Sabtu pekan lalu, akhirnya, saya berhasil melawan kemalasan saya untuk membawa “Si Eneng” ke bengkel setelah terakhir kali membawanya hampir setengah tahun lalu. Bahkan mungkin lebih. Sepertinya saya termasuk tipe yang kurang rajin membawa kendaraan ke bengkel untuk mendapatkan perawatan secara rutin. Padahal perawatan itu penting dalam rangka menjaga kondisi kendaraan yang saya tunggangi hampir setiap hari agar tetap dalam kondisi prima.
Di masa-awal kebersamaan dengan “Si Eneng” atau di tahun pertama, saya rutin membawanya ke bengkel resmi. Salah satu penyebabnya adalah karena di tahun pertama tersebut, saya mendapatkan pelayanan servis gratis sebanyak empat kali. Untuk mendapatkan pelayanan tersebut, saya harus membawa “Si Eneng” tepat waktu. Lewat tanggal atau kilometer, servis gratisan bisa hangus.
Apalagi saat servis pertama kali. saya rela datang ke bengkel yang lebih jauh bahkan rela antri hampir empat hingga lima jam demi mendapatkan jas hujan gratis sesuai dengan perjanjian dealer tempat saya membeli “Si Eneng”. Setelah itu saya kapok dan tidak mau datang lagi ke bengkel tersebut. Yang penting sudah dapat jas hujan 😀
Untuk servis selanjutnya, saya memilih bengkel yang jaraknya lebih dekat dari rumah. Sebanyak tiga kali saya membawa “Si Eneng” ke bengkel tersebut. Antriannya masih manusiawi. Namun saat servis kali ke tiga sekaligus servis gratis terakhir, saya mendapatkan pengalaman kurang menyenangkan dari seorang perempuan yang saya duga adalah pemilik atau pengelola bengkel tersebut.
Bermula dari hasil pengecekan pegawai bengkel yang menyarankan agar saya mengganti filter “Si Eneng” karena sudah kotor. Saya tidak langsung menuruti. Saya minta agar dibersihkan saja dahulu. Pegawai bengkel tersebut menyanggupi.
Ketika saya berbicara dengan perempuan pemilik/pengelola bengkel, mungkin saat proses pembayaran, saya diingatkan kembali untuk mengganti filter yang kotor. Karena saya belum bersedia mengganti, perempuan tersebut dengan nada kurang menyenangkan menakut-nakuti saya dengan mengatakan bahwa bila terjadi apa-apa dengan sepeda motor saya, pihak bengkel tidak ikut bertanggung jawab.
OK! Loe, gue, end!
Saya tak ingin lagi membawa “Si Eneng” ke bengkel tersebut. Saya akan beralih ke bengkel resmi lain.
Dua servis terakhir, saya pindah bengkel. Tempatnya lebih besar daripada bengkel kedua namun lebih kecil daripada bengkel pertama. Pelanggannya pun tak sebanyak bengkel pertama sehingga waktu antrian tidak terlalu lama.
Servis pertama di bengkel ini mungkin sekitar bulan Mei, Juni, atau Juli. Saya lupa persisnya. Saat itu saya meminta pelayanan servis rutin, ganti oli, ganti bohlam salah satu lampu sign belakang yang mati, dan mengganti salah satu kanvas rem.
Sabtu pekan kemarin, saya kembali membawa “Si Eneng” bengkel yang sama. Kali ini saya tidak sendiri. Minyu dan Sabiq ikut menemani. Hampir serupa dengan servis pertama kali, saya meminta pelayanan servis rutin, ganti oli, dan mengecek kanvas rem. Jika salah satu ada yang sudah harus diganti, saya minta ganti.
Setelah selesai, saya diberikan kwitansi hanya untuk service dan ganti oli. Sementara kanvas rem baik depan maupun belakang masih bagus.
Kalau melihat jadwal servis yang tertera di Kartu Perawatan Berkala, di tahun kedua, seharusnya saya ke bengkel setiap empat bulan sekali. Jadi, selama setahun, saya harus membawa “Si Eneng” sebanyak tiga kali ke bengkel. Kenyataannya, saya hanya ke bengkel satu kali 😀
Bagaimana dengan Anda, apakah rutin membawa kendaraan ke bengkel sesuai dengan buku petunjuk perawatan?
Tulisan Terkait Lainnya :