Dahulu, koran yang pertama kali saya baca dan mungkin paling sering saya baca adalah Pos Kota. Hampir setiap pulang sekolah saya akan pergi ke rumah paman yang bersebelahan dengan rumah kedua orang tua saya untuk membaca koran tersebut.
Di hari biasa, saya membaca lembar bergambarnya yang memuat banyak komik dengan para tokoh semisal Ali Oncom, Doyok, Otoy, Noni, Jim Toge, dan sebagainya. Ada pula komik bersambung seperti Si Rais atau Derry Tadarus. Sementara di hari minggu, bacaan saya bertambah dengan cerita anak-anak yang dimuat satu halaman penuh.
Si Jampang, adalah cerita lain yang selalu ada setiap harinya, namun saya tidak terlalu suka membacanya karena tulisannya kecil-kecil, tanpa gambar, dan selalu bersambung-sambung. Dari nama tokoh di cerita itulah, saya mendapatkan ide untuk menggunakan nama “Jampang” sebagai nama user di dunia maya.
Ketika membaca koran tersebut, hampir dipastikan saya tidak membaca sebagian besar berita-berita yang tersaji di halaman-halaman lain.
Ketika saya kuliah, di salah satu ruang perpustakaan terdapat lemari kaca yang diisi dengan koran terbitan hari itu. Saya dan beberapa orang kawan sering membaca koran tersebut sambil berdiri. Berita yang saya baca hanyalah berita olahraga, khususnya sepak bola. Berita lainnya tidak begitu menarik bagi saya.
Kini, membaca koran hanya saya lakukan sesekali saja. Saya melakukannya ketika berada di dalam pesawat, sesaat ketika mau take off. Itu pun jika kebetulan saya naik pesawat yang menyediakan koran. Jika kebetulan saya tidak naik pesawat yang menyediakan koran, maka saya akan bengong atau tidur.
Ngomong-ngomong mengenai berita yang tersaji di dalam koran dan media lain baik cetak maupun elektronik, maka erat kaitannya dengan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia. Sementara orang yang berkecimpung di dalam dunia jurnalistik biasa dikenal dengan sebutan wartawan.
Beberapa waktu yang lalu, saya mengikuti sebuah workshop yang salah satu materinya membahas tentang Kode Etik Jurnalistik. Kode Etik Jurnalistik inilah yang menjadi pegangan bagi para wartawan dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya.
Kode Etik Jurnalistik terdiri dari 11 pasal sebagai berikut :
- Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
- Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
- Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
- Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
- Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
- Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
- Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
- Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
- Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
- Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
- Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Selain mendapatkan materi tentang Kode Etik Jurnalistik di atas, para peserta workshop termasuk saya, medapatkan informasi dari pemateri mengenai beberapa jenis penyimpangan atas Kode Etik Jurnalistik yang dilakukan oleh oknum wartawan.
Mengenai kewajiban untuk tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan, pemateri memberikan contoh sebuah kasus di mana seorang anak laki yang menjadi korban perbuatan asusila. Oleh wartawan, nama anak tersebut tidak disebutkan secara lengkap, hanya inisial, namun nama kampung dan alamat lengkap di mana korban tinggal dan sekolah disebutkan secara jelas. Pada akhirnya, anak tersebut beserta keluarganya diusir dari rumah oleh penduduk dan para tetangga sekitar. Tentu hal tersebut akan menambah penderitaan dari si korban dan juga keluarga korban.
Soal berita yang seharusnya berimbang, pemateri mencontohkan kondisi stasiun televisi pada saat pemilihan presiden beberapa waktu lalu. Menurut beliau, jika saat itu ingin mendapatkan berita yang berimbang, maka caranya adalah dengan menyetel tiga buah televisi. Satu televisi untuk menyaksikan berita dari kubu A, satu televisi untuk menyaksikan berita dari kubu B, dan satu lagi di tengah-tengah untuk menyaksikan berita dari TVRI.
Ada juga kisah mengenai seorang redaktur stasiun televisi yang kemudian dipecat karena berusaha memegang teguh Kode Etik Jurnalistik dan tidak mau disetir oleh pemilik stasiun televisi tempanya bekerja.
