
Hari pertama lebaran, sekitar pukul setengah sepuluh pagi, saya dan Minyu berangkat ke rumah Nenek Minyu yang berjarak dua atau tiga kilometer dengan mengendarai Si Eneng.
Ketika saya memacu Si Eneng dalam perjalanan yang menghabiskan waktu kurang dari sepuluh menit itu, kedua mata saya menangkap sebuah pemandangan yang tidak bisa dihindarkan. Di depan saya melaju sebuah sepeda motor dengan seorang perempuan duduk dibonceng di belakang.
Saya tidak mengetahu apakah perempuan itu adalah seorang ibu muda atau ibu paruh baya atau seorang ibu yang sudah tua. Saya tak bisa melihat wajahnya. Saya hanya melihat pakaian yang dikenakannya. Perempuan itu mengenakan baju berwarna pink dengan jilbab pendek berwarna senada.
Soal warna tak masalah. Soal jilbab yang pendek sebenarnya menjadi masalah menurut versi saya. Namun yang menjadi pusat perhatian saya bukanlah kedua hal tersebut. Titik masalah dari pakaian yang dikenakan oleh perempuan itu adalah karena bahannya yang tipis dan transparan dan tanpa lapisan lagi di dalamnya. Akibatnya, kedua mata saya bisa melihat tali *** yang dikenakannya.
Untunglah beberapa saat kemudian, saya membelokkan Si Eneng ke arah kiri sementara sepeda motor yang membonceng perempuan tersebut mengambil arah lurus sehingga kedua mata saya bisa terlepas dari pemandangan tersebut.
Sepertinya, selain model pakaian yang berbahan ketat dan membentuk lekuk tubuh, fenomena bahan pakaian perempuan yang tipis dan transparan juga sudah menjadi sesuatu yang biasa di zaman sekarang ini. Mulai dari jilbab yang tipis yang jika dikenakan selapis, tanpa dilipat atau dilapisi, akan memperlihatkan rambut atau telinga penggunanya hingga baju yang memiliki tipe serupa. Padahal dalam Islam, kedua kondisi di atas tidak diperbolehkan bagi kaum perempuan.
Ribet? Bisa jadi. Tapi bisa juga ketentuan tersebut dipandang perlu untuk kenyamanan dan keamanan bagi kaum perempuan sebab Islam amat sangat memuliakan kaum perempuan.
Kaum perempuan mungkin diibaratkan dengan perhiasan yang sangat berharga. Sebuah perumpamaan yang mengingatkan saya kepada salah satu ceramah dari Almarhum KH. Zainuddin MZ yang saya pernah dengar melalui radio di masa lalu. Kata beliau, “Kalau kita memiliki sebuah perhiasan yang mahal harganya, maka kita akan menyimpannya di dalam kotak perhiasan dan kotak itu dikunci. Kotak tersebut kemudian disimpan di dalam laci dan laci itu dikunci. Laci tersebut berada di dalam lemari, kemudian lemari itu dikunci. Lemari tersebut berada di dalam kamar, maka pintu kamar pun dikunci. Kamar tersebut berada di dalam sebuah rumah yang memiliki pintu dan jendela, maka pintu dan jendela itu pun dikunci. Akses masuk ke pintu rumah melalui pintu pagar, pagar itupun kemudian dikunci. Rumah tersebut berada di dalam sebuah komplek, maka pintu masuknya pun dijaga oleh satpam.”
Jadi bagaimana dengan pakaian Anda, apakah cukup tebal dan cukup longgar?
Tulisan Terkait Lainnya :
Wah kalau aku mah yg penting pas dngan bdan jangan terlalu ketat karena bdan saya yg gemuk bisa kaya kue lipet or lontong.
plus ngak blh mini karena suami paling benci liatnya.
suami mbak mikirnya gini kali, masa milik gue dipamerin ke orang lain 😀
Bener juga sih ya, ibarat kata berpakaian tapi masih telanjang
iya mbak. betu itu 🙂
kalo saya pribadi lebih suka yang gede, tebal dan longgar.. yahhh kalaupun pake yang sedikit “mepet” ada tempatnya lahhhhh… 😀
ya… sesuai dengan audiensnya 😀
Kalo pakaian saya Alhamdulillah mas, longgar. Habis saya kurus.. 😀
sippppp lah 😀
😀
Atas nama modis. Kalo sampai kelihatan tali -nya, wah wah wah …
sepertinya ada kesengajaan di pihak produsen pak
Well, I don’t really care if women chose to wear sexy clothings or religious clothings, as I still think it’s a personal choice. However, combining religious and sexy clothings is unacceptable to me. It’s an insult to the religious ideals.
betul, mas. malah jadi menodai nilai agamanya
Iya.. Byk yang begitu –‘
hiks….. rezeki atau musibah? 😀
he?
:))
bergantung mau ngambil mana di antara keduanya ;p
😀
yaa… yaa…
gagagaga 😀
😀
Iya sama bang, suamiku juga suka “protes” kalo lg berkendara trus ngeliat perempuan yg berjilbab tp berpakaian tipis ato ga rambutnya keliatan atau ga perempuan yg pake celana panggul yg kalo duduk di motor suka keliatan cd atau bahkan pa*t*tnya. Entah mereka sadar atau malah emang lagi ngetrend 😦
btw taqabalallahu minna wa minkum maaf lahir bathin yah bang salam buat mba minyu 🙂
Btw taqabalallahu minna wa minkum maaf lahirbathin yah bang salam buat mba
ternyata saya nggak sendiri yang mengalaminya 😀
taqabbalallaah yaa kariim.
mohon maaf lahir batin juga, mbak
Issshhhhh… kalau pakai jilbab tapi kelihatan talinya. astaghfirullahal’aziim..
sudah bobrok banget pakaian kaum hawa sekarang itu mas.
mungkin mereka belum mengerti, mas 😀
baju saya ? cukup ngabis-ngabisin bahan lah… 😀
emang harus habis mbak, kalau ada sisa namanya mubazir 😀
serasa lama gak baca blognya bang Jampang. kalo ini mah karena gak pernah blog walking 😀
meski masih banyak yg transparan, apresiasi juga buat fenomena hijab syari yg belakangan merebak. seneng deh, liat beberapa temen yg mulai beralih ke trend ini
ya mudah2an yang belum syar’i segera beralih ke yang syar’i. aamiin
Jleb!
😦