Perceraian – Bagian II

perceraian

Pada bagian pertama, telah disebutkan bahwa, ketika pertengkaran terjadi di dalam sebuah bahtera rumah tangga, thalaq atau perceraian adalah langkah paling terakhir ketika keempat langkah atau cara yang diusahakan ternyata masih menemui jalan buntu. Namun demikian, thalaq bukanlah satu-satunya penyebab terputusnya ikatan tali pernikahan. Setidaknya ada tiga hal yang menyebabkan putusnya tali ikatan pernikahan.

1. Thalaq

Thalaq terjadi jika seorang suami mengucapkan kalimat thalaq atau cerai kepada istri. Karenanya, di ayat yang membahas tentang perceraian, suamilah yang menjadi subjek pelaku. Sekali suami mengucapkan kalimat thalaq, maka jatuhlah thalaq kepada istri. Sedangkan jika istri yang mengucapkan kalimat thalaq, berapa pun banyaknya kalimat tersebut diucapkan, maka tidak akan pernah jatuh thalaq kepadanya.

..:: Jatuhnya Thalaq

Jatuhnya thalaq terhitung mulai detik ketika suami mengucapkan kalimat thalaq kepada istrinya, bukan ketika surat resmi yang diterbitkan pemerintah melalui pengadilan yang dipimpin oleh seorang hakim. Sebab, surat tersebut hanyalah pengesahan secara hukum formal yang biasanya diterbitkan jauh-jauh hari setelah suami mengucapkan kalima thalaq.

Dalam hal ini, ada kesamaan antara menikah dan thalaq. Keduanya terjadi dan sah secara hukum Islam melalui sebuah kalimat yang diucapkan. Sebagaimana akad nikah dinyatakan sah ketika terucapnya kalimat ijab dan qabul, maka thalaq pun jatuh dengan sebab sebuah kalimat thalaq yang diucapkan suami. Jadi, di dalam kedua hal ini, tidak ada istilah main-main. Kalimat terucap maka sah.

..:: Kalimat Thalaq

Kalimat thalaq yang diucapkan suami dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu lafaz yang sharih (jelas/eksplisit) dan lafaz yang majazi/kinayah (tidak jelas/implisit/kiasan).

Lafaz yang sharih misalnya,”Aku ceraikan kamu”. Atau “Perinkahan kita sudah selesai” dan lainnya. Bila lafaz itu diucapkan oleh seorang suami kepada istrinya, maka jatuhlah talaq satu. Bahkan meski itu dilakukan dengan main-main.

Sedangkan Lafaz yang majazi (tidak jelas/implisit) adalah lafaz yang bisa bermakna ganda. Misalnya “pulanglah ke rumah orang tuamu!”. Lafaz seperti ini baru bisa mengandung hukum bila disesuaikan dengan niatnya atau ‘urf (kebiasaan) yang umumnya disepakati di suatu masyarakat.

..:: Pembagian Thalaq

Berdasarkan waktu jatuhnya thalaq

Thalaq munjazah adalah thalaq yang terjadi pada saat kalimat thalaq diucapkan. Misalkan seorang suami yang berkata kepada istrinya, “Kucerai engkau!”, maka thalaqnya jatuh pada saat itu juga.

Thalaq mu’allaq adalah thalaq yang baru akan jatuh jika sebuah kondisi tertentu terjadi. Misalkan, suami berkata kepada istrinya, Jika engkau pergi ke rumah A, maka engkau telah terthalaq!”. Jika sang istri berangkat ke rumah A, maka jatuhlah thalaq. Jika tidak pergi, maka tidak ada thalaq yang terjadi.

Thalaq Mudhaf adalah thalaq yang dikaitkan dengan waktu tertentu. Misalnya seorang suami mengatakan kepada istrinya: “Tanggal 1 bulan depan kamu terthalaq!”, maka sang istri terthalaq sejak datangnya waktu yang disebutkan dalam kalimat tersebut.

Dilihat dari sifatnya

Thalaq sunni adalah thalaq yang terjadi manakala seorang suami menthalaq istri yang telah dicampurinya dengan sekali thalaq, yang dia jatuhkan ketika istrinya dalam keadaan suci dari haidh dan pada masa itu dia belum mencampurinya.

