
Tahun 1994
Hasil ulangan Matematika beberapa waktu yang lalu akhirnya dibagikan. Nilai yang diperoleh siswa-siswi kelas I-6 sangat tidak memuaskan. Jumlah siswa yang mendapat nilai bagus dapat dihitung dengan jari sebelah tangan. Sisanya mendapat nilai di bawah lima, termasuk saya. Dari empat soal mengenai bilangan akar, saya hanya mampu menjawab satu soal dengan baik. Dua koma lima adalah nilai yang tertulis di kolom nilai pada lembar jawaban milik saya.
Akhirnya, Bu Ani, yang menjadi guru Matematika memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk melakukan ‘her’ ulangan matematika, dengan harapan akan ada perbaikan nilai.
Setelah mengoreksi hasil ulangan perbaikan, Bu Ani membagikannya kepada seluruh siswa. Hasilnya, memang ada peningkatan, tetapi tidak memuaskan. Salah satunya adalah hasil saya sendiri yang hanya mampu mendapat nilai lima.
Tahun 1999
Di tingkat II kuliah, saya yang bergabung di kelas II-1 dan II-2 mendapatkan salah satu dosen killer di mata kuliah ekonomi. Saya dan teman-teman mahasiswa lain sebenarnya tak tahu pasti berapa nilai yang diperoleh masing-masing setelah mengikuti ujian tengah semester. Namun, kami diharuskan untuk mengikuti ujian ulangan. Sebuah pertanda bahwa nilai kelas kami untuk mata kuliah tersebut di bawah rata-rata sehingga perlu diperbaiki.
Tahun 2007
Saya dipercayakan menjadi tenaga pengajar di salah satu kegiatan pendidikan dan pelatihan yang dikenal dengan sebutan “Diklat Remedial”. Diklat tersebut adalah kali pertama dilakukan dan kemungkinan tidak akan dilakukan kembali. Para pesertanya adalah para pegawai yang telah ditempatkan dan bekerja di instansi masing-masing namun pada saat pembekalan awal sebelum penempatan mereka gagal memenuhi kriteria lulus tanpa syarat, sehingga mereka harus mengikuti “Diklat Remedial.”
Tahun 2011
Saya mengikuti sebuah rapat yang menentukan lulus atau tidaknya para mahasiswa tingkat akhir di sebuah instansi. Alhamdulillah, dari sekian ratus mahasiswa, hanya dua orang yang dinyatakan tidak lulus. Sesuai dengan kebijakan instansi tersebut, keduanya diberikan kesempatan untuk mengikuti perkuliahan semester genap tahun depan.
Di Masa Tanpa Akhir
di mizan semua amalan ditimbang
tanpa sedikitpun ditambah atau dikurang
sebuah pengadilan tanpa cela
tak ada rekayasa
lidah terkunci
yang dahulu pandai bersilat, tak lagi berfungsi
tangan dan kaki menjadi pengganti
untuk bersaksi
penyesalan di sana tiada berarti
percuma memohon dan berharap bisa kembali
memperbaiki amalan di bumi
agar buku catatan tak diberi dari sisi kiri
sebuah tamanni terukir
dari lidah orang-orang kafir
berharap mereka adalah tanah
sehingga siksa tak perlu tertumpah
tak ada remedial
di alam kekal
tak ada reinkarnasi
untu memperbaiki diri
Wallahu a’lam.
Tulisan Terkait Lainnya :
- Para Lelaki Masbuq
- Jika Tentang Rasa
- Bisa Jadi…
- Antara Ikhlas dan Buang Air Besar
- Tiga Orang Anak yang Bersalaman Selepas Shalat
- Membalas VS Memaafkan
- Kisah Rasulullah yang Kental dalam Pesan Moral Namun Rapuh dalam Validitas
- Dua Sisi Digital Lifestyle
- Strategi Sedekah
- Dhuha dan Tilawah Para Pengemban Amanah
Betul, di masa tanpa akhir, tidak ada remedial.
Saking putus asanya calon penghuni neraka karena gak ada remedial, mereka berandai-andai … seandainya dulu mereka diciptakan sebagai tanah saja (QS An-Naba’ ayat 40).
iya, pak. itu ayat yang saya ambil untuk salah satu bait puisi saya di atas. terima kasih tambahannya
Remedial tentunya tak akan berlaku lagi saat tarikan nafas yg terakhir dr kehidupannya.
sudah terlalu…. eh terlambat
99 udah kulaih….
generasi tua berarti.
>.<
ya tergantung generasi tahun berapa yang yang melihat 😛
Makasih ya Bang sudah diingatkan. 🙂
sama-sama, mas
Iyaaa, maapkan, monggo dihapus salah satu Bang. Koneksi error, kirain ga masuk. 😀
nggak masalah. gpp, mas
Terimakasih ya Bang sudah diingetin. 🙂
sampe dua kali 😀
Ada SP ga ya? Semester pendek… 😀
semuanya semester pendek 😀