“Panjang :d”
Begitulah salah satu jejak komentar di salah satu tulisan blog ini yang bercerita tentang sejarah kehidupan saya. Tulisan tersebut memang lumayan panjang. Mungkin lebih dari 1500 kata. Apalagi setelah saya tambahkan beberapa paragraf untuk melengkapi persyaratan mengikuti sebuah giveaway. Meskipun sudah sedemikian panjang, nyatanya masih ada sejarah hidup saya yang belum termaktub di tulisan yangberjudul “All About Rifki” tersebut. Salah satunya adalah yang akan saya ceritakan di coretan kali ini.
Saya lahir, dibesarkan, dan saat ini tinggal di Jakarta. Namun pada suatumasa, saya pernah tinggal di kota lain selama beberapa tahun. Kota itu bernama Depok, Jawa Barat. Jika saat ini jarak antara rumah dengan kantor sekitar 10 KM, maka ketika tinggal di Depok, rumah dan kantor tempat saya bekerja terpisah oleh jarak sekitar 30 KM. Jadi, setiap harinya, saya menempuh jarak sekitar 60 KM dengan bersepeda motor dengan waktu tempuh lebih dari tiga jam.
Awalnya saya tidak merasakan lelah atau letih menempuh jarak tersebut. Namun lama-kelamaan, lelah dan letih itu datang juga. Selain jarak yang jauh, kemacetan yang luar biasa di jalur yang saya lalui juga me jadi faktor penyebab kelelahan dan keletihan yang saya alami. Puncak kelelahan dan keletihan tersebut adalah mudahnya saya tertidur di atas sepeda motor.
Yup, saya sering kali tertidur di atas sepeda motor yang sedang saya kendarai. Saya sempat mengira jika saya terkena “Narcolepsy”. Sebab sering sekali dalam perjalanan baik berangkat mennuju kantor atau pulang ke rumah, tanpa saya sadari, kedua mata saya terpejam beberapa saat di atas sepeda motor yang melaju. Kondisi yang sangat bisa sekali membuat diri saya celaka.
Saya pernah salah berbelok sehingga harus putar balik. Saya juga pernah hampir menabrak gerobak, hampir terserempet bis, hampir menyenggol sepeda motor lain, dan hampir menbabrak pemisah jalan. Saya katakan hampir, karena beberapa saat sebelum kejadian yang saya sebutkan terjadi, kedua mata saya terbuka dan refleks saya bekerja dengan baik sehingga kecelakaan tidak terjadi.
Namun pada suatu malam, ketika dalam perjalanan pulang, kedua mata saya tidak sempat terbuka sehingga refleks saya tidak bisa bekerja. Tiba-tiba saya merasa sepeda motor saya menabrak sesuatu hingga terjatuh. Ketika mata saya terbuka, ternyata saya baru saja menabrak trotoar. Untunglah tidak ada kendaraan yang melaju tepat di belakang saya. Alhamdulillah.
Salah satu cara yang saya lakukan untuk mengurangi kemungkinan saya tertidur di atas sepeda motor, adalah dengan tidur. Di mana biasanya saya tidur? Di salah satu masjid di antara beberapa masjid yang biasa saya singgahi dalam perjalanan pulang. Nah, sekitar dua minggu lalu, saya kembali singgah di masjid yang saya maksud. Masjid Jami’ Nurul Rahman, namanya. Berlokasi di Jalan Mekar, Tanjung Barat.
Dahulu, saya sering singgah di masjid tersebut sekitar 15 menit sebelum waktu Maghrib menjelang. Setelah memarkirkan sepeda motor, saya langsung menuju serambi kiri masjid dan merebahkan tubuh saya. Lalu tertidur.
Saya akan terjaga ketika mendengar suara bedug dipukul atau asaat adzan Maghrib dikumandangkan. Saya segera berwudhu dan shalat Maghrib berjamaah. Tidur selama beberapa menit terasa cukup untuk melenyapkan kantuk yang sebelumnya menyerang tanpa kompromi.
Namun karena datangnya waktu Maghrib selalu berubah maju atau mundur, adakalanya saya tidak mendapatkan waktu untuk tidur. Saya tiba di Masjid Jami’ Nurul Rahman ketika adzan sudah berkumandang. Atau ketika tiba di Tanjung Barat, waktu Maghrib masih cukup lama sehingga saya memilih untuk shalat di masjid lain.
Terakhir kali saya shalat di Masjid Jami’ Nurul Rahman ketika sedang renovasi. Tanah kosong yang bersebelahan dengan masjid dijadikan sebagai tempat shalat selama bangunan masjid direnovasi.
Dua minggu lalu, saya singgah di masjid tersebut untuk pertama kali setelah sekian tahun. Kondisi bangunannya sudah mengalami perubahan. Total. Jauh lebih bagus. Baik penampakkan dari luar maupun di dalam. Jika dahulu bangunannya hanya satu lantai, kini dua lantai. Tempat parkir, tempat wudhu, hingga karpet ruang utama masjid sudha berubah menjadi jauh lebih bagus.
Masjid Jami’ Nurul Rahman memiliki sebuah tahapan sejarah ketika bangunannya pernah direnovasi. Di salah satu masa yang telah lewat itu, ada persinggungan sejarah antara diri saya dan masjid tersebut, yaitu ketika saya sering tidur di serambinya menjelang tiba waktu shalat Maghrib.
Tulisan Terkait Lainnya :
Memang begitu ya kalau harus nglaju, mesti berhati-hati banget di jalan, apalagi harus dilakukan setiap hari. Tentu, lama-lama pasti merasa lelah juga.
Iya, mas. Macetnya itu yg bikin lebih cape 😀
Dulu pas masih jadi anak motor, cara untuk menghilangkan kantuk dengan mengunyah permen karet atau kl enggak dengan nyanyi nggak jelas sambil teriak2. Udah habis itu bugar lagi…
Nyanyi saya nggak nyoba. Kakau ngemil dianggap sama nggak dengan ngunyah peremen karet? Biasanya saya beli gorengan 😀
Selain itu saya cuci muka, eh katanyamalah bikin ngantuk lagi.
walah bayanginnya jadi ikutan capek, untung saya ngekos
Saya nggak ngekos, mbak. Jadinya ya… Gitu deh 😀
karena tiap hari kali ya kak jadinya mulai terasa lelahnya
Ditambah lagi dengan hati yang juga lelah *halah*
😀