Pemanasan : Mulai dari Menyambut Ramadhan Hingga Mengawali Hubungan Badan

olahraga
Cik Gu Jasmin mengajak murid-muridnya untuk melakukan pemanasan sebelum melakukan olahraga. Upin, Ipin, dan teman-teman dengan antusias mengikuti semua gerakan Cik Gu Jasmin. Kecuali Ijat. Ijat tampak tak bersemangat melakukan pemanasan bersama teman-temannya. Lama dan menghabiskan waktu saja, begitu alasannya.

Selepas pemanasan, kegiatan olahraga pun dimulai. Semua murid-murid berolahraga sesuai dengan benda atau alat olahraga yang diberikan Cik Gu Jasmin. Termasuk Ijat yang melakukan skipping atau lompat tali. Sayang, karena tidak melakukan pemanasan dengan baik, Ijat pun cedera.

Dua paragraf di atas adalah sedikit gambaran dari salah satu serial Upin & Ipin yang saya saksikan bersama Sabiq di rumah. Hanya sebagai awalan dari coretan kali ini yang sedikit membahas tentang pemanasan alias warming up dalam Bahasa Inggris alias taskhin dalam Bahasa Arab yang saya dapatkan ketika mengikuti kajian di masjid kantor kemarin.

Sering kali seseorang melakukan sebuah aktifitas dalam kondisi belum panas atau belum siap sehingga saat mengerjakan aktivitas tersebut terasa berat dan hasil yang diperoleh tidak maksimal. Contohnya adalah seperti cerita di atas, yaitu dalam berolahraga. Nyatanya, pemanasan atau warming up atau taskhin juga berlaku dalam proses ibadah. Berikut adalah beberapa contohnya.

Menghadapi Puasa di Bulan Ramadhan

Pemanasan yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam untuk menghadapi Bulan Ramadhan adalah dengan memperbanyak ibadah termasuk puasa sunnah di bulan Sya’ban.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa, sampai kami katakan bahwa beliau tidak berbuka. Beliau pun berbuka sampai kami katakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha juga mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no. 1156)

Namun di hadist lain disebutkan, bagi orang yang tidak terbiasa atau rutin puasa sunnah, dianjurkan untuk tidak berpuasan setelah lewat tanggal 15 Sya’ban. Sedangkan bagi yang rutin berpuasa sunnah bisa melanjutkannya hingga dua atau tiga hari menjelan Bulan Ramadhan.

Salah satu hikmah berpuasa sunnah di Bulan Sya’ban adalah sebagai sarana latihan atau pemanasang untuk menjalani ibadah puasa di Bulan Ramadhan sehingga menjadi terbiasa dan tidak kaget.

Mengawali Berbuka Puasa

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya berbuka dengan rothb (kurma basah) sebelum menunaikan shalat. Jika tidak ada ruthob (kurma basah), maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering). Dan jika tidak ada yang demikian beliau berbuka dengan seteguk air.” (HR. Abu Daud no. 2356 dan Ahmad 3: 164. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).

Perut yang seharian tidak terisi makanan karena berpuasa, tentunya akan kaget dan harus bekerja dengan keras ketika dimasukkan jenis makanan yang berat. Oleh karena itulah Rasulullah mengajarkan untuk menyegerakan berbuka puasa dengan makanan yang ringan. Makanan yang terbaik untuk berpuka puasa adalah ruthob (kurma basah), jika tidak ada bisa dengan tamr (kurma kering), jika tidak ada bisa dengan air.

Mengawali Qiyamul Lail (Shalat Malam)

Sudah menjadi hal yang diketahui bersama bahwa shalat malamnya Rasulullah itu sangat lama. Bahkan karena lamanya, digambarkan kaki beliau sempat bengkak. Sebelum melakukan shalat malam yang lama dan panjang tersebut, beliau melakukan pemanasan terlebih dahulu dengan melakukan shalat sunnah yang ringan sebanyak dua rakaat.

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, dari Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Jika kalian akan melakukan shalat malam, maka bukalah dengan dua rakaat yang ringan terlebih dahulu.” (HR. Muslim)

Mengawali Sebuah Doa

Doa adalah rangkaian sebuah permintaan dari seorang hamba kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Jika ketika mengajukan permintaan kepada sesama manusia didahului dengan prakat atau pendahuluan terlebih dahulu, maka yang demikian tentu lebih patut dilakukan ketika berdoa. Karenanya, saat berdoa, sebelum mengajukan inti permintaan, sebagai adab baiknya adalah mendahului doa dengan kalimat-kalimat pujian kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sebagaimana disebutkan dalam surat Al-A’raf ayat 180 :

“Hanya milik Allah asmaul husna, maka bermohonlah kepadanya dengan menyebut-nyebut asmaul husna itu.”

Mengajarkan Ibadah kepada Anak

Jika seorang anak sulit untuk diajarkan shalat, puasa, dan ibadah lainnya, bisa jadi karena pengenalan terhadap ibadah tersebut terlambat dilakukan. Kemungkinan besar, seorang anak yang diperkenalkan soal ibadah ketika sudah akil baligh akan lebih sulit untuk menjalankannya dibanding yang diperkenalkan sejak usia sebelum baligh. Karenanya, Islam mengajarkan untuk mengenalkan ibadah shalat yang sudah benar lengkap dengan syarat dan rukunnya, sebagai salah satu contoh, ketika usia anak tujuh tahun.  Sedangkan untuk mengenalkan seperti apa itu shalat dan bagaimana secara kulitnya saja bisa dilakukan kepada anak sejak balita.

“Perintahkanlah anakmu untuk mengerjakan shalat saat usia mereka tujuh tahun dan pukullah dia saat usianya sepuluh tahun (kalau tidak mau shalat) dan pisahkan tempat tidurnya” (HR Abu Daud)

Mengawali Hubungan Suami Istri

Melakukan hubungan badan bagi sepasang suami istri adalah ibadah yang insya Allah mendatangkan pahala. Silahkan baca “Meraih Pahala Sebesar Dosa Zina”. Karena merupakan ibadah, maka awal, proses, dan akhirnya haruslah dilakukan dengan cara yang baik. Salah satunya adalah dengan melakukan pemanasan sebelum melakukan hubungan badan. Tentu saja pemanasan di sini bukan berupa push up, sit up, atau lainnya. Melainkan didahului dengan sebuah “utusan” sebagaimana yang diebutkan dalam hadits berikut :

Rasulullah bersabda, “Janganlah salah seorang dari kalian menggauli istri seperti binatang ternak. Tetapi hendaklah ada ‘ar-rasul’ (utusan) antara keduanya.” Ditanyakan kepada beliau, “Apakah ar-rasul itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ciuman dan kalimat-kalimat obrolan (yang mesra).” (HR Ad Dailami)

Wallaahu a’lam.


Tulisan Terkait Lainnya :

3 respons untuk ‘Pemanasan : Mulai dari Menyambut Ramadhan Hingga Mengawali Hubungan Badan

  1. ayanapunya Mei 17, 2016 / 14:12

    dulu saya pikir pemanasan sebelum melakukan hubungan suami istri itu lari-lari. hehe

    • jampang Mei 17, 2016 / 14:48

      lah…. keburu cape itu, mah 😀

Tinggalkan jejak anda di sini....

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s