Adakah yang pernah membaca coretan saya tentang seorang kawan yang biasa saya panggil dengan sapaan Alif? Jika belum dan ingin membaca ceritanya, sila mampir ke “Sebuah Perisai Hati Untuk Alif”.
Saya belum pernah bertatap muka dengannya. Namun saya sering berkomunikasi melalui email atau chat. Sekian tahun yang lalu. Salah satu hal yang pernah kami bicarakan adalah tentang keinginannya untuk bebas dari orang-orang yang ada di sekelilingnya. Sebab dirinya merasa, semua orang yang ada di sekelilingnya saat itu hanya bisa menuntut dirinya untuk begini dan begitu. Sementara tak ada seorangpun dari mereka mau mengerti tentang dirinya.
Alif ingin bebas. Dalam bayangannya, salah satu bentuk kebebasan itu adalah pergi ke hutan di mana tak ada seorang pun yang bisa memaksanya atau menuntutnya untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak ingin dilakukannya.
Apa sebenarnya kebebasan itu?
Pertama yang saya lakukan untuk mencari pengertian “kebebasan” adalah dengan mencari arti kata dasarnya, yaitu “bebas”, melalui Kamus Bahasa Indonesia Online. Dari beberapa makna kata “bebas” yang saya temukan, saya membuat kesimpulan sendiri tentang arti kebebasan. Kebebasan adalah suatu kondisi atau keadaan ketika saya bisa berbuat dan melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan kita tanpa ada paksaan, hambatan, ataupun gangguan. Paksaaan bisa datang dari orang-orang di sekeliling saya yang mungkin memiliki pandangan yang berbeda. Hambatan bisa berupa peraturan yang mengekang dan membatasi. Gangguan bisa dari lingkungan di mana saya berada.
Namun saya kemudian berpikir. Sepertinya tidak ada kebebasan yang saya artikan di atas. Sebab tak hanya saya seorang yang ingin bebas, orang lain pun pasti memiliki keinginan yang sama. Tidak ada kebebasan mutlak. Sebab kebebasan yang saya miliki dibatasi oleh kebebasan yang dimiliki oleh orang lain.
Anggaplah misalnya saya suka sekali mendengar lagu dangdut. Saya memiliki kaset, VCD, DVD, atau MP3 dangdut yang saya beli dengan uang saya sendiri. Saya juga punya TV, VCD Player, DVD Player, atau MP3 Player plus speaker aktif yang juga saya beli dengan uang sendiri. Karena semuanya adalah milik saya, maka saya punya kebebasan untuk mendengarkan lagu-lagu dangdut yang saya punya. Saya boleh memutar lagu-lagu tersebut dengan volume sekeras yang saya inginkan. Oh ya, saya menyetel lagu di dalam rumah saya sendiri.
Apakah saya bebas melakukan hal tersebut? Nyatanya tidak. Ternyata, para tetangga saya yang berada di sisi kanan dan kiri, di depan maupun di belakang rumah, juga memiliki kebebasan. Hanya saja kebebasan yang mereka inginkan berlawanan dengan kebebasan yang saya miliki. Mereka menginginkan telinga mereka bebas dari polusi suara lagu dangdut yang saya putar.
Apa yang terjadi jika masing-masing pihak mempertahankan kebebasan mereka? Mungkin akan terjadi perang mulut, percekcokan, dan mungkin berujung perkelahian.
Dalam sejarah kehidupan manusia, sepertinya tidak ada yang namanya kebebasan yang mutlak. Ketika pasangan manusia pertama, Nabi Adam dan Hawa, dipersilahkan untuk tinggal di surga, Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan kepada mereka banyak kebebasan. Mereka boleh melakukan apa saja di dalam surga. Hanya satu hal yang dilarang. Itu artinya, kebebasan mereka di surga tidak seratus persen. Tidak mutlak.
Akibat larangan yang dilanggar, keduanya kemudian diturunkan ke bumi. Pembelajaran yang diperoleh keduanya selama “magang” di surga adalah adanya perintah dan larangan. Ada kebebasan namun ada juga batasannya.
Seiring perputaran zaman, seiring perjalanan waktu, jumlah manusia di bumi bertambah banyak. Akibatnya, porsi kebebasan setiap orang semakin berkurang seiring munculnya batasan-batasan baik tersirat maupun tersurat dalam berhubungan antara satu sama lain.
Sejatinya, aturan dan norma yang dibuat, terutama aturan dan norma agama, bertujuan untuk kebaikan bagi setiap pemeluknya. Islam memiliki aturan dan norma yang lengkap.
