Antara Gorengan dan Kurma

foodSejatinya, coretan ini diikutsertakan dalam lomba bertemakan ta’jil. Namun karena hingga akhir periode lomba, coretan ini belum juga dimuat di web penyelenggara. Sepertinya coretan ini tidak termasuk dari lima coretan yang terpilih.

Seandainya saya tidak tidur cepat semalam, mungkin ketika mengetahui tulisan ini tidak terpilih, saya bisa mengajukannya untuk lomba artikel yang diadakan masjid kantor dengan tema “Ikhlas Memberikan yang Terbaik”. Sayangnya semalam saya ngantuk sekali dan batas waktu pengiriman pun terlewat. Jadinya, saya posting di blog aja. Selamat membaca.

—–oooOooo—–

Beberapa tahun yang lalu, saya pernah tinggal di Depok. Sementara tempat saya bekerja berada di Jakarta. Jarak antara rumah dan kantor berkisar tiga puluhan kilometer. Jarak tersebut biasanya saya tempuh dalam waktu kurang lebih satu setengah jam dengan menggunakan sepeda motor. Bahkan bisa lebih lama di saat pulang kantor. Penyebabnya adalah adanya kemacetan di beberapa titik di jalur yang saya lewati. Termasuk selama Bulan Ramadhan. Kemacetan tidaklah berkurang.

Saat itu, selama Bulan Ramadhan, jam kantor lebih singkat setengah jam. Saya keluar kantor pukul 16.30. Karena saya tidak bisa tiba di rumah dalam tempo satu setengah jam, mau tidak mau, saya harus berbuka puasa ketika masih di dalam perjalanan pulang. Sebab ta’jil, yaitu menyegerakan berbuka puasa ketika masuk waktu Maghrib, adalah sebuah kebaikan dan disunnahkan bagi orang-orang yang berpuasa.

Ada tiga buah masjid yang sering saya kunjungi untuk ta’jil dan shalat Maghrib berjama’ah di sepanjang Jalan Margonda Raya. Dari arah Jakarta, urutan lokasi ketiga masjid tersebut adalah Masjid Muhammadiyah Al-Kohinoor di Jalan Al-furqon, Masjid Jami Al-Istiqamah di Gang Mawar, dan Masjid Nurul Falah yang terletak sebelum Ramayana Plaza Depok. Saya akan berhenti di salah satu masjid tersebut bila sudah mendekati waktu Maghrib.

Karena hampir setiap hari kerja saya menyegerakan berbuka dengan makanan yang disediakan oleh pengurus masjid, saya ingin pula menyediakan makanan untuk jama’ah yang lain. Sesekali berbagi, tak selalu menerima. Begitu keinginan yang terbersit di dalam pikiran dan hati saya.

Suatu hari, saya pun membeli buah kurma untuk digabungkan dengan makanan lain yang disediakan pengurus masjid sebagai makanan buka puasa di masjid manapun saya singgah nantinya. Saya memilih kurma karena Rasulullah mengajarkan ummatnya untuk berbuka puasa dengan kurma. Kurma adalah sebaik-baik makanan untuk berbuka puasa.

Di sore itu, waktu Maghrib hampir tiba ketika saya baru memasuki Jalan Margonda. Saya putuskan untuk singgah di Masjid Muhammadiyah Al-Kohinoor di Jalan Al-furqon sebab masjid itulah yang terdekat.

Setelah memarkirkan sepeda motor, saya segera bergabung dengan beberapa jama’ah yang sudah duduk mengelilingi aneka jenis makanan yang sudah tersedia di serambi masjid. Setelah duduk, saya mengeluarkan buah kurma yang sudah saya persiapkan sebelumnya. Saya letakkan kurma tersebut di antara jenis makanan lain seperti gorengan, lontong, dan lainnya.

Tak lama kemudian, terdengar suara adzan Maghrib yang berasal dari salah satu rumah tetangga masjid yang menyalakan televisi.

Bismillah. Saya mengambil beberapa kurma yang saya bawa untuk kemudian memakannya sesuai tuntunan Rasulullah. Saya pun berharap, para jama’ah lain melakukan hal yang sama sambil membayangkan banyaknya pahala yang akan menjadi milik saya jika kurma yang saya bawa ludes dimakan.

Ternyata, harapan tinggalah harapan. Apa yang saya inginkan tidak menjadi kenyataan. Tak seorangpun di antara para jama’ah yang hadir menyentuh dan memakan kurma yang saya bawa. Semuanya lebih memilih jenis makanan lain, terutama gorengan baik bakwan, tahu, tempe, dan pisang goreng, serta jenis makanan lainnya.

Ada perasaan sedih di hati ketika melihat apa yang terjadi di hadapan saya saat itu. Tapi itulah yang terjadi. Saya tidak bisa memaksa para jama’ah untuk memakan kurma yang saya bawa jika mereka berkeinginan untuk menikmati makanan yang lain.

Selesai berbuka puasa, para jama’ah mulai berwudhu dan bersiap-siap untuk shalat Maghrib berjama’ah. Beberapa orang terlihat membereskan piring dan gelas yang baru saja digunakan. Saya tinggalkan kurma tersebut agar bisa disajikan oleh pengurus masjid untuk esok sore meskipun belum tentu saya berbuka puasa di masjid itu lagi. Yang penting, niat sudah direalisasikan, biarlah Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang memberikan penilaian.


