
Team Weekly Photo Challenge kali ini adalah “Enveloped”. Mungkin artinya adalah dimasukkan ke dalam amplop. Barangkali. Saya sendiri memiliki interpretasi sendiri terhadap tema tersebut sebagai sesuatu yang dibungkus, baik dengan kertas, plastik, atau benda lainnya. Sebab salah satu interpretasi yang disebutkan di blog Weekly Photo Challenge di atas adalah foto seorang anak yang baru selesai mandi dan sedang mengeringkan tubuhnya dengan handuk.
Foto yang saya pilih untuk meramaikan tantangan kali ini adalah foto barang seserahan yang merupakan bentuk hadiah dari calon pengantin laki-laki kepada calon pengantin perempuan yang diserah-terimakan sesaat sebelum acara akad nikah di masyarakat Betawi. Di daerah tempat saya tinggal, ada yang menyebutnya dengan sebutan buket.
Barang-barang yang dijadikan seserahan bermacam-macam. Mulai dari makanan, buah-buahan, minuman, sembako, pakaian, seperangkat alat shalat dan al-quran, perlengkapan ruma tangga, hingga alat-alat elektronik. Tak lupa roti buaya, dodol, wajik, uli, dan geplak. Tentunya disesuaikan dengan kemampuan pihak calon pengantin laki-laki.
Selain membawa buket atau seserahan yang dibuat sendiri oleh calon pengantin laki-laki, ada pula buket yang merupakan pemberian dari para tetangga, kerabat, atau sahabat. Semuanya dijadikan satu dan dibawa bersama-sama ke hadapan keluarga atau calon pengantin perempuan.
Sebanyak atau semahal apapun barang yang dijadikan seserahan, tetap terpisahkan dari mahar atau mas kawin. Jadi seserahan hanya dikategorikan sebagai pemberian atau hadiah yang tidak wajib. Tidak seperti mahar atau mas kawin.
Foto di atas adalah seserahan yang saya bawa dan serahkan untuk Minyu sebelum proses akad nikah tahun lalu.
Prosesnya akad nikah yang saya dan Minyu lakukan tidak mengikuti adat-istiadat atau kebiasaan budaya Betawi. Tidak ada palang pintu dan rangkaian acara lainnya. Yang jelas tidak mengurangi kesakralan akad nikah sendiri serta tetap sah secara hukum agama dan hukum negara.
Jika ingin mengetahui sedikit situasi proses pernikahan adat betawi bisa membaca tulisan saya di sini yang disertai dengan balas pantun antara jawara dari pihak calon pengantin laki-laki dan jawara dari pihak calon pengantin perempuan. Sedangkan foto seserahan lain dan proses akad nikah yang saya lakukan di awal tahun 2014 lalu bisa dilihat di sini.
Lihat Juga Foto Weekly Photo Challenge Lainnya :
Waa sampai makanan juga ada. Klo saya cuma pakaian kayaknya. Heu
ya gpp. kan bukan sesuatu yang harus 😀
Iya juga sih 🙂
😀
jadi sudah sah yah?
Belum, mas. Menghitung hari nih. Heu
semoga lancar jaya… aamiin
aamiin
😀
Wah, aku baru tau barang seserahan itu kayak gini. Tadi pas liat fotonya aja kirain parcel Lebaran.
bentuknya memang mirip parcel lebaran, mbak 😀
sama mbak saya juga baru tau, soalnya dalam adat minang yang seperti gak ada. 🙂
Iya ya, beda adat beda juga seserahannya. 🙂
beda daerah ya beda kebiasaaan 😀
Kok gak ada roti buayanya mas?
Saya pusing dengan tema kali ini. Hehehe.
ada di foto yang lain. kalau yang di atas nggak ada 😀
Ooo kirain tanpa. Kyknya gak lengkap kalau gak ada
ya kalau udah jadi kebiasaaan dan ada, serasa ada yang kurang kalau nggak pake
Iya. Dan katanya dah mulai agak jarang ya mas yang bikin
ya seperti pembuat makanan khas betawi lainnya semisal dodol, wajik, geplak, dan uli. sudah jarang
Iya mas. Kegeser ya.
apalagi sekarang orang betawi nikah bukan dengan orang betawi juga, lain suku. jadi ya ada pembauran dan adatnya nggak dipake semuanya
Iya mas. Agak susah ya jadinya.
Eh tapi di Rawa Belong masih ada sih lihat iklannya.
kalau daerah rawa belong dan tempat saya tinggal, masih mas. sebab masih banyak orang betawinya.
sementara lainnya banyak yang mencar ke pinggiran jakarta karena rumahnya dijual atau kegusur
Iya mas.
kenapa gak mengikuti adat betawi? kan bisa lebih rame, ada palang pintu segala, saling balas pantun.. eeaaa…
tapi itu juga gak kalah ramai sih..
sebab nggak pengaruhnya buat pengantin… yg balas pantun dan berantem kan bukan pengantennya sendiri 😀
ah, lagipula udah kelewat 😀
😀
itu dia
Hehehe, parsel ternyata masih populer juga ya 😀
kalau di adat betawi, yang seperti di atas sudah dari zaman saya anak-anak, mas. bahkan mungkin sebelum saya lahir 😀