Rahasia Persahabatan : Ongkos Angkot

togetherness

Hari Minggu tanggal 6 Desember 2015 yang lalu, saya menghadiri acara reuni SMP. Acara yang mengingatkan saya akan sebuah peristiwa yang terjadi semasa saya SMA. Eh, nggak nyambung yah? Nyambung kok, sebab beberapa sahabat SMP yang melanjutkan sekolah ke SMA yang sama dengan saya. Dua di antaranya adalah Acul dan Iwan (bukan nama sebenarnya).

Kami bertiga sering pulang sekolah bersama-sama. Kami naik angkot yang sama, M-09. Sebab rumah kami searah. Acul akan turun terlebih dahulu, lalu Iwan, dan terakhir saya karena rumah saya paling jauh.

Setiap kali naik angkot bersama-sama, salah satu dari kami akan membayar ongkos kami bertiga. Secara bergantian, Acul dan Iwan menyerahkan ongkos angkot kepada saya sebelum keduanya turun, kecuali bila tiba giliran saya. Ketika turun, keduanya akan berkata “Ongkosnya di belakang, Bang!” atau kalimat yang serupa dengan itu kepada Pak Sopir.

Uang yang Acul atau Iwan berikan kepada saya sebagai ongkos angkot kami bertiga sebesar Rp. 500. Sementara tarif ongkos untuk pelajar di masa itu adalah Rp. 200. Sebenarnya saya bisa saja langsung pergi setelah menyerahkan ongkos tersebut kepada Pak Sopir. Namun saya tidak melakukannya. Entah karena saya merasa tidak enak karena membayar ongkos yang kurang dari tarif atau karena saya pernah ditegur oleh Pak Sopir. Akhirnya, saya selalu menambahkan Rp. 100 lagi setiap kali membayar ongkos untuk kami bertiga.

Saya tidak memprotes kepada Acul dan Iwan bahwa ongkos yang mereka berikan kurang. Saya juga tidak memberitahu keduanya bahwa saya selalu menambahkan seratus rupiah untuk menambahkan kekurangan ongkos yang saya terima. Saya jadikan itu sebagai rahasia hingga saya menceritakannya di sini. Anda sudah membacanya. Mungkin Acul atau Iwan juga akan membaca cerita ini.

Yang jelas, saya meyakini bawah apa yang telah kami lakukan mengandung nilai sedekah di dalamnya. Secara hitung-hitungan, mungkin jumlah uang yang kami keluarkan sama besar jika dibandingkan dengan membayar ongkos sendiri-sendiri.

Jika kami naik angkot bersama-sama sebanyak tiga kali, lalu membayar ongkos sendiri-sendiri, maka total uang yang kami keluarkan sebesar Rp. 600. Namun dengan Rp. 600 tersebut kami tidak saling berbagi. Sementara jika kami bergantian membayar ongkos untuk bertiga, maka sebanyak satu kali, masing-masing dari kami saling berbagi. Bukankah itu termasuk sedekah? Sebab sedekah bisa diberikan kepada siapa saja. Wallaahu a’lam.

Saya akhiri cerita ini dengan sebuah puisi berikut :

sahabatku adalah tetesan embun pagi
yang jatuh membasahi kegersangan hati
hingga mampu menyuburkan seluruh taman sanubari
dalam kesejukan

sahabatku adalah bintang gemintang malam di angkasa raya
yang menemani kesendirian rembulan yang berduka
hingga mampu menerangi gulita semesta
dalam kebersamaan

sahabatku adalah pohon rindang dengan seribu dahan
yang memayungi dari terik matahari yang tak tertahankan
hingga mampu memberikan keteduhan
dalam kedamaian

sahabatku adalah kumpulan mata air dari telaga suci
yang jernih mengalir tiada henti
hingga mampu menghapuskan rasa dahaga diri
dalam kesegaran

sahabatku adalah derasnya hujan yang turun
yang menyirami setiap jengkal bumi yang berdebu menahun
hingga mampu membersihkan mahkota bunga dan dedaun
dalam kesucian

sahabatku adalah untaian intan permata
yang berkilau indah sebagai anugerah tiada tara
hingga mampu menebar pesona jiwa
dalam keindahan

*****

Tulisan Ini Diikutsertakan dalam “Saya dan Sahabat Giveaway”


Tulisan Terkait Lainnya :

25 respons untuk ‘Rahasia Persahabatan : Ongkos Angkot

  1. Adelina Desember 16, 2015 / 09:33

    Antara sahabat dan belajar sedekah. Nice story mas. Terima kasih untuk artikelnya, dan ditunggu tanggal pengumuman nya.

