhirnya, ibu saya beraksi. Mulai mencari-cari. Hingga kemudian, ibu teringat akan salah seorang sosok perempuan dan memperkenalkannya kepada saya. Dengan sebuah strategi yang jitu, ibu berhasil mempertemukan saya dengan perempuan tersebut.
Pada suatu hari, ba’da ashar, ibu meminta saya mengantarkan beliau kondangan ke rumah salah satu saudara. Selepas dari tempat kondangan, ibu meminta saya mengantarkan beliau ke rumah salah seorang kenalan beliau dengan alasan beliau memiliki hutang kehadiran dalam sebuah acara hajatan kenalan tersebut yang tidak sempat beliau hadiri.
Sebagai anak yang berbakti, saya pun memenuhi permintaan ibu tersebut tanpa rasa curiga sedikit pun. Saya menunggu di luar rumah. Di atas sepeda motor. Beberapa saat kemudian, ibu keluar dari rumah tersebut dan meminta saya menunggu di dalam. Sesaat sebelumnya, saya melihat tuan rumah juga keluar. Belakangan saya tahu bahwa sang tuan rumah sedang memanggil seseorang untuk datang. Akhirnya saya masuk dan duduk di ruang tamu. Menunggu.
Tak lama kemudian datang seorang perempuan. Rupanya inilah strategi yang dipilih ibu. Memperkenalkan saya kepada seseorang tanpa memberitahukan saya terlebih dahulu. Sepertinya, perempuan yang akan dikenalkan kepada saya pun berada dalam situasi dan kondisi yang sama dengan saya, tidak tahu bahwa dirinya akan dikenalkan kepada saya.
Lalu kami berkenalan.
Kemudian kami bicara berdua. Sementara ibu dan tuan rumah duduk di ruang sebelah.
Berbeda dengan pertemuan dengan sosok yang diperkenalkan kepada saya sebelumnya di mana saya tidak bisa banyak bicara, dengan perempuan yang dikenalkan oleh ibu ini, saya seperti lancar bercerita. Dia pun juga begitu.
Dari pembicaraan itu barulah saya tahu bahwa Minyu – sebutan yang biasa saya gunakan untuk istri saya di dalam tulisan blog – adalah teman seangkatan adik saya di sekolah dasar dan kakaknya Minyu adalah teman seangkatan saya di sekolah dasar juga. Dirinya adalah cucu dari guru ngaji dari ibu saya.
Saat pertemuan pertama kali itu, waktu seakan berlalu begitu cepat bagi kami berdua. Tak terasa. Bisa jadi kami akan terus bicara dan bicara jika ibu tidak mengajak saya untuk pulang.
Dari pertemuan pertama kali itu, saya merasakan adanya kecocokan dengan Minyu. Ada chemistry di antara kami. Apa yang menjadi kriteria yang saya tetapkan untuk seorang pendamping hidup seperti berkumpul di dalam dirinya. Seperti berjilbab dan lebih suka mengenakan rok dibandingkan celana panjang. Begitu pula yang Minyu rasakan.
Kebaikan-kebaikan lain yang ada dalam diri Minyu juga saya temukan dalam kebersamaan kami yang baru berjalan selama tujuh bulan ini. Mungkin karena doa dan restu ibu, semuanya bisa terjadi. Jika surga berada di telapak kaki ibu, maka saya berharap dan berdoa, bersama Minyu, tulang rusuk pengganti yang ditemukan oleh ibu, kami bisa menciptakan rumah tangga dengan suasana baytii jannati. Rumahku adalah surgaku.
*****
Coretan ini diikutsertakan dalam :
GIVEAWAY: Novel Ada Surga di Rumahmu
Tulisan Terkait Lainnya :
Ikut mengamini 😀
terima kasih 😀
amin!
terima kasih
Uhuk … Uhuk … 😀
jangan sampe minum. nanti puasanya batal
Ngga minum cuma makan aja … :p
😀
nggak puasa yah
Iyahhh ngga puasa nanti pas bedug maghrib … 😀
😀
sepakat … 😀
terima kasih, kang 😀
Wah ibunya yang jadi makcomblangnya ya mas..
untuk kok ya cocok ya dan jadi istrinya sekaran.
Iya mbak 😀
Alhamdulillah
Alhamdulillah… 🙂
😀
uhuy… cinta ibu memang tak cukup dikisahkan hanya dalam satu penggalan tulisan di blog mana pun mas. 🙂
Yup. Begitulah 😀
Bicara tentang ibu dan cintanya tak ada habis2nya ya Mas…
iya, uni 😀
ibu memang lebih mengerti yang cocok sama anaknya 🙂
betul uni. otru terutama ibu, pasti akan mencarikan yang terbaik buat anak-anaknya
udah pernah baca ini sebelumnya, smoga menang pak! 😀
masa?
ini kan versi lebih lengkapnya 😀
iya iyaa lebih lengkaapp. hihi
😀
difoto koq mukanya kayak bt gitu Bang?
habis bangun tidur, mbak. itu saya kasih keterangan. masih ngantuk… belum mandi 😀
xixixixi
😀
saya merasa bahagia baca postingan ini
sangat dan membuat mata saya berkaca kaca karena…. ? ya itu tadi hehe…)
salam BW
terima kasih 😀
salam kenal
amin..
aku tau buku itu waktu dengerin tausiah sebelum puasa di kantor, pak ustad promosi bukunya mulu haha
saya malah baru pengen bukunya, makanya ikutan 😀
Konon katanya menikah itu masalah siap. Bisa secara umur, psikologi, dan materi. Bisa jadi yang dulu keduanya belum siap. Semoga dengan yang sekarang bisa langgeng 🙂
yup. dan masih banyak lagi kesiapan-kesiapan lainnya 😀
aamiin. terima kasih
mantap!
jelassss 😀
Ehm mo tanya ya? Jadi sama Minyu ini di kehidupan nyata (bukan di blog), sdh ijab qobul apa blm? Aku msh rada bingung, hehehe
oooo…. pertanyaan yang ini. di lain postingan ternyata.
sudah tahu kan jawabannya 😀
udah tau jawabannya plus liat fotonya. cantik sekali minyu 🙂
😀
terima kasih
Wah, baru tahu cerita ini, Mas 🙂
Salam buat istrinya ya, Mas. Eh, Syaihan sudah besar, Mas? Salam juga untuknya, ya 🙂
yang penting udah tahu 😀
syaikhan sudah mau masuk sekolah dasar. cuma saya jarang ketemu
Rasanya pengen kembali nulis di WP, biar bisa kembali bertemu dengan teman2 MP. Kangen euiiiiii
nulis aja, mbak 😀
cuma ya nggak serame di MP. tapi dapet banyak kenalan baru
Uhuhuu terharu, InsyaAllah apa yang dipilihkan ibu yang terbaik ya bang… Aamiin.
aamiin. insya Allah 😀
romantis
tulang rusukku, aku pesan dulu sebentar *loh*
coba dironsen dulu, mas. kalau ganjil berarti udah ada tuh calonnya
Alhamdulillah… Selamat ya Mas… Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, warohmah 🙂
Semoga saya juga bisa segera menyusul… Aamiin… 😀
terima kasih, mbak. aamiin. insya Allah