Pagi ini, sebelum berangkat ke kantor, saya diminta ibu untuk mengantarkan makanan ke rumah neneknya Minyu yang biasa saya panggil dengan sebutan ibu. Rencananya siang nanti akan ada acara pengajian ibu-ibu sekaligus perayaan Maulid Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam di mushalla belakang rumah beliau. Selepas menyampaikan amanah kepada neneknya Minyu, saya langsung pamit pulang ke rumah.
Mendekati perempatan permata hijau, saya mengurangi laju sepeda motor saya sebab lampu lalu-lintas menyala merah. Sesaat sebelum sepeda motor saya berhenti, dari arah kanan saya, menyeberang seorang bapak pedagang teh manis hangat dan kopi dalam kemasan plastik. Yang menjadi pelangganan biasanya adalah para sopir Mikrolet M-09 jurusan Kebayoran Lama – Tanah Abang.
Pedagang tersebut menyeberang jalan tersenyum. Entah senyuman itu ditujukan kepada siapa. Yang jelas bukan kepada saya. Mungkin senyum beliau terlukis karena sekantong teh manis hangat atau kopi baru saja terjual. Mungkin senyum beliau terukir karena ada banyolan atau candaan antara beliau dengan sopir angkot. Mungkin juga ada sebab lain yang sama sekali saya tidak tahu.
Namun yang pasti, senyuman itu menularkan aura kebahagiaan ke dalam diri saya di pagi hari ketika berada di dalam barisan kendaraan yang berhenti di depan lampu lalu-lintas.
—o0o—
Beberapa bulan terakhir, saya menemukan jalur yang lebih cepat dan tidak begitu macet untuk tiba di kantor. Jaraknya pun lebih dekat. Saya tidak lagi menyusuri wilayah permata hijau karena ditutupnya akses yang melintasi rel kereta api akibat adanya pembangunan jalan layang. Saya melewati Sinabung lalu tembus ke Al-Azhar, Purnawarman, Tulodong, dan tiba di kantor.
Namun belakangan ini, saya menemukan satu titik kemacetan yang lumayan menyita waktu. Titik tersebut berlokasi selepas ITC Permata Hijau hingga Sinabung. Salah satu penyebabnya adalah karena banyaknya pengendara sepeda motor yang ingin memutar ke kiri meski harus melawan arus demi melewati jalan pintas. Ketika para pengendara sepeda motor tersebut menunggu arus kendaraan sepi agar bisa memutar dan melawan arus, otomatis para pengendara di belakangnya akan terhambat. Termasuk tadi pagi.
Kesal dan dongkol. Itulah yang saya rasakan di hati ketika menjadi bagian dari kemacetan tersebut. Tiba-tiba saya mendengar sebuah siulan dari arah belakang. Siulan tersebut terdengar cukup keras dan juga lama. Nada siulan tersebut seperti sebuah lagu yang pernah saya dengar namun saya tidak mampu mengingatnya dengan pasti.
Saya arahkan pandangan saya ke kaca spion untuk mencari siapakah gerangan yang bersiul sedemikian rupa. Di kaca spion, saya melihat seorang pengendara sepeda motor dengan helm yang tidak terpasang sempurna di kepalanya. Helm full face itu hanya menutupi kepalanya, sementara wajahnya tidak, sehingga saya bisa melihat mulutnya yang sedang bersiul.
Tanpa disengaja, siulan tersebut membuat saya tertawa dalam hati. Sesaat kemudian, terkikislah rasa kesal dan dongkol di hati ketika melihat aksi para pengendara sepeda motor yang sepertinya belum memiliki kedewasaan di jalan. Kedua rasa itu berganti dengan rasa senang atau bahagia. Senang dan bahagia yang masih saya rasakan ketika saya menuliskan coretan ini.
Tulisan Terkait Lainnya :
- Para Lelaki Masbuq
- Jika Tentang Rasa
- Bisa Jadi…
- Antara Ikhlas dan Buang Air Besar
- Tiga Orang Anak yang Bersalaman Selepas Shalat
- Membalas VS Memaafkan
- Kisah Rasulullah yang Kental dalam Pesan Moral Namun Rapuh dalam Validitas
- Dua Sisi Digital Lifestyle
- Strategi Sedekah
- Dhuha dan Tilawah Para Pengemban Amanah
Selamat pagi…:)
Baca ini juga ketularan bahagia krn disaat yang sama sedang bersenandung2 kecil karena sistem dikntor offline…:D
alhamdulillah…. bisa ketularan bahagia juga.
bisa menghilangkan rasa suympek karena sistem offline 😀
Ternyata bahagia sebab sistem offline artinya bisa nyantai2 …
Eh… karyawan macam apa ini??? 😀
Selama suasana hati tenang dan damai, maka sesusah apa pun kesulitan yang sedang dialami pasti bisa dijalani ya Mas :hehe. Kadang kita cuma butuh melakukan dua hal sederhana itu supaya hati bisa terus nyaman. Terima kasih sudah mengingatkan ya, Mas! Saya mesti ingat-ingat buat senyum terus nih, siapa tahu menular juga ke orang di sekitar :)).
Cuma jangan kebanyakan senyum-senyum sendiri nanti orang-orang berpikir yang aneh-aneh :haha.
iya lah…. senyum juga jangan sembarangan…. apalagi senyum2 sendiri 😀
Kedongkolan dan kejengkelan itu memang mudah diatasi dari hal yang kecil seperti senyuman di siulan ya. Memang rasanya adem sekali dengan dua hal kecil ini. Namun terkadang kita suka terlupa 🙂
iya, mbak. kadang lebih sering cemberut daripada senyum
beneeer bgt, senyum itu emang nular sama kaya muka cembetut 😀
jadi inget, tiap bulan moto warga binaan, salah satu SOP nya adalah harus senyum. kalo gak senyum ya, gak dipake poto2nya. harus ngulang seberapa lama pun 😀
menularkan kebahagian. 😀
wah enak donk…. bisa difoto beberapa kali dan fotonya jadi banyak 😀
jiyaaah,
cape nu motona. plus nu ngarahinnya 😀
😀
ya soalnya yang moto nggak senyum kali 😛
ahahah… bissaaa jadi. da kacapean.
nah…. ITU! *gaya mario teguh*
Kebahagiaan memang bisa memancar dari satu orang ke orang lainnya ya, melalui berbagai macam ekspresi 🙂 .
Iya, mas. Bukan penyakit aja yang menular 😀
Kebahagiaan bikin aku tambah cantik hahhaha muji diri sendiri..
😀
Ya gpp, mbak. apalagi kalau memang terbukti
Iya dung mas kalau kita happy rajin senyum..
iya mbak
kata ayah setiap nada memang bkin mood jadi baik bang 🙂
nah….itu pendapat yang mendukung cerita di atas 😀
Senyum itu bikin ganteng buat laki2 dan bikin tambah manis buat para wanita. 🙂
uhuyyyyy 😀
Apalagi kalo wanitanya cantik ya bang, udah cantik trus senyumnya manis lagi, bikin klepek-klepek kaum pria. hahayyy
😀
ya, senyum juga harus dijaga… jangan disalah guna sehingga tidak disalah arti
Mengusir kegelisahan akibat macet dan menyenangkan juga, ya. 😀
Iya mbak. Kecil tp efeknya besar