Thalaq bid’i adalah thalaq yang menyelisihi ketentuan syari’at seperti thalaq sunni di atas, sehingga hukum thalaq ini adalah haram dan orang yang melakukannya berdosa. Keadaan ini berlaku manakala seorang suami menthalaq istrinya dalam keadaan haidh atau dalam masa suci setelah ia mencampuri istrinya, atau seorang suami yang melontarkan tiga thalaq sekaligus dengan satu lafazh atau dalam satu majelis.

Dilihat dari boleh dan tidaknya rujuk

Thalaq raj’i adalah seorang suami yang menthalaq istrinya yang sudah dicampuri tanpa menerima pengembalian mahar dari pihak istri dan belum didahului dengan thalaq sama sekali atau baru didahulu dengan thalaq satu kali. Thalaq satu dan thalaq dua, masuk ke dalam jenis thalaq raj’i.

Thalaq (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik…” (Qs. Al-Baqarah: 229)

Seorang wanita yang mendapat thalaq raj’i, maka statusnya masih sebagai istri selama dia masih berada dalam masa ‘iddah (menunggu) dan suaminya berhak untuk rujuk kepadanya kapan saja suaminya berkehendak selama dia masih berada dalam masa ’ddahnya, dan tidak disyaratkan adanya keridhaan istri atau izin dari walinya.

Wanita-wanita yang dithalaq hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa menanti, jika mereka (para suami) menghendaki perbaikan…” (Qs. Al-Baqarah: 228)

Thalaq ba‘in adalah thalaq yang terjadi setelah masa ‘iddah istri karena thalaq raj’i telah selesai. Dan hal ini menjadikan suami tidak dapat merujuk istrinya lagi. Thalaq ba ‘in terbagi lagi menjadi dua, yaitu:

Thalaq ba‘in shughra, yaitu thalaq yang terjadi di mana suami tidak memiliki hak untuk rujuk kembali dengan istrinya kecuali dengan akad nikah dan mahar yang baru, serta dengan keridhaan istri yang dicerai.

Thalaq ba‘in kubra, yaitu thalaq yang ketiga kalinya.

Thalaq (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zhalim. Kemudian jika dia menceraikannya (setelah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan mantan istri) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan.” (Qs. Al-Baqarah: 229-230)

Setelah thalaq ba‘in kubro, mantan suami tidak lagi memiliki hak untuk rujuk dengan mantan istrinya, baik ketika dalam masa ‘iddah maupun sesudahnya. Kecuali syarat berikut:

  1. Istri telah dinikahi laki-laki lain secara alami, artinya bukan nikah Nikah tahlil adalah pernikahan seorang laki-laki dengan wanita yang telah dithalaq tiga, dengan maksud untuk diceraikan agar suami yang pertama bisa menikah lagi dengan wanita tersebut. Baik sebelumnya ada konspirasi antara suami pertama dengan suami kedua maupun tidak.
  2. Dilaksanakan dengan akad nikah baru, mahar baru, dan atas keridhaan sang istri.

2. Khulu’

Khulu’ adalah tebusan yang dibayar oleh seorang isteri kepada suami, agar suami dapat menceraikannya. Jika pada thalaq, inisiatif berada di tangan suami, maka pada khulu’ inisiatif berada di tangan istri.

Khulu’ merupakan thalaq ba’in kubra, sehingga suami tidak diperbolehkan merujuk istrinya kembali, kecuali setelah mantan isterinya menikah dengan laki-laki lain dan kemudian melalui proses akad nikah yang baru.

3. Fasakh

Secara bahasa fasakh memiliki arti menghapus, membatalkan, dan memisahkan. Sedangkan secara istilah, fasakh adalah melepas ikatan akad atau mencabut hukum akad dari asalnya seperti tidak pernah terjadi.

Fasakh dan thalaq memiliki kesamaan dalam hal memutuskan hubungan pernikahan antara suami dan istri, sehingga setelah fasakh atau thalaq, keduanya secara hukum sudah bukan lagi menjadi pasangan suami dan istri.

Namun keduanya memiliki perbedaan dari segi hukum. Jika fasakh adalah pembatalan pernikahan yang sudah terlanjur terjadi, seolah-olah tidak pernah terjadi pernikahan sebelumnya. Sedangkan thalaq adalah menyudahi hubungan pernikahan yang sudah berjalan.

