
Selepas melaksanakan shalat berjama’ah Zhuhur di masjid kantor, seorang jama’ah yang berada di sebelah kiri saya yang ternyata adalah teman seangkatan saya semasa kuliah, mengulurkan tangan kanannya untuk mengajak bersalaman. Saya pun menyambut uluran tangannya. Kami berjabat tangan.
Di saat yang hampir bersamaan, dua orang jama’ah di hadapan kami berdiri untuk melaksanakan shalat sunnah ba’diyah Zhuhur yang merupakan salah satu dari shalat sunnah rawatib. Sebelum keduanya mengucap takbiratul ihram, mereka bertukar tempat. Yang semula shalat berjama’ah di sebelah kiri geser ke kanan dan begitu juga sebaliknya. Lalu keduanya mulai melaksanakan shalat sunnah.
Rupanya, peristiwa yang baru saja terjadi sering dilihat oleh saya tersebut –saya juga sering melihatnya— menarik perhatian teman saya. Lalu dirinya melontarkan pertanyaan, “Kenapa sih harus pindah-pindah segala?”
“Katanya sih, nanti setiap tempat yang dijadikan sebagai tempat shalat akan memberikan laporan atau kesaksian bahwa si fulan pernah shalat di atasnya,” saya jawab sekenanya.
“Tapi kan semuanya bumi Allah,” balasnya.
Sambil sedikit bercanda, saya menjawab, “Ya mungkin nanti laporannya beda-beda. Kalau yang shalatnya pindah-pindah, tempat pertama lapor si fulan shalat di sini sekali. Lalu tempat kedua melapor si fulan shalat di sini sekali. Lalu tempat ketiga melapor si fulan shalat di sini sekali. Sementara kalau yang shalatnya tidak pindah-pindah, cuma ada satu laporan yang isinya si fulan shalat di sini sebanyak tiga kali.”
Kami tertawa kecil, lalu berdiri untuk melaksanakan shalat sunnah tanpa menggeser tempat berdiri kami dari posisi semula.
Lantas, benarkah jawaban saya kepada teman saya pada cerita di atas?
Pagi ini saya melakukan googling dan menemukan salah satu artikel yang membahas masalah menggeser tempat ketika akan melaksanakan shalat sunnah setelah shalat fardhu. Berikut petikannya :
Apakah dianjurkan untuk berpindah tempat ketika hendak shalat sunah?
Beberapa ulama mengatakan, dianjurkan untuk berpindah tempat bagi orang yang hendak shalat sunah setelah shalat wajib. Baik dia imam maupun makmum. Ini merupakan keterangan dari Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, Abu Said dan salah satu riwayat dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhum.
Diantara dalil yang menunjukkan anjuran ini adalah:
Pertama, Allah berfirman tentang Firaun dan kaumnya yang dibinasakan, “Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan merekapun tidak diberi tangguh.” (QS. Ad-Dukhan: 29)
Ibnu Abbas menafsirkan bahwa ketika seorang mukmin meninggal dunia, maka bumi yang dulu pernah dijadikan sebagai tempat ibadah, menangisinya. Langit yang dulu dilalui untuk naiknya amal yang dia lakukan, juga menangisinya. Semantara kaumnya Firaun, karena mereka tidak memiliki amal saleh, dan tidak ada amalnya yang naik ke langit, bumi dan langit tidak menangisinya karena merasa kehilangan darinya. (Tafsir Ibn Katsir, 7:254).
Allah juga berfirman, “Pada hari itu bumi menceritakan beritanya.” (QS. Az-Zalzalah: 4)
Dua ayat di atas menunjukkan bahwa bumi akan menjadi saksi untuk setiap perbuatan yang dilakukan manusia. Perbuatan yang baik maupun yang buruk. Makna ini sebagaimana yang diisyaratkan oleh asy-Syaukani dalam Nailul Authar. Beliau menyatakan:
Alasan dianjurkannya pindah tempat ketika shalat sunah adalah memperbanyak tempat pelaksanaan ibadah. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Bukhari dan al-Baghawi. Karena tempat yang digunakan untuk sujud, akan menjadi saksi baginya, sebagaimana Allah berfirman, “Pada hari itu bumi menceritakan beritanya.”
Maksudnya adalah mengabarkan semua amalan yang dilakukan di atas bumi. (Nailul Authar, 3:235).