Kepada pemeluknya juga diberi kebebasan. Kebebasan untuk memilih. Apakah mereka akan mematuhi aturan dan norma yang tercantum dalam Al-quran dan Al-hadits atau tidak. Yang jelas, setiap pilihan ada konsekuensi yang harus ditanggung, baik di kehidupan dunia maupun di kehidupan akhirat kelak.
Salah satu yang menjadi batasan bagi seseorang untuk berbuat apapun adalah rasa malu. Kata “kemaluan” yang saya masukkan ke dalam judul memiliki arti mendapat malu, hal malu, atau sesuatu yang menyebabkan malu. Bisa juga berarti alat kelamin. Jika seseorang berkurang rasa malunya atau bahkan tidak memiliki rasa malu sama sekali, maka dirinya bisa melakukan apa saja.
Jika dirinya tidak malu berjalan dengan mengenakan pakaian yang minim atau bahkan tanpa mengenakan busana, maka dirinya bebas melakukan hal itu. Jika dirinya tidak malu diberi cap koruptor, maka dia bebas melakukannya.
Begitulah isyarat yang terdapat dalam sebuah hadits dari Abu Mas’ud, ‘Uqbah bin ‘Amr Al Anshari Al Badri radhiyallahu anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda : “Sesungguhnya di antara yang didapat manusia dari kalimat kenabian yang pertama ialah : Jika engkau tidak malu, berbuatlah sekehendakmu.” (HR. Bukhari)
Kebebasan bisa dimanfaatkan, namun bukan berarti sampai kebablasan. Kebebasan bisa didapatkan, namun dibatasi dengan rasa malu. Kebebasan bisa dipilih, namun ada konsekuensi yang mengiringinya. Yang pasti, kebebasan itu ada, namun tidak mutlak.
Wallaahu a’lam.
—oOo—
Coretan ini ikut memeriahkan Kuis Sabtu : Kebebasan
Tulisan Tentang Kebebasan Lainnya :
Bebas tapi tetep tau diri 😀
iya mbak. begitu 😀
tdk ada memang kebebasan yg sebebas-bebasnya krn semuanya akan bersinggungan dgn kebebasan dr org lain.
iya, mas. sepakat
Bebas tapi tidak bablas bang… 😀
Tetap punya batasan juga
betullll!
Freedom means the right to choose. Of course freedom is always accompanied by consequence.
You reap what you sow. It’s that simple.
iya, mas. setiap pilihan ada konsekeunsinya
Selalu ada kebebasan orang lain yang membatasi diri sendiri.
yupzzzz!
Mas Rifki ini paliing rajin banget ikut kuis dan lomba2an. saluut. dan titin paling rajiin juga liat link lombanya dan langsung tetot karena pasti liatnya pas udh hari terakhir ato malah udh lewat 😀
smoga menaaang ^^
kebetulan ada ide. tahunya ada lomba juga kemaren dari hasil blogwalking. 😀
Kaum #bejo musti dipahamkan nih soal kemaluan
kaum #bejo itu siapa, mbak?
Itu loh. Pendukung salah satu capres, di mana mereka sesat logika berpikir-nya.
kirain kaya bejo yang di iklan…. orang bejo anti masuk angin 😀
Bebas tapi tetap bertoleransi dan tanpa melanggar norma 🙂
jadi bebasnya tetap ada batasannya
Bebas bukan berarti bebas sebebas-bebasnya ya, tetapi bebas yang bertanggung-jawab, hehehe 🙂 .
yups…. betul
keren jga nih gan ulsannya, ane jadi lebih paham sama kebebasan dan kemaluan, makasih bayak ya gan atas info nya 😉
salam kenal ya gan & salam hangat dari palembang
terima kasih. semoga bermanfaat.
salam kenal dari jakarta
Kebebasan tidak mutlak. sepakat 🙂
bebaspun ada aturannya yah, Om. dalam artian, tidak merampas kebebasan orang lain. pada akhirnya, saling mengerti dan menghargainya 🙂
saling mengingatkan, menghargai, dan mengerti
Lengkap banget pemaparan arti kebebasan,
Semoga yang mencari2 kebebasan dan ingin bebas, membaca ini Buya, dan tercerahkan sehingga tak perlu menyesal di kemudian hari.
terima kasih, uni. aamiin. semoga demikian.
pemenangnya bukan berdasarkan kualitas kan… tapi diundi
kebabesan yg kebablasan.. tp itulah kenyataannya,..semua ingin bebas.. yg katanya mencari jatidiri..hehehe
mencari jati diri sepertinya nggak masalah agar tidak mengganggu hak orang lain.
terima kasih sudah berkunjung ke sini
ijin blogwalking dulu yaa, gak sempet baca semua artikelnya tapi hehe, ntr saya lanjut lagi, sukses selalu 🙂
silahkan. terima kasih
lanjutkan mas,,
bebas tapi jangan kebablasan
terima kasih 🙂