Kalau saya tidak salah dengar dan tangkap, kemungkinan beberapa stasiun televisi swasta yang ada sekarang nantinya tidak akan diberi izin untuk memperpanjang lagi. Itu adalah sanksi atas pelanggaran yang mereka lakukan karena tidak bisa memanfaatkan fasilitas media yang dimiliki untuk tujuan semula, yaitu media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
Semoga saja ke depannya, para wartawan dan orang-orang pers bisa bekerja sesuai dengan sebaik-baiknya dan memegang Kode Etik Jurnalistik di atas. Taka ada salahnya pula, jika para blogger menjadikan Kode Etik Jurnalisttik di atas sebagai pedoman dalam menulis di blog untuk menghasilkan tulisan yang lebih baik dan lebih bermanfaat.
Tulisan Terkait Lainnya :
Paa sd kerjaanku mewarnai lembergar.. Hehe..
Di rumah msh ada tuh pos kota dan aku gak suka bacanya, malah bikin parno..
judulnya dan fotonya serem-serem yah. tapi ada koran yg yg lebih parah lagi
saya ingat waktu kecil dulu yang paling sering dibaca di koran adalah kolom iklan rumah. hahaha
banyak dong yang baca. cuma biasanya kan kata-katanaya disingkat biar irit, jadinya bikin bingung
iya. saya suka lihat gambar rumahnya kalau nggak salah 😀
ooo… bukan iklan baris donk yah. soalnya kalau iklan baris nggak ada gambar/foto rumahnya
Karena sebagian besar halaman koran adalah iklan, makanya saya ogah mau berlangganan. Lebih baik numpang baca di perpustakaan umum (yg lokasinya bersebelahan sm gedung apt tmpt sy tinggal). Heheh.
sebab dari situ perusahaannya bisa bertahan dan harganya lebih murah dibanding harga produksi
dulu, saya lebih suka baca komik dan cersil kho ping hoo atau sejenisnya daripada koran …
sekarang komik-komik dan cersil itu sudah tak saya temukan lagi …:D
sekarang coba cari versi onlinenya kang 😀
untuk kho ping hoo, gan kl, khu lung, dll ternyata yang versi online banyak, Bang …:D
dulu ada teman saya baca kho ping ho versi online di intranet seh… bukan internet. tapi sepertinya sumbernya dari intranet 😀
Kode etik tinggal kode. Berita sekarang tergantung pesanan.
ya begitulaj kondisi sekarang. cuma yg pasti, media yang seperti itu lambat laun akan terbuang. beberpa media yang dibangun oleh parpol pada akhirnya gulung tikar
satu lagi yang penting, jurnalis bukan bagian humas dari penguasa
dan pendukung penguasa 😀
kode etik itu hulunya tetap nurani yang memberitakan ya,
*buat emak2 ga asal curhat aja kali di blog ya, bebenah 🙂 *
iya… kembali ke hati
Bacaan dulu sama. hehehe.. sehalaman penuh komik itu yang dibaca..
😀
ternyata idem
saya koran Fantasi, khusus anak-anak. Sekarang kayanya sudah nda tau lagi ada apa nda.. Koran dewasanya Kompas. Tapi isinya terlalu berat, jadi tak banyak baca.
sekarang kalau baca koran selain berita olahraga juga terasa berat 😀
baru tahu nih kode etik jurnalistik apaan… selama2 ini kan didengung2in kode etik jurnalistik tuh kalau ada kecondongan berpihak dari media hehehe….
wah mas Rifki ikut workshop jurnalistik? di perbendaharaan juga ada nih, tapi saya ndak dapat jatah ikut huhuhu
saya peserta cabutan 😀
soalnya pekerjaan saya nggak ada hubungannya dengan media massa
Kadang kalau membaca beberapa tulisan yang ada, rasanya ada beberapa artikel yang mana kode etik itu dilanggar ya, hmmm…
bisa dibandingkan dengan kode etik di atas, mas. kalau ada yg nggak dilakuin, pertanda ada KEJ yg dilanggar
pos kota dan warta kota beritanya cuma di halaman depan, belakang dan halaman spesialis sambungan yaa… selebihnya di skip aja, hehe
iklan barisnya lebih banyak 😀
embeer… 🙂
😀
Saya dulu sekian tahun pernah jadi wartawan. Jadi teringat kode etik jurnalistik tersebut. Hmmm….
bisa diceritain tuh, mas pengalamannya
Jadi inget waktu kecil baca Jawapos. Makasih Bang sudah di share tentang kode etik jusrnalistiknya..
sama-sama, mas
banyak yang melanggar kode etik dan ikut2an blac campaign
ya, kemarin2 sepertinya banyak yang begitu