Doa yang Mengancam

dua tangan

Doa yang Mengancam. Itu adalah sebuah judul film, Sal. Aku belum pernah menyaksikan film tersebut. Aku hanya pernah melihat cuplikan filmnya ketika diiklanlan di televisi dan membaca sinopsis atau reviewnya di internet. Tapi aku tidak akan membicarakan tentang jalan cerita atau bagaiamna akting para pemerannya. Aku cuma ingin berdiskusi tentang sebuah doa. Doa yang sudah sama-sama kita ketahui sejak kecil. Doa yang diajarkan oleh kedua orang tua kita dan juga guru kita di sekolah. Doa yang mungkin menjadi sebuah ancaman bagi diri kita kelak di masa depan nanti.

Rabbighfirli waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani shaghiran

Ya Allah, ampunilah dosaku dan dosa ayah serta ibuku, kasihanilah mereka sebagaiman kasih mereka kepadaku sewaktu aku masih kecil

Sal, aku teringat dengan sebuah cerita yang dikisahkan oleh seorang penceramah yang menyampaikan kajian di masjid kantorku. Beliau bercerita tentang seorang ayah, sebut saja namanya Pak Fulan, yang menjadi orang tua tunggal namun berhasil mendidik kedua anaknya hingga tumbuh menjadi orang-orang yang sukses. Pak Fulan selalu memberikan motivasi kepada kedua anaknya bahwa cita-cita itu harus diwujudkan. Pak Fulan berkata, “Jika mendapatkan sebuah kesempatan, jangan pernah menyia-nyiakannya. Sebuah kesempatan besar tidak akan pernah datang dua kali”.

Pak Fulan tak hanya memberikan kata-kata. Dia pun memberikan contoh kepada anak-anaknya. Dia berusaha keras untuk meraih apa yang menjadi keinginannya. Meskipun untuk mewujudkannya, dia harus menghilangkan banyak waktu untuk membersamai kedua anaknya.

Hasil didikan Pak Fulan akhirnya membuahkan hasil, Anak pertamanya sukses menjadi seorang pengusaha besar. Sementara anak keduanya sukses menjadi seorang dokter spesialis terkemuka.

Para kerabat, sahabat, dan tetangga terkesan dan kagum dengan cara didik Pak Fulan. Meski seorang diri, tanpa pendamping seorang istri, dirinya berhasil mendidik kedua anaknya menjadi orang-orang sukses.

Hingga suatu ketika Pak Fulan jatuh sakit. Sakit cukup parah. Dokter yang merawatnya kemudian menghubungi kedua anak sang ayah agar mereka bisa hadir untuk menemani ayah mereka.

“Maaf dokter, saya tidak bisa. Saat ini saya sedang menghadiri tender besar yang akan memberikan banyak keuntungan perusahaan saya. Ini kesempatan besar. Saya tidak mungkin menyia-nyiakannya. Ayah pernah berpesan seperti itu.” Demikian jawab anak pertama.

“Saya tidak bisa dokter. Maaf. Saya dalam perjalanan untuk sebuah acara di mana saya akan mempresentasikan hasil penelitian yang sudah saya lakuan bertahun-tahun. Saya tak mungkin membatalkan acara ini. Seperti pesan yang pernah ayah sampaikan bahwa sebuah kesempatan tidak akan datang dua kali. Karenanya, saya tidak akan menyia-nyiakannya.” Begitu jawab anak kedua.

Kedua anak tersebut tidak bisa menemani ayah mereka di detik-detik terakhir kehidupannya.

Para kerabat, sahabat, dan tetangga yang semula memuji tentang kesuksesan cara mendidik yang dilakukan oleh Pak Fulan akhirnya menyadari bahwa ada yang salah di dalamnya. Mereka tak ingin masa tua mereka seperti yang dialami oleh Pak Fulan.

Sal, aku berpikir, jika kita mengajarkan doa di atas kepada anak-anak kita kelak namun di sisi lain kita tidak bisa menghadirkan diri kita di sisi mereka, akankan doa tersebut menjadi sebuah ancaman bagi kita di masa tua nanti? Akankan kita bernasib seperti Pak Fulan?

Aku tak menginginkan seperti itu, Sal. Kuyakin dirimu juga tak menginginkannya. Kita harus mendidik mereka dengan kasih sayang. Bukan materi semata. Itu adalah kewajiban kita sebagai orang tua. Kita mungkin tidak berhak menuntut anak-anak kita melakukan hal yang sama. Namun, bukankah balasan dari kebaikan adalah sebuah kebaikan pula?

 


Tulisan Samara Lainnya :

15 respons untuk ‘Doa yang Mengancam

  1. Ria Angelina Agustus 6, 2015 / 19:44

    Harusnya iya..? Namun kadang beda dengan kenyataan nya.

    • jampang Agustus 7, 2015 / 07:36

      kadang beda kadang sama…. mungkin begitu, mbak

  2. rizzaumami Agustus 6, 2015 / 23:48

    doa yang menjadi favorit banyak orang. apa sebegitu mengancamnya bang?

    • jampang Agustus 7, 2015 / 07:35

      ya mungkin mengancam itu berlebihan, mengingatkan lebih pas kali yah 😀

      • rizzaumami Agustus 7, 2015 / 23:56

        hehe, mengancam gapapa, biar greget dan merasuk.

      • jampang Agustus 10, 2015 / 08:27

        naaah… itu maksud lainnya 😀

  3. ade_jhr Agustus 7, 2015 / 05:33

    kalu udh dengan sesama manusia kebaikan blm tentu d balas kebaikan ini curhat loh haha

    • jampang Agustus 7, 2015 / 07:34

      bisa jadi balasan kebaikan datang dari orang lain, bukan orang yang kita berikan kebaikan di awal

  4. Gara Agustus 7, 2015 / 11:31

    Kasihan Pak Fulan. Saya agak menyayangkan apa yang dilakukan anak-anaknya itu, padahal sang ayah dulu pasti akan menemani anaknya di masa-masa penting kehidupan anaknya. Yah, ini jadi pelajaran sekaligus pengingat, semoga saya bisa menemani ayah saya pada saat-saat akhir hayatnya :amin, dan semoga Mas juga demikian :)).

    • jampang Agustus 7, 2015 / 15:53

      keinginan seperti itu pasti berasal dari didikan ortu, gar 😀

      • Gara Agustus 8, 2015 / 17:01

        Wah, begitu ya Mas… :huhu.

      • jampang Agustus 10, 2015 / 08:22

        kurang lebih begitu, gar

      • Gara Agustus 11, 2015 / 11:23

        Sip :)).

  5. dani Agustus 7, 2015 / 11:36

    Semuanya dikembalikan ke orang tua. Mau memprioritaskan pendidikan yang seperti apa untuk anaknya ya Bang.

    • jampang Agustus 7, 2015 / 15:52

      iya, mas. ortulah yang akan menjadikan anaknya seperti apa

Tinggalkan Balasan ke jampang Batalkan balasan