Jika Tentang Rasa

hati - grafik
jika tentang rasa
adakah yang bisa memaksa?

Sejak saya mengenal dunia blog, sepertinya saya terobsesi untuk selalu membuat coretan yang akan saya publikasikan di blog. Jika satu hari tidak ada coretan yang saya buat dan tampil di bagian postingan terbaru di blog, saya merasa ada sesuatu yang kurang. Bahkan terkadang, saya akan mencari ide apa yang akan saya tulis besok di hari ini. Kadang ide itu hadir. Namun terkadang ide itu melipir. Yang jelas, saya akan berusaha untuk membuat satu coretan setiap harinya untuk menghiasi blog saya.

Apakah kondisi itu berjalan terus-menerus? Nyatanya tidak.

Sejak bulan Agustus tahun lalu, blog saya sepi dari coretan-coretan saya. Tidak seramai masa-masa sebelumnya. Kondisi yang sering saya jadikan alasan atau kambing hitam adalah karena saya mengalami perpindahan suasana kerja sehingga perlu penyesuaian.

Tapi, bisa jadi alasan itu hanyalah alasan yang saya buat-buat. Sebab bisa jadi penyebabnya datang dari dalam diri saya pribadi, bukan dari luar. Mungkin, pikiran dan hati saya tidak jernih, sementara ide-ide akan datang atau hanya akan datang ketika hati dan pikiran jernih. Barangkali demikian.

Ketika saya mengalami kondisi seperti itu, hari demi hari, rasa yang sebelumnya seperti ada yang tidak lengkap ketika saya tidak menghasilkan sebuah coretan di blog, perlahan memudar. Saya merasa masa bodoh dengan kondisi blog saya yang lama tidak di-update. Tak ada lagi keinginan yang menggebu-gebu untuk menambahkan coretan di blog. Begitupula dengan kegiatan blog walking, yang otomatis mengekor ketidakhadiran coretan baru di blog saya. Untunglah, hanya rasa malas dan kekosongan ide yang hadir. Bukan rasa benci terhadap blog.

jika tentang rasa
adakah yang bisa memaksa?
semula benci menjadi cinta
di awal dipuja di akhir dicela

Di masa-masa saya tidak meng-update blog dengan coretan-coretan baru, beberapa peristiwa yang luar biasa terjadi. Salah satunya adalah tentang penistaan agama yang dilakukan oleh salah satu calon gubernur DKI Jakarta, Ahok, yang akan berduel di Pilkada DKI Jakarta nanti pada tanggal 15 Februari 2017.

Gelombang protes berdatangan. Tuntutan demi tunturan agar segera memproses penistaan agama disampaikan. Persidangan pun digelar. Bahkan di dalam persidangan, kubu penista agama tersebut menambah catatan arogansinya dengan menghina seorang ulama terpandang yang menghadirkan sebuah rasa benci atau anttipatu baru lagi. Namun demikian, ada pula sekelompok orang yang masih membela pelaku. Mungkin karena ada rasa suka, cinta, atau apalah namanya.

jika tentang rasa
adakah yang bisa memaksa?
semula benci menjadi cinta
di awal dipuja di akhir dicela

yang mungkin menjadikan rasa itu indah atau bencana
adalah apa yang tersembuntyi di dalam dada
iman atau nafsu belaka

“Barang siapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah, dan tidak memberi karena Allah, maka sungguh telah sempurna imannya.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)


Tulisan Terkait Lainnya :