[Amazing Minyu] Pilihan


Jika sebelumnya ada yang sudah membaca coretan saya yang berjudul “Resign Akibat Keganasan Lelaki”, maka coretan kali ini adalah dari sudut pandang yang sedikit berbeda.

—oOo—

Setiap orang pasti memiliki sesuatu, baik berupa barang yang berwujud ataupun tidak berwujud, yang dianggapnya paling berharga. Setiap orang juga memiliki sesuatu, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat, yang dianggapnya paling baik.

Ukuran atau standar yang dimiliki masing-masing mengenai sesuatu yang paling berharga atau yang paling baik tentulah berbeda-beda. Bagi Si A, sebuah smartphone mungkin menjadi benda yang paling berharga yang dimilikinya. Namun bagi Si B, sebuah smartphone bisa menjadi sesuatu yang biasa-biasa saja, sebab dirinya sudah memiliki rumah dan mobil. Kedua benda itulah mungkin yang paling berharga bagi Si B.

Bagaimana kedudukan sebuah pekerjaan di bandingkan benda lain seperti smartphone, rumah, atau mobil, apakah lebih berharga dan lebih baik? Menurut saya pribadi, pekerjaan bagi seseorang itu lebih baik dan lebih berharga dibandingkan sebuah smartphone, rumah, atau mobil. Dengan pekerjaan di tangan, seseorang bisa mengumpulkan uang dari pekerjaannya tersebut untuk membeli sebuah smartphone, bahkan rumah, atau mobil. Terlebih lagi, di lingkungan masyarakat, seseorang yang memiliki pekerjaan lebih terpandang dibandingkan seorang pengangguran meskipun dirinya memiliki rumah atau mobil.

Lantas adakah seseorang yang memilih untuk melepaskan sebuah pekerjaan dari tangannya demi sesuatu yang lain? Jawabnya, ada. Salah satu pelakunya adalah seorang perempuan yang kini menjadi pendamping hidup saya, Minyu.

Minyu, nama itu yang biasa saya gunakan ketika bercerita tentang dirinya melalui sebuah tulisan. Sebelum mengenalnya, Minyu adalah seorang pegawai di bidang kesehatan. Tugas kesehariannya adalah sebagai asisten apoteker di salah satu puskesmas kelurahan di Jakarta Barat. Statusnya memang masih tenaga honorer, namun dalam hitungan beberapa bulan ke depan, status tersebut mungkin akan segera berganti menjadi pegawai tetap atau mungkin Pegawai Negeri Sipil.

Sebelum status kepegawaiannya berubah, Allah mempertemukan saya dengan Minyu. Kami berkenalan. Saling menemukan kecocokan. Lalu kami menikah.  Sekitar tiga bulan setelah pernikahan, Minyu positif hamil.

Bagaimana kelangsungan pekerjaan Minyu setelah melahirkan nanti menjadi salah satu topik yang sering kami bicarakan. Tetap bekerja atau berhenti dan fokus dengan pekerjaan rumah tangga. Kedua pilihan tersebut memiliki sisi kelebihan dan kekurangan masing-masing. Memutuskan untuk mengambil salah satunya haruslah dipertimbangkan masak-masak. Tak ada paksaan bagi Minyu untuk memilih salah satu di antara kedua pilihan yang ada. Apa pun keputusan yang akan diambil Minyu, sebagai suami, saya akan mendukungnya.

“Tapi nanti dede dirawat sama orang lain!” ucap Minyu suatu ketika dalam pembicaraan kami berdua ketika membahas masalah serupa.

Saya menangkap setitik keberatan di dalam kalimat yang Minyu ucapkan tersebut. Minyu mengisyaratkan bahwa dirinya ingin merawat anak kami kelak.

Pada akhirnya, Minyu sudah mengambil sebuah keputusan. Surat pengunduran dirinya sudah diajukan dan beberapa waktu kemudian sudah mendapatkan jawaban dari tempatanya bekerja.

Pada akhirnya, Minyu melepaskan penghasilan dan pekerjaan yang sudah berada di dalam genggaman. Mungkin itu adalah pilihan terbaik. Bagi Minyu. Bagi saya. Bagi anak kami. Untuk keluarga kami.

Ada poin yang bisa saya tangkap dari keputusan yang diambil oleh Minyu untuk meninggalkan pekerjaan yang menjadi sumber penghasilannya dan fokus dengan tugas dan kewajiban di dalam rumah tangga. Minyu tak ingin memberikan “ampas” dari waktu dan tenaga yang dimiliki kepada anak kami kelak.

Mungkin dalam pandangan Minyu, jika dirinya tetap bekerja, maka jatah waktu dan tenaganya sebagian besar akan diperuntukkan demi pekerjaan dan kewajibannya di kantor, sementara untuk anak kami nantinya, hanyalah sebagian dari yang waktu dan tenaga yang tersisa setelah dirinya kembali ke kantor. Itu tidak baik. Menurut kami, itu bukan yang terbaik

Bagi pasangan suami-istri yang lain, mungkin saja bisa mengatur waktu dan tenaga yang mereka miliki sehingga pekerjaan dan kewajiban sebagai pegawai bisa dilaksanakan, sementara tugas dan kewajiban sebagai seorang ibu tidak terbengkalai. Waktu dan tenaga yang tersisa bisa dimaksimalkan. Kwalitas kebersamaan yang baik meski tidak lama bisa mengalahkan kwantitas kebersamaan yang kurang.

