Matahari masih malu-malu untuk menampakkan wajahnya. Malam masih menyisakan dingin. Suasana jalan kecil di depan rumah saya juga masih sepi. Hanya satu atau dua orang saja yang melintas. Namun situasi dan kondisi seperti itu tak membuat Pak M hanya duduk-duduk diam di rumah. Tanpa ragu, beliau melangkahkan kaki keluar rumah untuk melakukan sebuah aktifitas rutin setiap pagi. Aktifitas yang sebenarnya bukanlah tugas atau kewajiban yang harus beliau tunaikan.
Pak M adalah tentangga saya. Usia beliau mungkin di penghujung lima puluhan. Rumah kami sama-sama berada di pinggir jalan kecil dan hanya terpisah lima atau enam rumah. Dalam keseharian, beliau bersama sang istri membuat dan menerima pesanan kue cincin, salah satu kue khas Betawi.
Setiap pagi, Pak M keluar rumah untuk membersihkan sampah-sampah yang ada di sepanjang jalan dan selokan, mulai dari depan rumah beliau hingga depan rumah saya. Jaraknya mungkin sekitar tiga puluhan meter. Kegiatan itulah yang saya sebut sebagai aktifitas yang sebenarnya bukanlah tugas atau kewajiban beliau. Beliau bukanlah petugas kebersihan di lingkungan tempat tinggal kami yang mendapat imbalan dari warga kampung. Apa yang beliau lakukan adalah murni dari niat tulus dan kebaikan hati.
Sedikit gambaran, jalan kecil di depan saya dan Pak M hanya bisa dilewati oleh sepwda motor. Di jalan terdapat selokan kecil. Jika selokan tersebut melewati depan rumah warga, maka pemilik rumah akan menutup bagian atas selokan tersebut dengan tujuan agar bisa dilewati sepeda motor dan juga untuk estetika dan kenyamanan. Sebab pasti akan muncul kesan kotor dan tak nyaman jika tepat di depan rumah terdapat selokan yang menganga.
Di salah satu titik di pinggir jalan, terdapat beberapa pohon yang tumbuh lumayan tinggi. Salah satunya adalah Pohon Rambutan Irian. Daun pohon ini cukup lebar sehingga mampu memberikan suasana teduh manakala sinar matahari panas menyengat. Namun sayang, daun-daunnya mudah menguning dan rontok. Setiap hari, banyak sekali dedaunan yang jatuh ke jalan dan masuk ke dalam selokan.
Jalan dan selokan yang dipenuhi dengan dedaunan yang rontok serta sampah-sampah lain itulah yang menyentuh hati Pak M untuk untuk rutin membersihkannya. Dengan alat sederhana seperti sapu dan dua bilah kayu, Pak M membersihkan jalan dan juga mengangkat daun-daun yang masuk ke dalam selokan. Tak hanya itu, bagian selokan yang tertutup juga dibersihkan dengan cara menyodok sampah-sampah di dalamnya dengan batang kayu.
Hasilnya, jalanan menjadi bersih. Selokan pun menjadi bersih dan aliran airnya menjadi lancar. Jalan dan selokan menjadi sedap dipandang mata.
Meskipun yang dibersihkan oleh Pak M bukanlah duri yang berada di tengah jalan yang akan melukai kaki orang yang lewat, tetapi saya meyakini bahwa apa yang beliau lakukan adalah bagian dari sedekah sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits berikut :
“Setiap matahari terbit, pada diri seorang anak Adam ada sedekah. Pintu kebaikan sungguh banyak. Mengucap takbir, tasbih, tahmid, tahlil, berbuat amar ma’ruf nahi munkar, menyingkirkan duri di jalan, memberi tahu orang tuli, menuntun orang buta, menunjukkan jalan orang tersesat, menolong orang yang butuh bantuan, dan membantu orang lemah sudah bisa dikategorikan sebagai sedekah. Semua adalah sedekah darimu untuk dirimu.” [HR Ibnu Hiban dan Baihaqi]
Hampir semua tetangga Pak M merasa senang dan terbantu sekali dengan apa yang dilakukan oleh beliau. Hampir semua. Mengapa saya sebut hampir semua? Sebab ada salah satu tetangga yang tidak suka dengan apa yang dilakukan oleh Pak M yang sudah susah-susah mengeluarkan tenaga dan meluangkan waktunya untuk menjaga kebersihan lingkungan tersebut.
