“Isya memang waktunya panjang, tapi usia belum tentu sepanjang waktu isya.”
Kalimat di atas adalah status yang saya buat di facebook pada Minggu malam sekitar pukul 20:05. Berikut adalah cerita di balik status tersebut.
Makan bersama, baik sarapan pagi atau makan malam, sambil menyaksikan acara televisi mungkin sudah menjadi kebiasaan saya dan Minyu. Tidak ada acara yang menjadi favorit kami untuk ditonton saat makan tersebut. Acara apa saja bisa kami nikmati.
Bila di pagi hari, acara siraman rohani mungkin yang paling sering menemani sarapan kami. Sebab tersebut adalah acara favorit ibu saya. Sedangkan ketika makan malam, acara yang menemani kami cukup beragam. Kadang berita. Kadang talkshow. Kadang sinetron. Kadang acara musik.
Di minggu malam itu, kebetulan acara musik yang sedang tayang di televisi. Tepatnya ajang pencarian bakat penyanyi dangdut. Sebelumnya saya sudah pernah menceritakan bahwa Minyu tidak suka dengan lagu dangdut [silahkan baca “Telor Balado Dangdut“]. Namun kali ini Minyu mencoba menikmatinya.
Setelah salah seorang kontestan selesai bernyanyi, maka tiba giliran para dewan juri untuk memberikan komentar atau penilaian terhadap penampilan si peserta. Beberapa orang juri kemudian memberikan komentar dan penilaian sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Hingga kemudian tiba kesempatan bagi juri terakhir untuk memberikan penilaian.
Juri terakhir tersebut tertangkap kamera baru duduk di kursinya setelah kontestan selesai bernyanyi. Ternyata juri tersebut jujur bahwa dirinya tidak bisa memberikan penilaian karena tidak melihat aksi panggung sang kontestan. Alasan juri adalah karena dirinya baru menyelesaikan shalat Isya.
Salut. Itu yang tersirat dalam pikiran saya kepada sang juri tersebut. Dirinya lebih mementingkan shalat dibandingkan pekerjaan duniawi.
Namun salah seorang juri lainnya tidak mengamini apa yang dilakukan rekannya tersebut dan memberikan komentar, “Shalat isya kan waktunya panjang!”
*****
Pada asalnya sholat yang paling utama adalah yang dilaksanakan pada awal waktu.
“Amal apakah yang paling utama? Beliau menjawab, “shalat pada waktunya.” (Hadist Shohih Riwayat Hakim)
Namun demikian ada perlakuan khusus untuk shalat Zhuhur dan Isya. Jika saat zhuhur matahari terik sekali, maka tidak apa-apa kalau sholat Zhuhur tersebut diakhirkan sampai terik matahari berkurang.
“Jika panas sangat terik maka sholatlah pada saat panas sudah reda karena teriknya panas matahari merupakan bagian dari muntahan jahannam.” (HR Bukhari dan Muslim)
Bagaimana dengan Waktu shalat Isya?
“Waktu sholat isya adalah sampai pertengahan malam.” (HR.Muslim)
Jika para jama’ah bisa berkumpul dan tidak keberatan untuk mengakhirkan sholat ‘Isya, maka mengakhirkan sholat ‘Isya sebelum pertigaan malam terakhir adalah lebih utama.
Dari Aisyah ra ia bercerita, “Pada suatu malam, Nabi saw tidak tidur sampai seluruh malam berlalu dan sampai jama’ah masjid tertidur, kemudian beliau keluar dan mengerjakan shalat seraya bersabda, “Sesungguhnya inilah waktu shalat Isya’, seandainya aku tidak khawatir akan memberatkan umatku.” (HR. Muslim).
“Shalat itu terkadang (disegerakan) dan terkadang (diakhirkan). Jika beliau melihat mereka telah berkumpul, beliau menyegerakannya, dan jika beliau belum melihat mereka berkumpul, beliau mengakhirkannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
“Rasulullah saw suka mengakhirkan shalat Isya’ pada waktu yang kalian sebut sebagai Atamah, dan beliau tidak suka tidur sebelumnya dan berbicara sesudahnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Sebaliknya jika jama’ah keberatan dan tidak bisa berkumpul sebelum pertigaan malam terakhir, maka sebaiknya sholat ‘Isya’ dikerjakan pada awal waktu berdasarkan keumuman hadits pertama di atas.
Wallaahu a’lam.
Tulisan Terkait Lainnya