Tulisan Terkait Lainnya :

20 respons untuk ‘Antara Gorengan dan Kurma

  1. ayanapunya Juli 22, 2014 / 07:28

    saya kira ta’jil itu artinya makanan buat berbuka 😀

  2. Bang Yusuf Juli 22, 2014 / 08:03

    Gorengan emang lebih nikmat buat dimakan di Indonesia.

    Menurut abang, kenapa korma kurang diminati di Indonesia adalah karena terlalu manis bagi lidah sebagian orang indonesia. Korma yang beredar di Indonesia sudah di sale sehingga lebih manis daripada aslinya, lalu para distributor juga menambahkan gula di permukaan korma. Jadilah kalau orang sunda bilang, ‘giung teuing kormana’.

    Lagipula, setahu abang Rasulullah mengatakan dalam hadist nya bila Ia mensunnahkan yang manis-manis sebagai hidangan berbuka, korma salah satunya, tapi tidak berarti hanya korma yang disunnahkan. Walaupun Rasulullah berbuka dengan korma dan bukan gorengan pisang atau kolak ubi.

    Mungkin Rasulullah menyadari bila lidah manusia di seluruh dunia telah disetting dengan selera yang berbeda-beda.

    Bila ingin ‘mensempurnakan’ nilai sunnahnya, mungkin sekali-kali kita harus mencoba korma najwa, 250rb – 500rb per ons. Abang sih untuk sekarang nunggu ada yang ngasih aja. hehe

    • jampang Juli 22, 2014 / 08:12

      kalau berbicara tentang hadits berbuka dengan yang manis, maka saya berani katakan tidak ada hadits yang demikian. Rasulullah tidak mengajarkan untuk berbuka dengan yang manis. Yang ada adalah dengan kurma, berikut dalilnya :

      “Rasulullah pernah berbuka puasa dengan ruthab (kurma basah) sebelum shalat, kalau tidak ada ruthab, maka beliau memakan tamr (kurma kering) dan kalau tidak ada tamr, maka beliau meminum air, seteguk demi seteguk.” [HR Abu Dawud (no. 2356), Ad-Daruquthni (no. 240) dan Al-Hakim (I/432 no. 1576). Dihasankan oleh Imam Al-Albani dalam Irwa-ul Ghalil fi Takhrij Ahaadits Manaaris Sabiil IV/45 no. 922]

      memang yang lebih diutamakan adalah kurma yang basah atau ruthab, jika tidak ada bisa dengan kurma kering (tamr). yang dijual di Indonesia adalah tamr. kurma yang dikeringkan memang begitu bentuknya. saya pikir nggak ditambahkan gula (entah kalau itu yang KW) sebab saya pernah makan kurma muda yang memiliki rasa manis, meskipun masih kalah dengan rasa sepetnya.

      iklan yang ditayangkan di tv sekarang, khususnya untuk makanan berbuka hanya untuk kepentingan produsen dan mengalihkan pemirsa dari anjuran Rasulullah.

      info detilnya bisa dilihat di :

      https://jampang.wordpress.com/2013/07/13/wajar-nggak-sih-kalau-rambut-rontok-disisir/

      https://jampang.wordpress.com/2014/06/26/kurma-muda/

      • Bang Yusuf Juli 22, 2014 / 08:18

        Makasih masukannya…

      • jampang Juli 22, 2014 / 09:11

        sama-sama

  3. danirachmat Juli 22, 2014 / 08:56

    Kalo saya lebih suka buka dengan yang bukan gorengan, belom bisa konsisten makan kurma Bang.

    • jampang Juli 22, 2014 / 09:13

      saya seh usahakan kurma, jadi nyetock di rumah buat buka puasa…. selanjutnya embat gorengan 😀

  4. tipongtuktuk Juli 22, 2014 / 10:25

    gorengan memang selalu menggairahkan … he he he … -tapi saya makan kurma dulu seperti Bang Jampang-

    • jampang Juli 22, 2014 / 11:19

      😀
      gorengan emang mantap, ya kang

  5. ysalma Juli 22, 2014 / 11:32

    saya memilih kurma juga, tapi gorengan dan minuman juga ada,
    kurma yang masih bertangkai manisnya lebih pas.

    • jampang Juli 22, 2014 / 11:45

      kalau ibu saya kurang suka dengan yang masih ada tangkainya…. agar keras

  6. aqied Juli 23, 2014 / 02:03

    ibu saya juga suka mempertanyakan saya yang gak buka puasa pakai kurma. padahal stok kurma di rumah ada terus. kurma nabi pula.

    • jampang Juli 23, 2014 / 05:34

      dan jawabannya adalah……

  7. Yudhi Hendro Juli 23, 2014 / 10:49

    kalau saya lebih pilih kurma dan ngurangi makan yg goreng2an, bang 🙂

    • jampang Juli 23, 2014 / 11:34

      sama soal kurmanya, pak.

      untuk yang gorengan, saya masih suka 😀

  8. alrisblog Juli 23, 2014 / 21:36

    Kalo saya sih lebih suka berbuka dengan urutan sbb: segelas kecil air putih suam-suam kuku, minum teh manis setengah gelas baru kemudian buah-buahan atau kolak secukupnya. Makan besar setelah sholat tarawih.

    • jampang Juli 24, 2014 / 05:32

      jika mengikuti sunnah yg diajarkan Rasulullah, urutannya
      kurma lalu minum air putih.

      😀

Tinggalkan jejak anda di sini....

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s