Rupanya, sang tetangga tak bisa menerima jika Pak M memembersihkan selokan yang ada di depan rumahnya. Mungkin karena selokan tersebut berada di depan rumah sang tetangga sehingga menjadi tanggung jawab dirinya dan bukan tanggung jawab Pak M. Mungkin juga dalam pandangannya, apa yang dilakukan oleh Pak M mengganggu privasinya. Mungkin juga apa yang dilakukan Pak M dianggap sebagai sindiran kepadanya yang tidak mau membersihkan selokan. Entah alasan pastinya. Yang jelas, cekcok pun terjadi di antara sang tetangga dengan Pak M. Untunglah tidak berlangsung lama.
Pada akhirnya, Pak M yang mengalah. Sejak peristiwa tersebut Pak M menghentikan aktifitas bersih-bersih. Saya tidak pernah lagi melihat Pak M membersihkan jalan dan selokan di pagi hari. Sesekali saya hanya melihat beliau sedang mencuci beras ketan di depan rumah yang nantinya akan diolah menjadi kue cincin oleh istri beliau. Sementara kegiatan bersih-bersih diambil alih oleh Pak RT yang menjadi komando bagi warga kampung untuk melakukan kegiatan kerja bakti secara rutin.
Sebuah kebaikan nyatanya tak mampu menyenangkan semua orang. Apa yang dilakukan oleh Pak M adalah sebuah kebaikan. Kebaikan yang mampu menyenangkan orang lain. Namun tidak bagi semua orang.
Yuk, cerita tentang “Kebaikan Tak Selalu Baik di Mata Orang Lain”
Tulisan Terkait Lainnya :
- Para Lelaki Masbuq
- Jika Tentang Rasa
- Bisa Jadi…
- Antara Ikhlas dan Buang Air Besar
- Tiga Orang Anak yang Bersalaman Selepas Shalat
- Membalas VS Memaafkan
- Kisah Rasulullah yang Kental dalam Pesan Moral Namun Rapuh dalam Validitas
- Dua Sisi Digital Lifestyle
- Strategi Sedekah
- Dhuha dan Tilawah Para Pengemban Amanah
Terima kasih, mas Rifki. Semoga pak M selalu diberikan kemudahan2 dalam setiap urusannya.
aamiin. terima kasih juga atas jejaknya di sini, mbak
padahal pak m punya niat tulus
iya, mbak
Manusia selalu saja punya alasan untuk mencurigai sebuah kebaikan ya.
ya begitulah, mbak. mudah2an sifat begitu tidak hinggap di dalam diri kita
orang baik aja kok disirikin ya.., tetangga bermasalah deh itu
lain orang lain lagi sudut pandangnya. mungkin begitu, mbak
betul, Pak.
mungkin kalau saya jadi tetangganya Pak M pun akan sedikit merasakan yg sama karena saya kurang suka klo ada yg ngotak-ngatik area rumah saya.
tapi karena saya jarang ada di rumah, jadi saya mungkin akhirnya akan merasa senang atas perbuatan Pak M.
hehehehe XD
mungkin begitu yang dirasakan sang tetangga, mbak. cuma kalau dilihat secara de facto…. selokan itu sebenarnya bukan milik siapapun. meksipun letaknya pas di depan rumah, itu adalah sarana umum. bukan milik pribadi, beda jika selokannya adalah yang dari rumah dan belum keluar areal rumah…. belum bertemu selokan jalan.
diperlukan keikhlasan saat berbuat kebaikan. apa yg dilakukan pak M adalah contoh berbuat kebaikan. bila ada tetangga yg nggak berkenan paritnya dibersihkan, tetaplah berbuat baik di tempat lainnya.
betul, pak. mungkin ada kebaikan-kebaikan lain dari Pak M yang saya tidak tahu
Kebaikan kadang diartikan dan diterima sebaliknya oleh sebagian orang ya, Bang, di sinilah sesungguhnya keikhlasan itu teramat penting 🙂
iya pak. betul sekali
salut sama kebaikan Pak M *jempol*
jarang banget ada orang yang bisa seperti beliau, semoga beliau selalu diberi kesehatan, amin..
aamiin yaa rabbal ‘aalamiin.
gak kebayang ini akhir ceritanya begini. mksdnya adaa aja yg gak suka ya..
ya mungkin cara, waktu, atau hal lainnya yang kurang tepat
Ya Allah… padahal Pak M ini niatnya mulia banget ya, tapi masiih ada aja yg usil
iya, mbak… hiks…
Kita senang, belum tentu yang lain ikut senang, tapi semoga itu tak membuatblangkah kita berhenti utk berbuat kebaikan
Betul. Aamiin.
huhuhu, kasian Pak M … sini, Pak! Bersih-bersih di rumaku aja …
Mas, cek pengumuman GA ku yaa
http://www.noormafitrianamzain.com/2016/06/pengumuman-giveaway-kebaikan-tak-selalu-baik-di-mata-orang-lain.html
siap, mbak.
hadiah sudah saya terima