Kondisi di atas telah banyak memberikan bukti. Banyak di antara pasangan suami-istri yang juga rekan-rekan kerja saya yang sukses dengan karir mereka dan sukses pula dalam membina rumah tangga dan mendidik anak-anak mereka.

Saya dan Minyu tidak membantah hal di atas. Hanya saja, kami, khususnya Minyu, mungkin lebih mementingkan sisi proses dibandingkan sisi hasil akhir. Lebih mengutamakan kebersamaan dalam proses perkembangan anak. Lebih menginginkan kehadiran sosok ibu di setiap detik perjalanan waktu proses pertumbuhan anak.

Menurut Minyu, kondisi seperti itu lebih baik. Saya sepakat dan mendukung apa yang menjadi pilihan Minyu. Dalam benak Minyu, sudah rencana tentang apa yang harus dilakukannya di masa depan. Semoga saja, apa pun itu, menjadi yang terbaik untuk kami sekeluarga. Aamiin.


Tulisan Terkait Lainnya :

24 respons untuk ‘[Amazing Minyu] Pilihan

  1. rianamaku Agustus 28, 2014 / 20:23

    Hebat….
    Entah lah kalau aku kelak memilih antara karir atau keluarga. Selama masih dapat restu dari suami saya memilih karir. Mungkin juga karena saya belum punya anak ya mas..?

    • jampang Agustus 29, 2014 / 08:38

      kalau saat ini ya dinikmati aja mbak yang mbak ingin lakukan, yang bikin happy 🙂
      kalau nanti punya anak ya bisa dipikirkan lagi kedua opsi itu, mana yang lebih baik buat semuanya

      • rianamaku Agustus 29, 2014 / 22:03

        Setujuh…

      • jampang Agustus 30, 2014 / 06:49

        😀

  2. ysalma Agustus 28, 2014 / 21:41

    Aamiin,
    saya akhirnya juga memilih jalan itu, malah banyak pertanyaan heran yang membuat kita yang mendengarnya cuma bisa mengelus dada.

    • jampang Agustus 29, 2014 / 08:39

      asal kita teguh dan yakin dengan pilihan itu, omongan orang lain bisa ditangkis, uni. insya Allah

  3. capung2 Agustus 28, 2014 / 21:49

    Sepertinya itu pilihan yang tepat kawan..

    • jampang Agustus 29, 2014 / 08:39

      terima kasih, mas 😀

  4. titintitan Agustus 28, 2014 / 22:55

    smoga senantiasa sehat ya, Minyu dan dede ^^

    • jampang Agustus 29, 2014 / 08:40

      aamiin. terima kasih doanya, mbak

  5. Mas Djie Agustus 29, 2014 / 07:01

    Lebih baik seperti ini kang, sebab bila semuanya mencara (suami istri bekerja), nanti menejemen penghasilannya kurang. Mending seperti ini, suami bekerja (cari nafkah) kemudian istri yang memenejemen penghasilan sebaik mungkin sembari mencurahkan kasih sayang terbaik untuk putra putri tercinta guna menjadi generasi rabbany 🙂

    • jampang Agustus 29, 2014 / 08:42

      insya Allah yang diinginkan seperti itu, mas 😀

      • Mas Djie Agustus 29, 2014 / 08:45

        Alhamdulillah… 😀
        Saya sudah mengira begitu kang, secara kang Rifki kan sudah mengalami, dan saya masihlah anak-anak 😀

      • jampang Agustus 29, 2014 / 10:58

        jadi saya lebih beruntung, saya pernah jadi anak-anak, sedangkan sampeyan belum pernah seperti saya 😀

      • Mas Djie Agustus 29, 2014 / 11:20

        Hahaha… Yang beruntung doakan yang belum beruntung dong.. 😀

      • jampang Agustus 29, 2014 / 11:26

        ya tinggal dilihat dari sisi lain aja, pasti ada kondisi yang menjadikan diri lebih beruntung dibandingkan orang lain

        semoga selalu berlimpah dengan kebaikan, aamiin

      • Mas Djie Agustus 29, 2014 / 11:28

        Aamiin… Istajiblana, berkah hari jumat yang mulia 😀

      • jampang Agustus 29, 2014 / 14:25

        😀

  6. ayanapunya Agustus 29, 2014 / 07:35

    insya Allah itu pilihan yang tepat 🙂

  7. Tita Bunda Aisykha Agustus 29, 2014 / 08:51

    He he,,klo baca ini berasa ketampar bang,,hidup adalah pilihan,,salut bwt minyu,,smoga sllu bisa mmberikan yg terbaik,,untk suami dn jg dede nya nanti,,

    • jampang Agustus 29, 2014 / 11:14

      aamiin. terima kasih, mbak. pilihan orang bisa beda-beda koq mbak. dan juga bisa berubah-ubah, tergantung sikon

  8. Eka Novita Agustus 30, 2014 / 10:35

    Kurasa, pilihan mbak Minyu tepat… Kalopun ada yang dilepaskan InsyaAllah dapat pengganti yang lebih baik, seperti kebersamaan dg anak dan melihat tumbuh kembangnya adalah sebuah nikmat. Anak bayi itu perkembangannya cepat banget, sayang kalo dilewatkan untuk seorang ibu, menurutkuu sih 😀

    • jampang Agustus 30, 2014 / 10:52

      ya mungkin itu juga yang ada di pikiran Minyu. seneng sama anak kecil 😀

Tinggalkan jejak anda di sini....

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s