Kedua, hadis dari Nafi bin Jubair, bahwa beliau pernah shalat jumat bersama Muawiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhuma. Setelah salam, Nafi bin Jubair langsung melaksanakan shalat sunah. Setelah selesai shalat, Muawiyah mengingatkan:
Jangan kau ulangi perbuatan tadi. Jika kamu selesai shalat Jumat, jangan disambung dengan shalat yang lainnya, sampai berbicara atau keluar masjid. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan hal itu. Beliau bersabda: “Jangan kalian sambung shalat wajib dengan shalat sunah, sampai kalian bicara atau keluar.” (HR. Muslim 883, Abu Daud 1129).
Termasuk cakupan makna bicara dalam hadis ini adalah berdzikir setelah shalat. Hadits ini menunjukkan, hikmah seseorang berpindah tempat ketika hendak melakukan shalat sunah setelah shalat wajib adalah agar tidak termasuk menyambung shalat wajib dengan shalat sunah.
Ketiga, hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Apakah kalian kesulitan untuk maju atau mundur, atau geser ke kanan atau ke kiri ketika shalat.” Maksud beliau: “shalat sunah”. (HR. Abu Daud 1006, Ibn Majah 1427, Ibn Abi Syaibah 6011, dan dishahihkan al-Albani).
Hal ini juga dikuatkan dengan keterangan sahabat, dari Atha’ bahwa Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, Abu said, dan Ibnu Umar mengatakan:
“Hendaknya tidak melakukan shalat sunah, sampai berpindah dari tempat yang digunakan untuk shalat wajib.” (HR. Ibnu Abi Syaibah 6012).
An-Nawawi mengatakan:
“Ulama madzhab kami mengatakan, jika seseorang tidak langsung pulang ke rumahnya setelah shalat wajib, dan ingin shalat sunah di masjid maka dianjurkan untuk bergeser sedikit dari tempat shalatnya, agar memperbanyak tempat sujudnya. Demikian alasan yang disampaikan Al-Baghawi dan yang lainnya. Jika dia tidak berpindah dari tempanya maka hendaknya antara shalat wajib dan shalat sunah dia pisah dengan pembicaraan.” (al-Majmu’, 3:491).
Allahu a’lam
[Sumber]
Tulisan Terkait Lainnya :
- Para Lelaki Masbuq
- Geser Dikit, Mas!
- Aurat Laki-laki Boleh Dilihat Oleh Lebih Banyak Orang Dibanding Aurat Perempuan
- Apakah Usia Kita Sepanjang Waktu Isya?
- Buta Mata, Melek Hati
- Sholatku di Dua Masa
- Terajana…
- Secepat Adzan, Iqamah, dan Shalat
- Tentang Pelajaran Ini, Semoga Kamu Mengingatnya, Nak!
- Zakat Uang Nishabnya Emas atau Perak?
Saya juga kalo sholat sunat di masjid geser tempat dari sholat wajib.
Saya cuma pernah diberitahu teman supaya memperbanyak tempat sujud.
mungkin temannya itu sudah tahu tentang hadits di atas, mas
“Pagi ini saya melakukan googling dan menemukan salah artikel… ”
Sptnya kurang selipan kata “satu” Bang… 😀
iya mas. kelewatan.
nggak saya baca lagi seh sebelum dipublosh 😀
Good, pengetahuannya nambah lagi.
Terimakasih Bang
sama-sama mbak. semoga bermanfaat
tulisan yang menarik.. terima kasih mas 🙂
Jawabannya tidak meleset jauh wkwkwk
iyah… alhamdulillah 😀
saya taunya dari hanya dibilang dianjurkan untuk pindah, tapi alasan pastinya baru tau sekarang, terima kasih ilmunya, Buya.
sama-sama, uni 😀
Baru paham jelas tentang ini, tadinya cuma tau seperti penjelasan di awal 🙂
mudah2an pahamnya jadi lebih mantap 😀
Sya selalu berpindah tempat saat mo sholat sunnah, hanya bru tahu dalilnya spt tertulis diatas.
mudah2an jadi lebih mantap melaksanakannya, mas
saya juga baru tahu setelah ada yang kejadian di atas 😀
Hal ini pernah diberitahukan oleh guru saya dulu sewaktu sekolah, jadi inget pelajaran agama hehehe
alhamdulillah… berarti sudah mengamalkan sejak dulu ya yah. keren!
kalau untuk cewek berlaku jg ga?
menurut saya berlaku juga mbak, selama nggak ada keterangan yang membedakan antara laki-laki dan perempuan. sebab, sebagian besar ayat al-quran atau hadits menggunakan kata perintah untuk laki-laki namun kenyataany berlaku untuk perempuan juga
kalo saya, di mana aja.. kadang di tempat solat wajib kadang pindah…
lihat2 sikon ya, mas.