Beberapa hal mengenai fasakh :

  • Fasakh tidak hanya datang dari pihak suami seperti halnya thalaq, pihak istri pun bisa berinisiatif dalam hal ini, termasuk juga pihak qadhi atau hakim yang memutuskan perkara di antara suami dan istri.
  • Fasakh tidak mengenal fasakh satu dua dan tiga seperti halnya thalaq.
  • Fasakh membutuhkan sebab tertentu, tidak seperti thalaq yang bisa terjadi tanpa sebab khusus. Salah satu sebab fasakh misalnya diketahui bahwa pasangan suami-istri yang sudah menikah ternyata diketahui adalah saudara sepersusuan.
  • Fasakh tidak memberikan hak-hak tertentu kepada istri, seperti pelunasan mahar, mut’ah karena thalaq, nafkah, iddah dan lainnya.

Konsekuensi Hukum Fasakh

  • Suami bukan duda dan istri bukan janda, sebab pernikahan di antara keduanya tidak pernah terjadi, sehingga dianggap masih perjaka dan perawan.
  • Istri tidak perlu menjalani masa iddah
  • Mantan Suami Istri Tidak Saling Mewarisi, hal ini berbeda dengan thalaq di mana ketika masih dalam masa ‘iddah dan salah satu dari keduanya meninggal, maka masih ada hak waris bagi mantannya.

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menghindarkan kita semua dari hal-hal yang akan memutuskan tali pernikahan kita demi terciptanya rumah tangga yang kita idam-idamkan. Rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah.

Wallaahu a’lam.

Tulisan Terkait Lainnya :

19 respons untuk ‘Perceraian – Bagian II

    • jampang Februari 2, 2016 / 08:45

      melanjutkan yang sebelumnya. dibuatnya seh semalamterus dischedul terbit pagi ini 😀

  1. Iwan Yuliyanto Februari 2, 2016 / 08:51

    Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menghindarkan kita semua dari hal-hal yang akan memutuskan tali pernikahan kita demi terciptanya rumah tangga yang kita idam-idamkan.

    Aamiin.

    • jampang Februari 2, 2016 / 09:23

      aamiin yaa rabbal ‘aalamiin

  2. Ria Angelina Februari 2, 2016 / 17:31

    Lantas kalau surat putus cerai keluar dan suami belum bilang thalaq gimana..?

    • jampang Februari 2, 2016 / 18:02

      Kalu itu artinya hakin yg menjatuhkan putusannya, mbak. Sebab di hukum perkawinan di Indonesia, perempuan punya hak untuk menggugat cerai ke pengadilan. Setelah proses, maka hakim bisa memutuskan. Jadi sudah jatuh thalaqnya meski suami tak mengucapkan.

      Sebenarnya sesaat setelah akad nikah ada pengucapan kalimat sighat ta’liq oleh suami di mana jika suami menyakiti istri, tidak memberikan nafkah, atau meninggalkan tanpa kabar selama sekian bulan, lalu istri tidak ridha dan mengadukan ke pengadilan serta membayar uang iwad maka jatuh thalaq satu

      • Ria Angelina Februari 3, 2016 / 11:45

        Wahhh pelajaran yang penting ini.
        Makasih infonya mas.

      • jampang Februari 3, 2016 / 13:10

        sama-sama, mbak

  3. winnymarlina Februari 2, 2016 / 17:40

    kasihan anak dari percerian kalau ada anaknya

  4. Liberto Amin Februari 2, 2016 / 20:33

    Semoga kita dijauhkan dari perceraian :’)

    • jampang Februari 3, 2016 / 08:31

      aamiin yaa rabbal ‘aalamiin

  5. cumilebay.com Februari 2, 2016 / 22:24

    Eh busyet, dalam keadaan becanda atau main2 pun itu sudah dianggap talaq yaaa #Serem mesti ati2 jaga mulut

    • jampang Februari 3, 2016 / 08:31

      iya, mas. begitulah yang namanya thalaq atau cerai. mungkin itu salah satu sebabnya diberikan kuasa untuk masalah ini kepada lelaki, bukan kepada perempuan

  6. winnaz Februari 12, 2016 / 11:47

    ikut nambah ilmu disini bang Jampang.
    *berarti para suami benar2 harus mengendalikan ucapannya yaa, apalagi saat emosi, yang satu ini jgn sampai kelepasan*

    • jampang Februari 12, 2016 / 12:56

      sama-sama, mbak

      iya. itu betul banget

  7. askfm_indonesia Februari 22, 2016 / 15:07

    sereeeemm

    terima kasih untuk blogwalking nya. sangat bermanfaat tulisan ini.

Tinggalkan jejak anda di sini....

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s