Akhirnya, cambuk berwarna merah menyala itu dilecutkan ke arahku. Kucoba menghalaunya dengan lengan kananku untuk melindungi tubuhku.
“Aaaakhhh!”
Ujung cambuk itu langsung melilit lengan kananku. Lilitannya semakin kuat dan bertambah kuat. Kulit lenganku sobek. Darahku mengalir deras dan jatuh ke tanah tempatku berpijak.
” Aaaakhhh!”
Aku hanya menjerit. Kurasakan lilitan cambuk itu menembus daging lenganku hingga ke tulang.
“Aaaakhhh!”
Lilitan cambuk itu telah mematahkan tulang lengan kananku. Lalu cambuk itu seperti ditarik dengan sangat kuat hingga lenganku putus.
“Aaaakhhh!”
Darah mengucur deras dari bagian lenganku yang terputus. Cairan merah itu membasahi telapak tangan kananku dan kelima jarinya yang kini berada di sisi telapak kaki kananku.
Kualihkan pandanganku ke sosok yang melecutkan cambuk ke arahku. Sosok tinggi besar dengan wajah sangar. Dia hanya tersenyum sinis.
Tangan kanannya kembali bergerak mengayunkan cambuk ke arahku. Dan ….
“Aaaakhhh!”
Cambuk tersebut mengenai lengan kiriku. Seperti yang terjadi pada lengan kananku sebelumnya, cambuk itu langsung melilit lengan kiriku dengan sangat kuat hingga menyobek kulit dan menembus daging hingga ke tulang.
“Aaaakhhh!”
Lengan kiriku pun putus.
Belum reda sakit yang kurasakan, sosok itu kembali mengayunkan cambuknya ke arahku.
“Aaaakhhh!”
Leherku yang menjadi sasaran. Seperti ular merayap, ujung cambuk itu menelusuri leherku sebelum melilitnya dengan sangat kuat, hingga menyempitkan tenggorokan dan hampr tak menyisakan ruang untuk udara yang kuhirup.
Kurasakan kedua kakiku tak mampu lagi menahan beban tubuhku. Tubuhku ambruk ke atas tanah.
Aku tak kuasa bergerak lagi. Tenagaku seperti tak bersisa. Pandanganku pun mulai kabur.
Di saat kuberpikir bahwa mungkin ini adalah saat ajalku datang menjemput, tiba-tiba kurasakan ada sesuatu yang terjadi pada tubuhku bersamaan dengan terlepasnya lilitan cambuk di leherku. Kedua lenganku yang sudah putus perlahan tumbuh kembali. Keduanya memanjang perlahan hingga sempurna dengan telapak tangan dan jari-jarinya. Tenagaku pun puliy kembali.
Aku bangkit.
“Kau tak bisa membunuhku!” teriakku kepada sosok yang mecambukku. “Kau lihat?” tanyaku sambil memperlihatkan kedua tanganku. “Aku tak bisa mati!”
“Aku memang tak akan membunuhmu. Itu bukan tugasku,” jawab sosok tinggi besar di hadapankum “Tugasku hanyalah menyiksamu selama-lamanya di neraka ini!”
Prompt #103: Details in the Fabric
….
If it’s a broken part, replace it
….
Baca Juga Monday Flash Fiction Lainnya :
- [Prompt#135] Pacar Sesaat
- [Prompt#121] Kutu-Kutu Hendak Menjadi Kupu-kupu
- [Prompt#120] Hanya Sejengkal
- [Prompt#119] Perbedaan
- [Prompt#118] Perjumpaan Kembali
- [Prompt#117] Senyum Ibu
- [Prompt#116] Lidah Perempuan
- [Prompt#115] Sayap yang Patah, Hati yang Terbelah, dan Jaring Laba-laba yang Lemah
- [Prompt#114] Ada Apa Dengan Cintana?
- [Prompt#113] Adin dan Sani
Huaaaa…. seremnya
Tp ini nggak sesuai genre yg diminta, mbak. Ini bukan genre horor
Iya sih, tapi serem menurutku. Hihihi. Dan bagus cerpennya mas. Untuk pengingat.
Terima kasih, mbak 😀
Tidak dikasih alasan kenapa dia disiksa? Biar jelas gitu bahwa itu hukuman bagi siapa?
saya nggak sempat nyari dalilnya, jadinya ya nggak dirinci
hua hua serem
iya…. ngeri
Dan apalah kita ini sampai berani menantang siksa yang begitu pedih😨
jangan smapai kita merasa mampu untuk menahan siksaan pedih itu, mbak…. naudzubillaahi min dzaalik