    • jampang Desember 16, 2015 / 10:00

      sama-sama, mbak.
      doakan saya jadi pemenangnya…. #eh

      😀

  2. Mila Wulandari Desember 16, 2015 / 10:07

    banyak sahabat banyak rezeki..nice posting 🙂

    • jampang Desember 16, 2015 / 13:10

      terima kasih, mbak

  3. Kang Darsono Desember 16, 2015 / 11:47

    wah ikut GA lagi nih si abang…. moga menang bang 🙂

    BTW, jadi inget masa SMA dulu, ada sahabat saya yg sering “ngutang” ke saya kalau mau bayar uang SPP.
    Maklumlah, uang yg dikasih sama ortunya sering ia gunakan utk kepentingan yg lain… Dan sampai saat ini, ia masih berteman denganku…
    dari kecil, TK, SD, SMP, SMA, bareeeeeng terus sama dianya… dan ketika dia menikahpun, aku turut mengantarkannya… hehehee…
    Makasih bang, jadi inget masa lalu… hehehe….

    • jampang Desember 16, 2015 / 13:09

      hitung2 buat update blog, mas.

      itu mungkin namanya sahabat karib yah 😀

      sama-sama

      • Kang Darsono Desember 16, 2015 / 13:47

        hahahaaa…
        ya betul itu bang…

        SAHABAT KARIB… hahahaaaa….

        sip!

      • jampang Desember 16, 2015 / 14:09

        😀

  4. itsmearni Desember 16, 2015 / 15:01

    Wah ada lomba lagi
    Semoga menang ya mas
    Menarik nih kisah persahabatan sekaligus sedekahnya

    • jampang Desember 16, 2015 / 15:45

      iya mbak. ikutan lagi 😀
      terima kasih.

  5. gegekrisopras Desember 16, 2015 / 15:24

    Ya sebisa mungkin gausah itung2an sama sahabat lah mas apalagi kalo nominalnya kecil.. Selain sedekah toh ga bikin mati juga kan haha. Kalo nominalnya besar nah itu harus tahu diri hehehe…
    Soalnya saya mikirnya, nanti kalo Yang di Atas itung2an juga sama saya, gimana saya ‘bayar’-nya? Maha Pemurah ya, mas 🙂

    • jampang Desember 16, 2015 / 15:45

      😀

      ya makanya saya nggak minta ganti, mbak. yang saya bahas hitung2annya membandingkan antara bayar sendiri-sendiri dengan saling membayari

      yang jelas, amal ibadah manusia jika dibandingkan dengan pemberian Tuhan, jelas nggak sebanding.

  6. titintitan Desember 16, 2015 / 16:06

    kereen, dan itu berlangsung berapa tahun mas?

    • jampang Desember 16, 2015 / 16:09

      nggak inget. tapi enggak sampai setahun kayaknya. soalnya di kelas berikutnya sudah beda jadwal masuk sekolah…. siang dan pagi

      • titintitan Desember 16, 2015 / 16:13

        lumayan juga yah, nilainya 100 untuk jaman itu, dan itu berbulan-bulan. 😀

        mungkin mas rifki jadi wasilah rezeki mereka, dan mas rifki dapet dalam bentuk lain dr Allah ^^

      • jampang Desember 16, 2015 / 16:20

        kalau hitungan rentang waktunya mungkin berbulan-bulan. cuma kan nggak setiap hari pulang barengnya, mbak 😀

        aamiin

      • titintitan Desember 16, 2015 / 16:24

        ooh kirain tiap vhari plg brg :D. berati itu jauh yah jalurnya, 200 jmn SMP.

        soale titin bayar 250 untuk jarak paling stgh kilo 2001 an

        *malah bahas jarak 😀

  7. zilko Desember 16, 2015 / 19:00

    Kalau nominalnya kecil gitu memang tidak perlu hitung-hitungan banget ya, apalagi bersama sahabat sendiri :D.

  8. TempatNongkrongSeru Desember 16, 2015 / 21:43

    Wah, seperti biasanya. Tulisan dan puisi mas keren nih…. *selalu ngikutin blog tapi jarang komen… :D*
    Moga menang ya mas

    • jampang Desember 17, 2015 / 08:24

      terima kasih banyak 😀

  9. Ari Desember 18, 2015 / 08:01

    Kadang hal hal seperti enaknya di kenang sekian tahun yg akan datang 🙂

  10. Tanda Pagar Desember 19, 2015 / 09:51

    Peristiwa unik kayak gini malah nanti yang akan terkenang sepanjang masa, ketika sudah tak bisa bersama-sama lagi

Tinggalkan Balasan ke jampang Batalkan balasan